Rabu, 16 November 2011

No Rain No Riinbow

Wah, rasanya selalu menjadi penghalang bagi orang lain. Sampai hari ini pun, pemberkasan belum selesai. Padahal tiga hari lagi batas penentuannya. Karena banyak dosa yang kulakukan.


Seringnya, ingin memperbaiki keadaan tapi justru menghancurkannya. Because of my selfisness. Aku pikir kalau begini aku tidak akan merepotkan tapi sebaliknya, sangat menyusahkan. Meskipun orang itu mengatakan "baik-baik saja" tapi dari gesture itu kelihatan tidak baik-baik saja. Hampir celaka beberapa kali dan sikapnya itu. Tapi, bagaimana pun itu karena aku.


Hanya. tanpa adanya msalah dan akhirnya one step closer to graduation day, semuanya terasa hampa tidak berkesan. Ditambah lagi bekerja di dua tempat sekaligus sebagai instruktur bahasa Inggris. Kadang ingin tambah satu lagi tapi apa daya badan tak bisa dibagi T___T



Ya, hujan telah reda yang tersisa di langit hanyalah bias warna tujuh rupa.



Rabu, 02 November 2011

My Shoes

Duh, banyak hal yang terjadi menjelang wisuda ini.
Dari geger skripsi, minta tanda tangan, fotocopy sampai kostum. Belum kawinan tapi sudah ramai nian.

Nah, hari ini...ehem...
Aku dapat sepatu boot. Senang deh. Nganter beli sepatu eh dapta sepatu. Mumpung lagi sale....






YA, memang merepotkan sih, tapi aku sennag kok, see my feet.... (^_^)








See you next Sale....

Tersesat

Gwahahahaha......
Kami tersesat gara-gara aku salah baca alamat (Menuju rumah Mr. Anam)
Tapi setelah pengembaraan yang makan waktu lama dan tanya sana sini sampai dusk, akhirnya menamukan petunjuk dimanakah keberadan rumah Mr. Anam yang sesungguhnya. Yaitu, selatan kantor pos kecamatan Sambi. Tapi kai tersesat sampai di Winong, hohohoho.... (0_0")>









Begitulah. Lalu bertemu Fitri dan suaminya yang menjadi panunjuk arah, Alhamdulilah.... Akhirnya sampai dengan selamat meski pun mendung menggantung tapi tetap hidup kok.

HAri berikutnya pun bersama Fifin kembali ke sana. Hahahaha...ada danau indah banget (Waduk cengklik)meski hanya di beberapa spot, suka deh meski hujan mengguyur sampai kering sampai hujan lagi.






Perjuangan tak akan pernah sia-sia, tapi kok tidak membawa apa-apa ya????


Aye... Akhirnya... \(^_^)/

Selasa, 25 Oktober 2011

Kuchiburu kara (from the lips)

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Setting : Sereitei (Soul Society)
Type              : OOC/AU/M
Genre            :
Mood : blank/error

“Are wa nanda?”
“Hanabi desu” ucap dua orang aneh dengan girangnya. Kotsubaki Sentaro dan Kotetsu Kiyoe.
“Kembang api lagi?”
“Yosh, selseai” Kotsubaki selesai mengkat rentetan kembang api dengan tali. “Rekka san, bagaiman kalau di ledakkan dengan apimu?”
“Kau mau membuat sereitei hangus ya?” ditatapnya orang itu penuh tanya. “Soutaichou bisa ngamuk lho... Ryuujin jakka kan galak” ditunjuknya foto Yamamoto Genryusei yang menjadi cover majalah.
“Ie, ie, ie, bukan maksudku begitu”
“Lalu?”
“Ya, sudah, kami mau mempersiapkan ledakan. Kyoraku taichou akan datang juga. Kita bisa berpesta sampai pagi”
“Ya, terserah saja”
“Rekka san, kau tidak ikut?” tanya Kotetsu.
“Bagaimana mungkin, aku kan suka kembang api”

****

“Roku, go, yon, san, ni, ichi, zero....”

DZING DUAR DUAR PLETAK KRETEK KRETEK

“Hya...kakoi desu” seru semuanya hampir serempak, Rekka, Kotsubaki dan Kotetsu.
“Kanpai” Kyoraku mengangkat tinggi cawan berisi sake dan meneguknya sekaligus.
“Taichou” seru Ise nanao yang selalu mengkhawatirkan kaptennya dan selalu setia menemani hampir kemana pun sang taichou pergi.

“Nanao chan juga harus minum”
“Baiklah” diteguknya gelas kecil sake ditangan.
“Nanao chan, anak manis” direntangkan tangannya hendak memeluk sang wakil tapi justru terkena tamparan telak.
“Taichou, hentikan itu”
“Hahahahaha.....” tawa Ukitake menghiasi suasana malam itu.
“Ukitake, apa kau tidak mengundang kapten yang lain?”
“Entahlah, ini semua perbuatan anak-anak itu”ditunjuknya trio aneh yang sedang asik menyalakan kembang api.
“Hya...kaboom, meledak lebih hebat lagi” teriak Rekka yang jauh lebih ceria dari biasanya. “Tambah mesiunya”
“Siap” Kotsubaki menuangkan mesiu pada tabung peluncur kembang api.
“San, ni, ichi, zero...”

DZING

DUAR DUAR PRETAK PRETAK

Kembali kembang api aneka wrana meledak di langit divisi 13. Disertai seruan rius anggota divisi lainya. Menambah kemeriahan bulan yang bersinara bulat penuh. Dan pesta pun berlangsung sampai entah kapan. Botol-botol sake telah dikeluarkan. Aneka makanan dan kue beras telah habis dilahap. Dan menyisakan orang-orang teler kebanyakan minum.

****
Dan yang masih sadar 70 persen hanya satu orang. Rekka yang entah sejak kapan telah meringkuk diatap. Mengawasi tubuh-tubuh terkapar di halaman tengah barak divisi 13. Karena kembang api sudah habis dia pun mulai bosan dan memutuskan untuk kelayapan. Kalau-kalau ada kembang api lainya.

Tapi tidak menemukan apa pun di Senzaikyuu, justru Go ban tai taichou yang entah sejak kapan telah berdiri di sampingnya.

“Doumo”
“Kebetulan sekali”
“Ya”
“Bukankah ini malam yang indah?”
“Sepertinya memang begitu. Bulannya bulat penuh”
“Demo”
“Demo?”

“Kimi wa” dibelainya pipi gadis itu dengan punggung tangannya. Ditatapnya mata coklat yang balas menatapnya.

“Aizen” gumamnya datar. “Berhen....”

Aizen membungkam gadis itu dengan bibirnya sebelum kata-kata protes meluncur dari bibir tipis itu. Ciuman yang lembut. Ciuman yang manis. Tanpa sadar menggetarkan hati. Rekka membeku untuk beberapa saat lalu meronta, berusaha untuk lepas tapi justru cengkraman pria itu semakin kuat. Membuatnya merapat ke tubuh Aizen. Dan dia melepaskannya karena kehabisan oksigen.

“Hah..hah..hah..” ditatapnya pria itu. Airmata mulai berjatuhan dari matanya dan segera dihapus oleh jemari pria itu.

Aizen mencium pipi basah Rekka. Menjilat air matanya yang teras asin. Mendekap gadis itu lebih erat, membelai rambut gelapnya yang menjuntai melewati bahu. Rambut yang harum dan terasa lembut ditangannya. Dan kembali dicumnya gadis itu. Kali ini tanpa perlawanan.

Rekka mencengkram kimono pria itu erat. Membuatnya mencium lebih dalam. Membuatnya membalas ciumana itu meski untuk yang pertama kalinya.

“Apakah ini juga ilusi?” gumamnya.
“Menurutmu?”

Aizen menuntut lebih dalam. Membuatnya tersadar, bahwa semua itu nyata. Sentuhannya. Hangat tubuhnya. Manis bibirnya. Untuk saat ini. Semua yang ada pada pria itu adalah untuknya. Debaran jantungnya pun terasa kian cepat. Seolah dunia mampu mendengarnya.

Summer Plum

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Setting : Sereitei (Soul Society)
Type              : OOC/AU/M
Genre            :
Mood : between happy and confuse



“Samui desu” gumamnya lemah. Menyandarkan kepalanya pada dada pria itu. Pelukannya pun semakin erat. Genggaman jemarinya, hangat hembusan nafasnya, lembut suaranya.
Beginikah hangatnya tubuh manusia. Rasanya sudah lama sekali. Bahkan aku sudah lupa kehangatan ini. Hangat tubuh seorang pria. Betapa nyamannya dalam dekapan seseorang.

Pipipipi Pipipi Pipipip

“Hah...” Rekka terbangun dari tidurnya. Bunyi alaram menggema di kepalanya. “Berisik” dimatikannya alaram itu. Sudah jam tujuh pagi, semestinya dia sudah latihan. Tapi tidak dengan hari ini. Dia tidak segera bangun melainkan kembali berbaring, memeluk bantal dengan lembut.

“Aizen” gumamnya dan air mata kembali berjatuhan

****

“Akhir-akhir ini kau terlihat tidak sehat, Rekka san” tanya Ukitake Juushiro disela-sela mengerjakan paper-work.
“Ahm.. benarkah?” tanyanya dengan wajah inocence, namun tidak mampu menutupi mta merah berkantung itu.
“Apa kau berlatih terlalu keras?”
“Aku pikir tidak. Aku seperti biasanya” kembali, tatapannya tertuju pada kliping yang memuat profil divisi 13.
“Benarkah?”
“Ya”
“Baguslah kalau begitu”

“Taichou... Taichou... barang-barang digudang sebaiknya di apakan?” tanya Kotetsu Kiyoe yang tiba-tiba muncul. Tubuhnya penuh debu dengan celemek dan sebuah sapu.
“Bagaimana kalau barang yang tidak digunakan di buang saja” Kotsubaki Sentaro ikut muncul dengan baju samurai yang diklaim anti debu, anti bakteri dan anti noda.

(Author : “Ada ya, yang seperti itu??????”)

“Wah, bagaimana ya? Rekka san” diliriknya wakil yang memandang dua makluk jadi-jadian itu dengan tatapan bingung.
“Kalau sudah tidak dipakai di buang saja kan?” komentarnya yang kembali menekuni kliping.

****

“Pada akhirnya aku juga turun tangan ya? Apa ini termasuk tugas fukutaichou?” gumamnya sambil memindahkan kardus-kardus berisi barang aneh. Disalah satu kardus ada sebuah botol. Didalamnya berisi kelopak bunga yang telah memucat.

“Taichou, ini boleh aku simpan?” tanyanya menunjukkan botol tersebut pada Ukitake yang berdiri di samping pintu gudang.

“Itu, bunga ume” jawabnya yang meraih botol dari tangan Rekka. Mengangkatnya keudara dan mengamati sejenak. “Ini pemberian Shiba Miyako. Bunga ume yang pertama mekar di soul society” kenangnya.

“Cantik” gumam gadis itu reflek.

“Ya, kau boleh menyimpannya” diserahkannya botol itu kembali dan diterima dengan sebuah senyum spontan. Sebuah senyum yang amat manis. “Sering-seringlah tersenyum” ucapnya diantara senyum. Dan mendapat tatapan bingung dari fukutaichounya itu.

“Kau terlihat manis saat tersenyum”

Komentar itu membuat pipi Rekka memerah. Bukan hanya karena terik mentari musim panas tapi juga kata-kata taichounya.

“Ya” jawabnya singkat yang kembali menghilang di gudang. Bergabung bersama Kotetsu dan Kotsubaki yang berebut foto usang Ukitake Juushiro saat masih menjadi murid akademi.

****

“Suzaku. Tsubasa o hiroge” pedang ditangannya berkobar saat dia melangkah ke angkasa, seolah mampu membelahnya. Kobarab api berwarna merah menyala menghantam bumi, membuatnya terbakar seperti neraka.

“Kau terlihat hebat. Tapi kalau lawanmu benda mati rasanya...”
“Ayo bertarung denganku”
“Baiklah”

Hisagi Shuuhei turun ke arena latihan dan mencabut zanpakutounya. Kazeshini.

“Bersiaplah menghadapi kekalahanmu” Rekka sesumbar.

Pertarungan antar wakil kapten saat itu berlangsung sengit. Ukitake Juushiro memandangi fukutaichounya yang terengah-engah. Keringat bercucuran dari tubuhnya. Tidak jauh berbeda dengan Hisagi Shuuhei. Staminanya mulai turun setelah dihujani panah api dan ledakan yang menyertai saat menyentuh objek.

“Hei, kalian tidak mau istirahat dulu?” teriak Ukitake dari kursinya dengan sekantong es batu di kepala dan segelas es lemon ditangan.

“Tidak, sebelum ada yang kalah” ucap mereka hampir bersamaan.

“Sudahlah, jangan memaksakan diri” dikibaskan tangannya pada dua fukutaichou yang sedang membara, berharap mereka segera naik dan bergabung dengannya menikmati dingin es yang segar. Namun tawaran manis itu justru dibalas dengan kobaran api yang didukung hempasan angin sampai menghanguskan pohon tempat bernaungnya.

“Hei, kalian. Kalau tidak mau berhenti sekarang juga dan menghanguskan pohon lagi. Aku terpaksa menggunakan itu” ucapya dengan tatapan mengancam. Menyadari suasana hati sang taichou yang berubah sangar setelah insisden pohon pangganga, mereka pun menghentikan pertarungan dan naik.

“Nah, anak manis. Mari kita minum teh didalam” ucapnya dnegan senyum cerah ceria.

****

“Kau hebat juga” kata Hisagi Shuuhei saat mereka hanya berdua. Ukitake telah kembali ke kamarnya. Teler karena kepanasan.

“Terimakasih, tapi aku masih harus banyak belajar bila dibandingkan dengan senior”
“Jangan memanggilku senior, juu san ban tai fukutaichou”
“Ah, ya. Hisagi fukutaichou” ucapnya dengan sebuah senyum manis, membuat pipi pria itu bersemu merah.

***F*I*N****

At Night : His Blossom





Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Setting : Sereitei (Soul Society)
Type              : OOC/AU/M
Genre            :
Mood : between happy and confuse


“Ada apa Hinamori kun?” tanya Aizen Sousuke yang masih menulis jurnal dimejanya. Menyadari sang wakil yang berdiri di depan pintu kamarnya.

“Ah, maaf mengganggu malam-malam begini”
“Ada apa? Apa ada yang merisaukanmu?” dipakaikannya haori pada bahu gadis mungil itu.
“Aku tidak bisa tidur. Apa boleh aku...”
“Apa biasanya aku sedingin itu? Masuklah. Kau boleh disini sampai perasaanmu tenang”
“Terimakasih Aizen taichou” Hinamori Momo duduk diantara bantal diatas futon Aizen. Disentuhnya futon itu, terasa hangat.

Kehangatan Aizen taichou, ucapnya dalam hati.

Sedangkan Aizen sendiri masih menulis jurnal. Begitu jurnal itu selesai yang ditemuinya adalah Hinamori yang telah terlelap. Sebuah senyum terlukis dibibirnya. Dirapatkannya selimut yang menutupi tubuh gadis itu. Sedangan dirinya mengenakan hakama dan haori kapten miliknya, lalu pergi.

****
Rekka menyesap tehnya di koridor, di depan kamarnya. Seorang diri menatap langit malam Sereitei. Sesekali diamatinya botol bunga ume.

“Layang-layang salib utara, bintang biduk, scorpion” gumamnya mengikuti bentuk rasi bintang.

“Konbanwa” suara yang lembut dan dalam itu kembali singgah ditelinganya.
“Konbanwa” balasnya dengan wajah terkejut.

Ekspresi wajah yang selalu disukai oleh pria itu. Mata besar yang membulat. Alis yang terangkat. Bibir tipis yang sedikit terbuka, dan kepala yang dimiringkan sedikit.

“Kau belum tidur?”

Gadis itu menggelengkan kepala. Membuat rambut sebahunya bergerak kesana kemari. Dia mengenakan yukata tidur. Tapi masih menikmati teh dimalam yang larut itu.

“Lalu kau sendiri?”
“Aku belum bisa tidur” pria itu duduk disampingnya. Mengamati gadis yang sejak tadi menggosok tangannya. “Samuika?” dipeluknya tubuh gadis itu, membuatnya kembali terkejut.

“Amari” dibelainya pipi pria itu lembut, dan segera di genggamnya jemari itu dan diciuminya.
“Naru hodo”
“Aizen taichou. Naze anata wa koko ni iru? Bagaimana kalau ada yang melihatmu?”

“Kau, khawatir padaku ya?” ditatapnya mata gadis itu penuh tanya. “Memangnya kenapa kalau ada yang melihat, hmmm...” Aizen menggosok bibir gadis itu dengan ibu jarinya, dengan lembut. Bibir yang selembut kelopak bunga. “Tapi aku senang kau mengkhawatirkanku” bisiknya. Hembusan nafasnya terasa hangat ditelinga.

“Aizen” gumamnya saat bibir pria itu menyentuh lehernya. Bibir yang hangat dan basah. “Yamite” didorongnya dada pria itu.

“Kenapa?”ditatapnya gadis yang balas menatapnya itu. “Apa kau takut pada Ukitake?”
“Itu...” dia terdiam sejenak dan menghela nafas. “Ie. Sumimasen. Aku lelah, ingin istirahat”
“Kau menolakku?”
“Apa semua gadis yang kau datangi selalu menerimamu?” tanyanya disertai tatapan menusuk.
“Kau berpikir aku seperti itu?” sebuah senyum ganjil terlukis dibibirnya. “Memang tidak ada yang menolak permintaanku. Sejauh ini, hanya kau”

“Pergilah, sebelum ada pasukan patroli yang datang”

“Aku bukan pencuri, untuk apa lari?” kembali dibelainya pipi dingin gadis itu. “Aku pergi dulu” ucapnya dan segera menghilang di ujung lorong. “Jangan khawatirkan aku”
Rekka membelai pipinya yang panas. Hangat sentuhan itu masih terasa.

At Morning : Her Miscarry

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Setting : Sereitei (Soul Society)
Type              : OOC/AU/M
Genre            :
Mood : blank/error


Tik tok tik tok tik tok
Tik tok tik tok tik tok
Tik tok tik tok tik tok

“Nanni?”
Suasana ruang pertemuan para wakil kapten seketika menjadi muram pagi itu. Kontras dengan matahari yang memberikan sinar terangnya.
“Ano, Kuchiki taichou...”
“Abarai ada tugas lain, jadi aku yang menggantikannya mengikuti rapat harian”
“Yatta, Byakunni....” sorak Kusajishi Yachiu bahagia. Satu-satunya yang bahagia atas kemunculan Kuchiki Byakuya, kapten divisi 6 itu. Sedangkan yang lain memandangnya maklum bercampur bingung.

“Tolong sampaikan agenda hari ini pada masing-masing anggota batalion” ucapa Ise Nanao sambil membagikan lembaran kertas.


****

Di kantor divisi 13, Rekka duduk-duduk sambil membaca novel dan minum teh juga ditemani sepiring kue beras.
“Rekka san, kau tidak berlatih lagi?” tanya Kotsubaki Sentaro.
“Tidak ada lawan” jawabnya melahap sepotong mochi.
“Bagaimana kalau denganku?”
“Aku sibuk”
“Apa?” jeritnya yang serasa digigit semut. “Kau kan tidak melakukan apa-apa sejak pagi tadi”
“Aku masih membaca novel. Bagian ini sedang seru-serunya”
“Mana, aku pinjam” direbutnya novel itu. Setelah membaca beberapa baris, kini Kotsubaki Sentaro yang kerasukan.
“Kotsubaki san, kembalikan novelku” pintanya.
“Wah, ini seru sekali” komentarnya. “Samurai ini gigih sekali, padahal sudah di ujung tanduk tapi masih bertarung” celotehnya.
“Kotsubaki san”
“Aku pinjam dulu” ucapnya yang segera berlari keluar meninggalkan kantor.

“Kesenanganku di rebut” gumamnya diantara derai air mata.
Rekka pun sibuk mengubek-ubek lacinya. Mencari sesuatu untuk dikerjakan atau sesuatu yang bisa membuatnya tetap sibuk. Kalau mengangur dia bisa kembali ingat kejadian beberapa hari yang lalu. Hal yang sering merusak konsentrasinya. Dan selembar kertas terjatuh. Berisis agenda yang harusnya disampaikan pagi ini bagi para anggota batalion. Tidak heran kenapa pagi itu terasa sepi di divisi 13. Taichounya masih terbaring lemas dan tidak sanggup bangun.

“Bagaimana ini?” diattapnya kertas itu panik. Padahal jam menunjuk angka sepuluh. Sudah hampir tengah hari.

****

“Juushiro sama, sumimasen”
“Daijobu”
“Aku lupa mengumumkannya kemarin dan memasukkannya ke laci”
“Tidak apa-apa. Ini agenda untuk lusa kan. Aku akan mengumumkannya melalui petugas penyiaran”
“Benarkah?”
“Ya” diambilnya haori kapten yang terlipa trapi disampingnya dan segera mengenakannya.
“Taichou, mau kemana?”
“Kau mau ikut?”

*****

“E-hem. Pengumuman-pengumuman....” teriaknya di microphone. “Agenda dua hari lagi adalah lomba kebersihan. Jadi tolong kerjasamanya ya”
“Kya... suara Ukitake taichou...” jerit beberapa shinigami wanita di kantin.
“Seksi sekali”
“Ukitake taichou...”
“Yasashi to kirei....”

Mereka berhisteris ria karenanya. Saura lembut dan ramah Ukitake Juushiro membuatnya populer diakalangan wanita.

“Ne... Taichou populer” komentar Rekka saat melewati kantin. Hampir semua memandangi sang kapten yang pasang wajah secerah bunga matahari.
“Populer itu enak juga ya”

Tapi beberapa mata menatap sadis gadis yang berjalan bersamanya.

“Lebih banyak tidak enaknya sepertinya, apalagi untuk orang lain”
“Nikmati saja”
“Ha-ah”dihelanya nafas dalam.

*****

“Kotsubaki, kembalikan” diikutinya shinigami yang menduduki kursi ketiga di divis 13 setelah jalan-jalan panjang dengan taichou-nya.
“Tanggung”
“Yang tanggung kan aku” ucapnya kesal. “Kembalikan pacarku”
“Tidak mau”

“Kembalikan” diburunya Kotsubaki Sentaro sambil berlarian di koridor. “Ayo kembalikan” terus diburunya hingga di tikungan.

GUBRAK GRUSAK GRUSAK

“Ittai” erangnya memegangi kepala yang terbentur lantai kayu.
“Daijobu?”
“Kya... Taichou”

Rekka panik melihat sang taichou yang terbaring dilantai dengan tubuh tertindih dirinya dan darah yang mengalir di sudut bibirnya.
“Sumimasen”

“Daijobu”
“Aku... Aku berat ya” ucapnya menundukkan kepala.
“Ya” jawaban itu membuat sang fukutaichou membeku. “Tidak seberat wabisuke kok”
“Hehe” tawanya garing. Bagaimana bisa dibandingkan dengan zanpakutou milik Kira Izuru, Wabisuke. Kempuannya memang menkalikan berat benda yang disentuh.

****

Rekka duduk di atap sebuah bangunan. Menghindari makan siangnya. Memang rasanya dia tambah gemuk saja. Tidak melakukan apa pun sepanjang waktu. Dia berbaring menatap langit biru diatasnya. Menatapnya penuh tanya. Lalu berguling menatap taman dibawahnya.

Disana, dilantai dua bangunan di depannya. Aizen Sousuke dan Ichimaru Gin sedang bercakap-cakap. Sepertinya sesuatu yang penting atau gawat. Wajah Aizen berubah mendung saat Ichimaru meninggalkannya dengan senyum khas yang meyebalkan.

“Naze?”

My Expectation





I don't know. I don't mind realize this feeling. But sometimes, the thing that we expected to happen never come to reality. How sad, how poor, how sick. It is true. I let all of my feeling for him to be disappears into dust. I realize that I am not a proper women to stand beside him, to hold his hand, and get her sweetest smile. It is just a kind of politeness.



Hahahaha....
Baka, why i felt this emptiness when watched XXXHolic Rou part 2. In the end of the episode when Doumeki Shizuka gave an invitation for Kimihiro Watanuki, a wedding invitation. How, grateful but poured sorrow in my palm.He will marry Tsuyori Kohane. A girl who i guess to be Watanuki's. He doesn't mind. But the main point is that I can't do anything with my feeling. It drove me crazy and addicted but to loose it difficult enough.





Oh, God....
I don't know, please help me....
Thank you god for your kindness, and bless me to meet him sooner. A man who hold my hands, who give me his sweetest smile and warmth. Who will protect my honor, who regard my feeling. He is the best man i ever meet. And i want to be his respected lover who wipe away his restlessness, his pain and sorrow, who can be trust and take care him. Amen.

Senin, 17 Oktober 2011

Akhir yang belum Ber-Akhir

This is my Road to Graduation.



it was hard to enter the college, to survive, to fight by all of my power and belief. And it is not easy to end. I start write my research "Teaching Speaking to Hotel Accommodation Students at SMK Kasatriyan Surakarta at Second Grade 2010/2011 Academic Year" in February till now. After passing hard day of research (rainy, windy, and dryness, I stand here with approval from my consultants. A lovely day, guys. But it is not the end.


I should give correction and send it to my consultant's house (Mr. Anam Sutopo) in Boyolali after all day long waiting for Mrs. Aryati Prasesyarini, my fist consultant.


Thank you God for your kindness and for all of your blessing to finish my research. God, bless us to finish this hope and hard work by your happiness. Ameen


Jumat, 12 Agustus 2011

BAKA ONICHAN

BAKA
BAKA
BAKA T___T


huhuhu....huhuhu... Kennii...nanni wo shitte iru? Atashi wa mite anata no MV. Aku suka, kau manis sekali tapi... Demo... Demo... Demolution

Daikirai
Daikirai
Daikirai
Daikirai T____T

KEnapa kau cabut bunga-bunga yang kutanama dan kurawat penuh kadsih dan perjuangan. Padahal mereka sedang mekar indah-ndahnya.

Huhuhuhu...huhuhuhu....huhuuhu...

Semalam aku memang main sama Aizen lagi. Tapi kan di AU bukan RW. Yes, he kiss me in my story of course. And you #$%$#@$%^&^*f*****her. Aku jadi bicara kasar kan. karena kesal. bulan lalu. aku ke kampus dnegan perasaan galau, muka merah dan panas yang aku sampai nggak tahan. Rsanya darah ngumpul di pipiku. AKu tidak bisa langsung pulang krena persaan itu, demo...



Ohkuchi Kengo san. It can be said that, not love at the first sigh. But your elegance trap me. it is because of Aizen, right.







Skarang, sekarang, sekarang
Aku mau nangis
Aku benci Kennii
Tapi aku tidak akan berhenti
Aku akan terus menyukai Kennii
Aku berusaha untuk konsisten (meski dijalan yang salah ya?)

YAh, pokonya begitu. AKu ingin tetap menyukai KOhkuchi KEngo san. Kennii.


Aishiteru yo....




Selasa, 09 Agustus 2011

August Serenade

Desclaimer : Bleach by Kubo Tite
Rate : Indonesian.
Setting : Seiretei-Rukongai (Soul Society)
Type : OOC/AU/M
Genre : Romance/Aizen Sousuke-Rekka
Mood : T_T losing you




“Langit biru awan melintang. Seluas apakah dunia membentang” ucap seorang gadis yang duduk di lantai kayu sebuah pondok yang ada di sebuah taman dengan air danau yang tenang dan kabut tipis disekitarnya. Rambutnya di sanggul dengan sebuah jepit bunga senada dengan yukata yang dikenakannya. Tatapanny a mengarah pada langit biru di atasnya.

“Kita adalah daun di antara daun. Tidak tahu ada berapa. Biarkan angin membawamu dan lihatlah dunia” balas seorang pria yang duduk disamping gadis itu. Rambut panjangnya memutih. Bukan karena waktu semata tapi karena sakit yang dideritanya sejak remaja.

“Kalau daun ini terbang, bisakah dia kembali? Seperti bunga yang jatuh di hulu menuju hilir. Tidak mungkin dia kembali” dihanyutkannya setangkai bunga lili merah di air kolam itu. Alirannya lambat namun bunga itu hanyut juga.

“Dia akan kembali kalu kau memungutnya sebelum hanyut” balasnya memungut bunga yang dihanyutkan gadis itu dan menyematkannya di atas telinga.

“Taichou, kenapa membalasnya begitu?” (TT__TT) Rekka memeluk tiang sambil beruraian airmata mendengar jawaban dari taichounya.

“Rekka san, dari pada memeluk tiang, peluk aku saja” ucapnya dengan senyum mengembang.

Kata-kata itu memebuat Rekka tumbang, bahkan rohnya keluar dari mulut. Betapa sang taichou bisa berubah genit seperti itu.

“Ah, aku salah ya?” ucap Ukitake Juushiro menatap fukutaichounya yang terkapar.

“Sumakatta”

“Hai” akhirnya nyawa Rekka kembali ke tubuhnya. “Juushiro sama, tolong jangan diulangi ya” pintanya dengan tampang madesu.

“Soalnya menggodamu itu menyengakan”

“Taichou....” (TT__TT) kembali, gadis itu berurai airmata.

“Baiklah baiklah” uapnya sebelum roh fukutaichonya benar-benar menguap.
Saat itu mereka sedang menghabiskan suatu senja di musim panas di Ugendo Koen, tempat peristirahatan faforit Ukitake Juushiro di barak pasukan tiga belas. Ditemani dengan mochi kacang merah dan teh hijau ynag menyegarkan. Tak lupa kantong es untuk mengkompres kepala sang taichou yang sering kepanasan.

“Panas” gumam gadis itu sambil mengayunkan kipas ke arah lehernya yang basah oleh titk-titik keringat.

“Nanti malam mau lihat hanabi?”

“Iya. Mana bisa aku menolak permintaan Hinamori”

“Permintaan go ban tai fukutaichou atau taichou-nya ya?”

“Taichou, apa maksudmu?” (=.= ”)

“Tidak ada” ucapnya meletakkan kantong es di kepalanya. Tampaknya mulai kepayahan dengan panas yang menyengat siang itu.

“Taichou” panggil Kotetsu Kiyone yang berlari membawa nampan berisi es serut di ikuti Kotsubaki Sentaro.

“Ah, es serut” Rekka segera mengambil semangkok dan menyendoknya sebelum meleleh. Rasa dingin dan segar buah ceri memenuhi mulutnya. “Oishii...”ucapnya diantara senyum riang.

“Taichou, silahakan” ucapa Kiyone yang menyuapkan es ke mulut sang taichou.
“Aku bisa sendiri” ucapnya menolak suapan itu dengan kerepotan karena Sentaro juga ikut-ikut meyendokkan es dihadapan Ukitake. Sementara Rekka melihatnya sambil tertawa cekikikan.

^*^

“Kereika?” tanyanya pada gadis yang berdiri menatap bulan di Senzaikyuu. Angin kering berhembus pelan di bulan Augustus yang panas. Memainkan helaina rambut yang diikat ekor kuda.

“Doumo” sapanya yang membungkukkan badan pada pria yang jabatannya lebih tinggi darinya. Bulan malam itu bersinar separuh. Terang dengan cahaya pucatnya di sertai serakan bintang di sekitarnya. Bulan itu, tersenyum sedih, seperti mata gadis itu.

“Bukankah bulan itu terlihat sedih?”

“Ah, aku tidak tahu, maaf” kembali ditatapnya bulan sendu di langit Seiretei. Kekosongan menyergapi hatinya. Ada yang hilang. Ada yang salah.

“Apa kau tidak dingin? Keluar ditengah malam begini?” dipakaikannya haori miliknya pada bahu gadis itu. “Apa ada yang merisaukanmu?”

“Ie, arimasen.” Dilepasnya haori itu dan dikembalikan pada pemiliknya. “Sumimasen” ucapnya sebelum pergi.

Aizen Sousuke hanya mampu menatap sosok itu menghilang dari hadapannya. Ada yang tidak beres dengan gadis itu, Aihana Rekka. Bukan kali ini saja dia menemukan gadis itu berkeliaran ditengah malam. Apa yang dilakukannya selarut ini?

****

“Ohayou” sapanya pada sang wakil yang telah duduk di koridor. Menatap langit dengan matahari pagi yang cerah ceria. “Kau bangun pagi sekali”

“Ohayou” sapanya dengan senyum sekilas. “Iya, aku bangun cepat” jawabnya. Tapi mata gadis itu, bukan mata orang bangun tidur, melainkan mata yang tidak tidur sama sekali.

“Ada apa Rekka san?”

“Nandemo nai” jawabnya singkat yang segera bangkit.”Ah, Juusiro sama, aku sudah membuat sarapan”

“Ah, hiru gohan o tabemasu”

****

“Ohayou, Aizen taichou” sapa Hinamori Momo saat bertemu kaptennya di koridor menuju ruang pertemuan harian.
“Ohayou, Hinamori kun” balasnya dengan senyum menyertai. Membuat wakilnya tersipu merah. Keramahannya, kelembutannya, suaranya, semua yang ada pada dirinya melekat erat dalam ingatan gadis manis itu, sejak pertama bertemu.
“Mataharinya terik ya? Bulan Agustus memang puncak musim panas”
“Ya, apa kau ada rencana?”
Digelengkannya kepala gadis itu. “Ie, masih banyak pekerjaan kan”
“Naruhodo”
“Ohayou Aizen taichou” sapa Ichimaru Gin yang muncul entah dari mana.
“Ohayou, san ban tai taichou, hisashiburi” sapanya dengan sebuah senyum ramah menyertai. Kontras sekali dengan senyum ganjil lawan bicaranya
“Ya, aku banyak pekerjaan jadi tidak mengikuti pertemuan harian”
“Souka?”
“Tapi, akhir-akhir ini suasanannya tenang ya?” dipandanginya sekitar yang tidak begitu ramai seperti hari-hari sebelumnya. “Tampaknya banyak yang membenci panas ini ya”
“Sepertinya begitu”
Sepertinya. Tapi selalu ada saja satu orang bodoh yang rela membakar dirinya diterik matahari sambil bermain api panas. Siapa lagi kalau bukan Juu san ban tai fukutaichou yang sedang bergundah hati. Dia datang di ruang pertemuan para wakil kapten dengan tubuh penuh keringat.
“Ohayou” sapanya sambil mengelap keringat yang berjatuhan dengan handuk ditangannya.
“Rekka san, rajin berlatih ya” ucap Hinamori Momo dengan senyum manisnya sambil membagikan agenda harian.
“Ya” jawabnya singkat dan segera membaca agenda harian tersebut. Ada patroli malam di Rukongai. Dia mendapatkan jatah pada hari ke dua puluh lima bersama Kira Izuru.
“Rekka san, kita patroli bersama ya”
“Ya, mohon kerja samanya” ucapnya sopan sebagai junior.
“Ah, tidak perlu bersikap formal begitu” jawabnya dengan senyum lebar mengembang yang dibalas dengan ulasan senyum gadis itu.
****
Malam ke dua puluh lima bulan Agustus yang cerah dan panas.
“Kita berpisah disini. Aku ke Selatan” ucap Kira Izuru. “Kita bertemu saat tengah malam disini” lanjutnya yang mebawa separo pasukan bersamanya. Sedangkan Rekka dengan sisa pasukan ke arah sebaliknya.
Kini, dia berdiri di atap sebuah bangunan yang cukup tinggi. Sebuah reruntuhan rumah. Entah rumah siapa. Tapi cukup besar untuk ukuran rata-rata rumah di Rukongai.
“Rekka fukutaichou, tidak ada tanda-tanda mencurigakan” lapor salah seorang dari pasukan.
“Ya, lanjutkan patroli” ucapnya yang bershunpo ke tempat lainya. Dia lebih suka mengawasi dari tempat tinggi. Di bukit tidak jauh dari reruntuhan itu. Bulan tinggal sabit menggantung. Ditatapnya sejenak. Semilir angin kering mnegacaukan rambutnya.
“Kireika?”
Dia menoleh kebelakang. Tidak ada siapapun. Tapi rasanya dia mendengar suara itu. Suara lembut dan hangat. Begitu dekat. Begitu nyata. Tapi hanya gemerisik ranting yang tersisa. Tidak ada berkas reiatsu atau pun sosok yang dimaksud.
“Baka” gumamnya mencerca diri.
Setelah tengah malam mereka kembali bertemu di tempat yang dijanjikan.
“Kira san, semua baik-baik saja?”
“Ya, tadi ada holow tapi sudah kami bereskan. Bagaimana dengan daerah utara?”
“Tidak ada apa pun”
“Bagaimana kita lanjutkan patroli atau istirahat sebentar?”
“Kalian boleh istrahat” katanya sebelum kembali menghilang.
****
“Apa kau membenciku?” tanyanya yang telah berdiri di ujung tebing. Haori kaptennya melambai bersama angin kering. Helaian rambut coklatnya menari seirama. Suara hangatnya mengalun lembut. Seperti nyanyian di malam sunyi.
“Tidak. Tentu saja tidak” jawabnya yang berdiri dibelakang pria itu. “Kenapa kau berpikir begitu?”
“Karena kau selalu menghindariku. Apa kau merasa takut padaku?” tanyanya yang telah berada begitu dekat dengan gadis itu. Membuatnya tertegun.
“Itu, takut? Kenapa?”
“Mungkin menurutmu, aku mengerikan?”
“Ah, maaf aku”
“Tidak ada yang perlu dimaafkan” dibawanya gadis itu dalam dekapannya. Tangannya menarik lepas pita merah yang mengikat rambut gadis itu. Membelainya dngan begitu lembut. Hembusan nafasnya terasa hangat di telinga gadis itu. Membuatnya gemetar.
“Daijobu. Jangan bangkitkan api dalam dirimu di musim sepanas ini. Kau bisa membakar kota” bisiknya di telinga itu lembut.
“Lalu?”
“Lalu?” tanyanya balik. “Tetaplah begini” dibenamkan wajahnya ke leher gadis itu. “Rekka san” diremasnya jemari yang bergetar. Setelah beberapa saat getaran itu mereda. “Udara malam sangat dingin, kau bisa sakit karenanya” dieratkannya dekapannya.
“Aizen taichou” gumamnya.
“Nanni? Boku no hanabi?”
Lembut suaranya mengalun merdu bersama hembusan angin dingin. Hangat dekapannya. Harum tubuhnya. Sesuatu yang begitu sulit untuk di tolak.
“Samui desu” gumamnya lemah. Ada butiran hangat yang berjatuhan di pipinya dan segera terhapus oleh jemari lembut yang entah kenapa membuatnya begitu rindu. Dieratkannya dekapan itu. Rekka bersandar pada dada bidang Aizen. Memejamkan matanya tanpa berani melihat dunia.

Rabu, 20 Juli 2011

Her Dilema

Desclaimer: Bleach by Kubo Tite
RAte: OOC/M
Setting: Soul Society (Seiretei)
Genre: Romance/Hurt
Mood: Sad???


“Kenapa kau selalu menghindariku, juu san ban tai fukutaichou”
Gadis itu tersentak seketika, menengadah memandang shilouette pria yang berdiri di sampingnya, membelakangi matahari.
“Ai-zen taichou” ucapnya terkejut. “Bukan apa-apa” jawabnya membuang muka.
“Kenapa?” ditatapnya mata gadis itu dalam. Ada rasa tidak nyaman pada dirinya. “Kenapa kau tidak menjawabku?” diangkatanya dagu gadis itu tapi segera ditepisnya. Dia mundur beberapa langkah dengan tubuh gemetar. Matanya melebar. Wajahnya ketakutan memperlihatkan sebuah teror yang melandanya.
“Juu san ban tai fukutaichou, daijobuka?” pria itu mendekatinya, meraih tangannya namun sebuah bara api terlontar ke arahnya. Api dari pedang gadis itu. Kenapa dia berubah begitu cepat, kenapa dia mengamuk seolah kerasukan, dan kenapa tubuhnya terus bergetar. Ada selaput bening membayang di matanya yang beberapa detik kemudian berubah menjadi aliran di pipinya yang pucat.
“Pergi” erangnya. “Pergi....” teriaknya mengarahkan pisau-piasu api secara brutal. Dan pria itu pun mau tidak mau harus bershunpo untuk menghindarinya dan berhasil mencengkram lengan gadis itu.
“Rekka tenanglah” bisiknya. Namun amarah gadis itu semakin tak terkendali dan menghunuskan pedangnya ke bahu pria itu dan yang membuatnya tersadar, perlahan.
“A...A...Ai..zen...taichou” matanya terbelalak. Tubuhnya masih bergetar, pedang ditangannya pun jatuh menyisakan detingan nyaring. Sesaat kemudian pandangan matanya mulai berkunang-kunang, nafasnya sesak lalu roboh begitu saja. Sebelum kepalanya membentur tanah Aizen telah menangkappnya. Keringat dingin membasahi tubuh gadis itu dan tubuhnya demam tinggi.

****

“Rekka san, daijoubu?” Ukitake Juushiro menatap wakilnya kahawatir.
“Dimana aku?” tanyanya hendak bangun tapi di cegah oleh sang kapten. “Taichou?” ditatapnya pria itu penuh tanya. Ingtannya mulai tersusun kembali, menyadari bahwa ada seseorang yang telah dia lukai tanpa sebab.
“Aizen taichou sedang istirahat di kamarnya”
“Gomenasai” ucap gadis itu memejamkan mata. Menyesali kecerobohannya.
“Ii daiyou” ucapnya dengan senyuman yang lembut menenangkan. “Hari ini istirahatlah” katanya sebelum meninggalkan tempat itu. Dia seharusnya di hukum atas tindakannya itu. Menggunakan zanpakutou dalam seiretei tanpa ijin. Melukai seorang kapten. Membuat kerusakan. Tapi kenapa dia terbaring disini, di rumah sakit?
****
Dua hari telah berlalu sejak insiden itu. Taichounya tidak mengatakan apa pun. Tidak ada laporan apa pun. Semua berjalan normal seperti biasanya. Rapat harian, paper work, membaca buku, merangkai bunga dan latihan. Seperti sore itu. Rekka merangkai beberapa krisan dan tulip pada sebuah jambangan. Ketika dilihatnya Juu ban tai taichou dan Go ban tai fukutaichou sedang berjalansambil bercanda. Dia tahu mereka adalah sabat sejak kecil, tidak heran bila sering bersama. Dan ingatannya pun kembali ke sosok kapten itu.
“Bagaimana dengannya?” ditatapnya bunga-bunga itu pias. Dan sebuah krisan pun melayu lalu mengering ditangannya. Gadis itu pun segera beranjak dari sana. Meninggalkan rangkaian bunga setengah jadi begitu saja dan pergi ke barak divisi lima.
“Sumimasen” ucapnya saat berdiri di depan pintu kantor yang tertutup. Tidak ada jawaban. Gadis itu menunggu beberapa saat namun sepertinya tidak ada siapapun disana. Dia terus berdiri didepan pintu itu tanpa bergerak.
“Rekka san, doushite?” seorang gadis menghampirinya. Hinamori Momo. “Ada apa?”
“Tidak. Bukan apa-apa” ucapnya dengan sebuah senyum. “Hanya berkunjung, kenapa sepi sekali?”
“Iya” ucap gadis itu membuka pintu kantor. “Taichou sedang istirahat dikamarnya”
“begitu”Rekka menundukkan wajahnya, semakin merasa bersalah atas tindakannya.
“Sepertinya taichou kurang hati-hati saat latihan dan mengalami cedera” lanjutnya. “Mau minum teh”
“Ah, tidak. Aku hanya mampir sebentar. Aku kembali ke barak sekarang”
“Kenapa terburu-buru?”
“Ada hal lain yang harus aku kerjakan”
“Kalau ingin bertemu Aizen taichou, aku bisa mengantarmu”
Gadis itu menghentikan langkahnya dan berbalik. “Apa?”
“Kau kemari karena ingin bertemu dengan taichou ka?”
“Bagaimana bisa...”
“Karena Aizen taichou ingin bertemu denganmu” ucapnya.
“Ke.. Kenapa?”
“Dia bilang ingin berterimakasih karena telah membantunya meredakan monster di pantai”
“Oh”

***

“Mou ichido, gomenasai” ucapnya menundukkan kepala dihadapan pria itu. Dia duduk bersandar di salah satu dinding dengan kimono tidurnya.
“Hanya luka kecil, bukan masalah” pria itu menatap Rekka. Lagi-lagi wajah gadis itu terlihat muram. Apa dia sedang sakit? Kenapa setiap bertemu dengannya selalu ada sesuatu yang salah. Seperti rasa sakit yang mengganggu. Dia tidak mengenal gadis ini sebelumnya. Ukitake hanya mengatakan bahwa dia mantan onmitsukidou.
“Juu san bantai taichou, kenapa kau tiba-tiba hilang kendali?”
Gadis itu tidak menjawab. Tubuhnya kembali bergetar. Tangannya mengepal seperti menahan sesuatu yang berat dalam dirinya. Beberapa saat kemudian getaran itu mereda dan hilang. “Maafkan aku” ucapnya meninggalkan pria itu.

****

Pagi itu Rekka duduk, di tempat itu, di tempat dia senang menghabiskan waktu sebelum jam kerja. Di atap soukuheki timur. Puluhan burung terbang mengitarinya tapi tak dihiraukan. Dia duduk, memandang sereitei tanpa ekspresi. Akhirnya dia ada di tempat itu. Menjadi dewa kematian seperti keinginannya saat berusia dua belas tahun. Usia yang dibencinya. Yang membuatnya tidak mampu memafkan diri sendiri.
“Seorang diri menatap seiretei yang agung” seorang berhaori kapten kembali muncul dihadapannya namun tidak hendak melarikan diri dari pria itu.
“Ya” jawabnya singkat.
“Aku masih belum memaafkanmu” ucapnya kemudian duduk di samping gadis itu.
“Gomenasai”
“Apa kau baik-baik saja?” tanyanya sambil mengamati gadis itu lekat. Membuatnya jengah. Lalu melempar tatapnnya ke langit luas.
“Ya”
“Aku minta maaf karena membuatmu tertekan beberapa kali” pria itu menundukkan kepala padanya membuatnya bingung harus berbuat apa.
“Bukan salahmu” ucapnya setelah beberapa saat dalam keheningan. “Hanya kenangan yang sulit dilupakan” lanjutnya.
“Kenangan? Kenangan buruk?Pasti menyakitkan?”
“Ya” ucapnya. “Begitu buruk sampai aku mebenci diriku sendiri” ucapnya dengan seulas senyum menyakitkan. “Bodohnya aku” disisirnya rambut sebahunya dengan jemarinya. Begitu penuh dengan emosi yang sulit dimengerti. Antara keindahan, kesedihan, kekaguman dan kebencian yang bercampur dengan penyesalan.
“Apa itu kalau aku boleh tahu” tanya pria itu yang langsung mendapat tatapan yang mengerikan. Apakah ini yang membuatnya sulit utuk didekati bahkan olahe Ukitake sendiri. “Tidak perlu bila memang begitu menyakitkan”
“Sepuluh tahun yang lalu” mulainya. “Aku yang masih begitu muda dan polos. Aku yang tidak peduli pada apa pun bahkan diriku sendiri” dia berhenti berkata. Tubuhnya mulai menggigil. “Aku pergi ke perbatasan desa, seperti biasanya. Aku senang disana. Menatap sungai yang indah, padang bunga yang cantik. Tapi sayang sekali bunga-bunga itu akan segera layu bila kusentuh bahkan mengering dan terbakar” senyuman itu kembali muncul. Senyuman yang memilukan dari seorang gadis manis.
“Entah kenapa holow mulai bermunculan ditempat itu dan aku tidak tahu harus bagaimana” ucapnya datar tanpa menoleh sedikit pun. “Saat itu yang aku pikirkan hanya lari dan lari. Ya, aku hanya bisa berlari. Benar-benar tidak berguna” desahnya kemudian. “Dalam pelarianku aku bertemu dengna seseorang. Aku tidak tahu dia siapa tapi dia bisa memusnahkan holow itu sekali tebas. Dan aku yakin dia bukan dewa kematian”
“Dan dia bukan lagi manusia atau konpaku. Dia telah dirasuki oleh hollow” tangannya kembali mengepal dan tubuhnya bergetar hebat. Matanya melebar penuh kebencian. “Dia orang itu atau siapa pun dia melilit tubuhku dengan sulur yang muncul dari tangannya. Dan semua itu terjadi” dia memegangi kepalanya. Berharap kepala itu copot dan semua kenangan buruk itu menguap. Butir-butir bening berjatuhan ke pipinya. “Aku tidak bisa melawannya”
“Juu san ban tai fukutaichou” panggilnya, ragu untuk menyentuh gadis itu. Tapi rasa sakit dan menderita membayangi wajahnya yang kian pucat.
“Aku membenci diriku yang lemah. Aku benci. Aku benci” ucapnya berulang kali. Dan Aizen pun membawa gadis itu dalam dekapannya. Namun gadis itu meronta dan sempat memukulnya beberapa kali.
“Rekka... Tenanglah, Rekka” dibenamkannya kepala gadis itu dalam dekapannya. Bisa dia dengar isakan itu berangsur membaik. Dia tak lagi meronta hanya menangis. Menangis dalam dekapan pria itu. Entah kenapa sakitnya, melihat dia kesakitan tersiksa oleh ingatan masa lalu membuatnya tidak ingin melepaskan gadis itu. “Rekka, daijobu. Watashi wa koko ni iru” bisiknya.

****

“Juushiro sama, sebaiknya istirahat saja. Aku bisa mengerjakan semua ini sendirian”ucap Rekka saat membujuk taichounya yang sakit-sakitan untuk istirahat. Dan saat itu mereka bertemu dengan Aizen dan Hinamori.
“Aizen taichou” sapa Ukitake.
“Ukitake taichou, tampaknya kau sedang tidak sehat”
“Hah, memang terlihat begitu ya. Makanya Rekka memaksaku untuk istirahat”
Saat itu Rekka hanya mengaguk dan tidak megatakan apa pun sampai mereka berpisah.
Alasannya masuk akademi dewa kematian adalah untuk memusnahkan Hollow sebanyak mungkin. Mencegah terjadinya tragedi yang pernah menimpanya agar tidak terjadi pada orang lain, terutama perempuan. Dan dia sangat menikmati setiap eksekusi yang dilakukannya.
****
Entah kenapa bayangan gadis itu terus memenuhi kepala Aizen. Gadis misterius yang menarik. Sama menariknya dengan bunga yang tumbuh di sisi tebing terjal. Hanya bisa dikagumi tanpa bisa menggapainya. Dihirupnya harum teh butan Hinamori. Harum lemon dan madu. Harum yang mirip seperti gadis itu. Teh itu seperti mendorongnya untuk bertemu kembali dengan wakil kapten divisi tiga belas yang baru dua minggu menjabat. Gadis yang biasa saja. Tidak istimewa tapi mampu mencuri perhatiannya atau bahkan mungkin hatinya. Dari semua kapten yang ada sekarang hanya Kuchiki Byakuya yang pernah menikah. Meskipun satu tahun setelah pernikahannya istrinya meninggal. Benar-benar menyedihkan.
“Ginka?”
“Nee, Aizen taichou sepertinya sedang serius memikirkan sesuatu ya?”
“Apa aku terlihat seperti itu?”
“Sedikit” ucapnya dengan senyuman khas.
“Sou ka?” sebuah senyum tipis terlukis dibibirnya.

****

Ukitake Juushiro baru saja kembali dari tempat sahabatnya, Kyoraku Shunsui. Dan menemukan sang wakil tertidur di koridor dengan sebuah buku tergeletak di sampingnya. Helaian rambutnya menutupi sebagian wajahnya. Untung tidak mirip sadako, karena rambutnya hanya sebatas bahu. Dia mengenakan yukata sederhana berwarna biru. Entah kenapa dia bisa tertidur di tempat seperti itu dan... Ukitake memalingkan wajahnya yang memerah. Kerah yukata gadis itu melorot, sepertinya dipakai asal-asalan karena selain ikatannya serampangan juga membuat bahunya terlihat. Ukitake pun melepaskan haori kaptennya dan memakaikan pada gadis itu tepat saat dia membuka mata.
“Taichou” gadis itu langsung siaga.
”Kenapa kau tidur disini?”
“Ah, eh, maaf. Sepertinya aku ketiduran saat sedang membaca” ucapnya sambil membetulkan kerahnya kembali.
“Lain kali membacalah di dalam saja” ucap Ukitake mengambil haorinya yang terlantar di lantai kayu. “Udara di luar dingin, jangan sampai kau sakit” tambahnya dengan sebuah senyuman yang membuat gadis itu merona karena malu.
“Hai, Juushiro sama”
“Ah, aku ada oleh-oleh dari Shunsui” diangkatnya sebuah kantong. “Ayo kita makan sama-sama” ucapnya berjalan dengan diikuti Rekka di belakangnya.
Gadis itu masih trauma bila di sentuh atau di dekati laki-laki. Tapi entah mengapa tidak semuanya diperlakukan seperti itu. Dia bersikap biasa saja pada para wakil kapten maupun shinigami yang lain meskipun tetap waspada dengan wajah juteknya. Tapi pada Ukitake, ada perbedaan yang sedikit mencolok.
“Taichou masih menulis novel?” tanya Rekka yang menikmati dango buatan Ise Nanao di ujung ruangan.
“Ah, ya. Masih belum selesai, Sogyo no Kotowari ini adalah cerita yang panjang tentang kehidupan dalam seiretei”
“Oh” disuapnya sebuah dango. “Aku juga” gumamnya.
“Apa?” pria itu mengangkat wajahnya memandang sang wakil yang mengamati dango dengan toping kacang dan meletakkannya kembali. Gadis itu tidak suka kacang meskipun itu lezat.
“Kau juga apa, Reka san?”
“Ah, eh. Bukan apa-apa. Hanya menulis saja” jawabnya hampir sekenanya, benar-benar tidak sopan.
“Kapan-kapan kita baca bersama” tawarnya dengan senyuman yang lembut. Pipi Rekka kembali merona dan buru-buru dipalingkannya ke luar jendela.
“Taichou, aku permisi dulu” ucapnya bangkit dan membungkukkan badan. “Terimakasih untuk omiyagenya”
“Ya” jawab kapten itu singkat, memandangi wakilnya yang menghilang dibalik pintu.
Sepuluh tahun yang lalu gadis itu adalah pelayan di rumahnya. Tapi reiatsu yang dimilikinya benar-benar unik. Terkadang terasa, terkadang lenyap begitu saja . Seseorang menemukannya di perbatasan Rukongai. Tubuhnya terbakar. Orang itu pikir dia mati karena di serang hollow yang muncul. Tapi salah. Hollow itu hangus menjadi debu. Dan api yang membakar gadis itu berasal dari tubuhnya sendiri
“Apa itu” Ukitake memungut sebuah buku yang tergeletak tak jauh dari tempat Rekka duduk. “Icha Icha Paradishe” judul buku itu. “Buku yang asing” gumamnya dan membuka halamannya satu per satu. Seketika pipi pria itu merona merah. Entah apa yang tertulis disana.

***

“Ohayou”sapa Hisagi Shuuhei pada Rekka yang datang di ruang rapat.
“Ohayou” balasnya langsung duduk di salah satu kursi. Entah kenapa wajah gadis itu terlihat resah.
“Ada yang salah?”
“Ng... Tidak” jawabnya singkat. “Hanya kehilangan sesuatu. Atau aku lupa meletakkan benda itu”
“Apa?”
“Buku”
“Buku? Buku apa?”
“Tidak penting” jawabnya memalingkan wajah, menahan panas di pipinya. Khawatir kalau buku itu ditemukan oleh orang lain tepat saat Sasakibe dan fuktaichoulainya muncul.

****

Rekka beberapa kali memandangi taichounya yang sedang mengerjakan paper-work. Dia sendiri mengerjakan tugasnya dengan gundah.
“Ada apa Rekka fukutaichou, sepertinya kau sedaang tidak enak badan?” tanyanya menyadari gelagat aneh gadis itu.
“Ie, arimasen” ucapnya melanjukan pekerjaannya dan sekilas melirik sebuah buku saku hijau dibawah tumpukan kertas di meja Ukitake Juushiro. Itu buku yang dicarinya sejak semalam. Sebuah buku pemberian seorang shinobi kenalannya saat dia bertugas di Real World mengeksekusi beberapa jiwa jahat.
“Apa kau menghawatirkan ini?” diambilnya buku itu lalu diserahkannya pada Rekka yang menatap taichounya negeri. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Ada perasaan ragu-ragu untuk meraih buku itu.
“Tenang saja” ucapnya. “Tidak aku buka” tambahnya dengan sebuah senyuman bohong yang meyakinkan. Gadis itu pun meraih buku itu kembali.
“Sepertinya buku yang berharga ya”
“Ng... Begitulah. Pemberian seorang teman”
“Seorang teman? Pasti teman yang sangat dekat”
“Tidak juga. Dia seorang shinobi dari desa Konohagakure yang aku temui saat bertugas di real world. Hatake Kakashi”
“Seorang shinobi, menarik sekali”
“Ya”
Dan pembicaraan itu berakhir dengan kaku hingga mereka kembali menekuni pekerjaan masing-masing.

Summer Vacation

Desclaimer : Bleach by Kubo Tite
Rate : OOC
Setting : Soul Society (Beach)
Genre : Humor/Romance
Mood : Snewen????

Langit biru,
Pasir putih,
Burung camar,
Pantai yang menyenangkan untuk liburan musim panas.



“Haah, pantai”
“Rekka chan, kau belum pernah ke pantai ya?” tanya Matsumoto Rangiku yang telah bersiap dengan bikininya. Dan gadis itu menggelengkan keapalnya. “Kalau begitu, ayo, kita berenang”
“Aku tidak bisa” jawab gadis dengan t-shirt dan celana sebatas lutut serta sandal jepit. Rambutnya dijepit dan tertutup topi jerami.
“Sana, ganti baju. Aku akan mengjarimu berenang” tawarnya. Namun gadis itu memandang laut dengan tatapan aneh lalu mengelengkan kepala.

PRIIIIT.........

Sebuah peluit telah dibunyikan, membuat semuanya berkumpul. Kuchiki Byakuya mengenakan shirt yang tidak dikancingkan dan celana pendek. Hisagi Shuuhei, Abarai Renji dan Kurosaki Ichigo bare chest, dan....
“Ta...i...chou” mulut Rekka ternganga melihat taichounya. Ukitake Juushiro bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek, memperlihatkan dada bidang dan perut sixpack-nya.
“Nah, kita adakan kompetisi membuat patung pasir” ucap Ukitake, lalu membacakan daftar anggota. “Tim pertama, Kuchiki Byakuya dan Kuchiki Rukia. Tim kedua, Abarai, Kurosaki dan Hisagi. Tim ke tiga, Ise, Matsumoto dan Isane. Tim ke empat, Hinamori, Kurrotsuchi dan Rekka”
“Ah, a...aku tidak ikut......” ucapnya berlari meninggalkan rombongan menuju sisi lain pantai.
“Dia kenapa?” tanya sang taichou yang kebingungan melihat respon fukutaichou-nya.
“Hmmm.... Lihat saja, akan aku tunjukkan seni patung keluraga Kuchiki” ucap Byakuya datar.

^*^

Tuing... Tuing.... Tuing...

Rekka memukul kepalanya setiap teringat akan kondisi taichounya tadi. “Aaarrrrrgh.....” dilepaskannya topi jerami-nya dan mengacak-acak rambutnya sendiri. “Taichou aku tidak mau lihat” teriaknya.
“Tidak mau lihat apa?” tanya sebuah suara. Seketika gadis itu menoleh dan mendapati seorang pria berkacamata duduk disampingnya. Membuatnya ber-sweatdrop sampai membatu.
“Ah, eh,ah, Aizen taichou” ucapnya kemudian. “doumo”
“Kau tidak mengikuti permainan Ukitake?” tanyanya memungut topi jerami Rekka yang terlantar di pasir.
“Ah, ng... Tidak” jawabnya mengambil topi dari tangan pria itu. “Aku tidak bisa membuat patung pasir” ucapnya memandang sekumpulan orang yang berlomba membuat patung pasir.
“Sepertinya mereka menikmatiya”
“Ya” Rekka mulai bisa menenangkan dirinya.” Aizen taichou tidak ikut?” liriknya.
“Oh, aku tidak berminat” ucapnya sambil menggosok lensa kacamatanya.”Aku hanya ingin jalan-jalan” lanjutnya sambil tersenyum. Dan mereka pun berjalan menelusuri pantai. “Ah, baru kali ini kau tidak menghindariku”
“Ah, kerang” Rekka langsung berlari menghampiri kerang yang tergeletak tertimpa sinar matahari. “Bagusnya...” dia pun memunguti kerang-kerang tersebut dan menampungnya dengan ujung kaos, membuat sebagian perutnya terlihat. Dan saat itu Aizen melingkarkan kemejanya ke pinggang gadis itu, mebuatnya kaget dan kerang-kerang pun berjatuhan.
“Tidak baik bagi seorang gadis memperlihatkan tubuhnya pada orang asing” ucapnya setelah membalikkan badan.
“Aizen taichou, sumimasen” ucapnya mengembalikan kemeja itu pada pemiliknya. Pipi gadis itu memerah karena malu dan kepanasan.
“Kerangnya?”
“Tidak usah, tidak apa-apa”
“Benar?”
“Iya” ucapnya sambil tersenyum. Aizen menyipitkan matanya, melihat matahari yang meninggi.
“Semakin panas, mau minum?” tanyanya yang segera dibalas dengan anggukan. Mereka pun duduk di salah satu bangku di tempat teduh dan memesan minuman dingin, iced lemon tea dan es serut.

^*^

Keramaian kompetisi membuat patung pasir: Byakuya membuat boneka konpaku. Rukia membuat patung chappy, Trio berantakan (Ranji, Shuuhei, Ichigo) mengahncurkan pagoda buatan mereka karena ceroboh. Semuanya asik bekerja hingga sebuah monster semangka muncul dari kumpulan semangka yang merekabawa. Sepertinya si semangka kerasukan arwah. Monster itu memiliki tentakel dan menyerang Matsumoto dan Ise yang berada tak jauh darinya. Mereka pun berteriak-teriak minta tolong.
Renji yang tanggap pun segera berlari, berusaha membantu tapi zanpakutou-nya dan yang lain ada di dalam bus.
“Hado 4, Byakurai” Byakuya mngarahkan kidou-nya ke monster itu tapi tidak mempan.
“Hado 31, Shakkakou” Hinamori ikut turun tangan tapi percuma.
“Ambil zanpakutou!” teriak Ukitake yang diikuti beberapa orang lainya.
Sementara itu...
“Wah, di sana ramai sekali” ucap Rekka sambil menyendok es serut ke mulutnya, rasa ceri dengan potongan buah segar. “Patung semangkanya bagus. Bisa bergerak” tambahnya. Aizen pun mengikuti aras pandangan Rekka, sebuah benda aneh bergerak dan dikerumuni beberpa orang yang menembakkan hado.
“Itu bukannya monster semangka?” ucapnya kemudian.
“Eh?” gadis itu mengamati lebih teliti. Dia memang punya gangguan dengan penglihatan. Dan ternyata di tentakelnya ada Rangiku dan Nanao yang meronta-ronta.
“Wah... di serang” ucapnya berlari meninggalkan pria itu dan mewujudkan pedangnya. “Suzaku, tsubasa wo hiroge” seketika sebuah pedang berelemen api dalam genggamannya. “Hi no mae” bilah-bilah pisau api pun beterbangan memotong tentakel si bulat hijau yang ternyata adalah sulur daunnya. Tubuh Rangiku dan Nanao jatuh ke pasir yang lembut. Dan monster itu pun semakin ganas menyerang Rekka yang kembali memasang kuda-kuda untuk mnyerang langsung.
“Amaterasu no ken” kobaran api ditangannya semakin menggila. Saat hendak memutar tangan, menggandakan diri sebanyak tangan dewi Amaterasu yang masing-masing memegang pedang yang berkobar, sebuah sulur menghempaskan tubuhnya jauh ke laut namun segera ditangkap oleh Aizen yang ber-shunpo.
“Aizen taichou”
“Jangan ceroboh” ucapnya menyerahkan tubuh itu pada Ukitake, namun Rekka segera turun, masih belum mau mendekati taichou-nya sebelum mengenakan bajunya kembali.
Akhirnya monster itu hancur oleh hadosu Aizen tepat saat rombongan Renji datang membawa pedang zanpakutou. Mereka pun bersorak riang, mengangkat tubuh Aizen tinggi-tinggi, mengaraknya keliling pulau dan berakhir diikat dalam tumpukan kayu bakar untuk makan malam. Eh, lho....? (= =”)

^*^

Dan perlombaan membuat patung pasir pun kembali berlanjut. Rekka duduk dipasir mengamati pekerjaan mereka yang aneh-aneh.
“Rekka san, apa kau bersenang-senang?”
“Ah, eh, iya” ucapnya grogi saat Ukitake mendekati fukutaichou itu, tapi tatapan gadis itu dipalingkan darinya.
“Benarkah?”
“Iya, benar. Aku senang. Baru kali ini aku ke pantai” ucapnya diantara senyum palsu. Sebenarnya dia ingin memungut kerang tapi insiden tadi membuatnya merinding.
“Selesai” teriak Rangiku yang menyelesaikan sebuah patung monster semangka lengkap dengan tentakel sulurnya. Ukitake pun meninggalkan gadis itu untuk menilai patung-patung yang sudah jadi.
“Hufh...” Rekka lega, taichounya meninggalkannya sendirirna. Sekarang dia ada waktu untuk membaca bukunya yang sedari tadi ada di saku celananya. ‘Icha-icha paradise' yang diberikan kenalannya, seorang shinobi, saat bertugas di real world. Lumayan meski sedikit lecek.
“Apa yang sednag kau baca?”
“Whuaa....” karena kaget buku itu sampai terlempar ke pasir. “A...Aizen taichou” gumamnya mengatur nafas. “Jangan muncul tiba-tiba seperti itu” Rekka menggeser duduknya menjauhi pria itu.
“Hahahaha.... Maaf mengagetkanmu” ucapnya tertawa kecil menanggapi overaction fukutaichou itu. “Kau masih sempat membaca di tempat seperti ini?”
“Ah, hanya kebiasaan saja. Aku tidak suka hanya diam tanpa melakukan apa pun”
“Sepertinya menarik” Aizen melirik buku hijau lusuh yang telah dipungut oleh Rekka.
“E... Iya, sepertinya begitu” jawabnya tidak yakin, berharap percakapan itu segera usai.
“Boleh lihat?”
“Apa?”
“Aku ingin lihat” di ulurkannya tangan pria itu. Dengan keringat dingin yang mulai muncul Rekka mengulurkan tangannra ragu, menyerahkan buku itu pada tangan lain.
“Taichou, kemari....” panggil Hinamori yang melambaikan tangannya dan segera dibalas oleh pria itu.
“Mungkin lain kali” ucapnya berdiri dengan senyuman menghiasi. Pria itu pun meninggalkan Rekka yang tertunduk lemas.
“Hampir saja” disekanya keringat di keningnya. Dan ditatapnya buku itudengan perasaan’ngeri’. Dan memutuskan untuk tidak membawa lagi.

Puresento

Desclaimer : Bleach by Kubo Tite
Rate : OOC
Setting : Seiretei (Soul Society)
Genre : Humor
Mood : Duno???


“Teh, Juushiro sama” Rekka menyajikan teh pada taichounya yang sibuk mengerjakan paper-work.
“Arigatou” ucapnya dan kembali menekuni paper-work yang ada. “Apa masih ada paper-work yang harus aku kerjakan?”
“Tidak ada” jawab gadis itu singkat. “Kenapa tidak dikerjakan dnegan komputer saja?”
“Tidak boleh” jawabnya. “Menggunakan komputer memang cepat. Tapi menulis tangan adalah suatu seni yang indah” jawabnya dengan sebuah senyuman yang membuat gadis itu menunduk, kembali mengerjakan pekerjaannya yang sempat terhenti.
“Repot sekali” gumamnya saat memandangi tulisan tangannya yang kalah jauh dibandingkan tulisan tangan sang atasan. Mebuatnya geli sendiri. Fukutaichou baru itu pun mengedarkan pandangannya karena pegal, tidak terbiasa dengan sekedar duduk dan membuat laporan. Mantan pasukan Onmitsukidou itu biasanya ya memata-matai dan mengeksekusi orang. Tapi kali ini dia harus duduk manis dan mendengarkan semua perkataan Ukitake Juushiro.
Pandangan gadis itu teralihkan pada Kapten batalion ke lima yang sedang berjalan dengan wakilnya di gedung yang berseberangan dengan gedung kantor batalion ke tiga belas. Wakil kapten itu terlihat manis dimata Rekka, seperti buah plum masak. “Pasti enak, makan buah plum” pikirnya saat kapten itu melemparkan sebuah senyuman padanya. Rekka pun tertegun, kaget dan segera menundukkan wajah, kembali berkonsentrasi dengan pekerjaannya.

****

“Bosan” gumam Rekka saat berjalan-jalandi seretei setelah jam kerja usai. Biasanya dia akan mengembara di tempat baru saat bertugas di Real World dan mencari sesuatu atau tempat yang menurutnya menarik. Saat hendak berbelok, matanya menagkap sebuah haori yang melambai tertiup angin. Sosok kapten itu berdiri sambil tersenyum.
“Go ban tai taichou” Rekka membungkukkan badan, memberi salam dan segera berbalik arah, kembali ke barak batalion 13. Kapten itu memandang kepergiannya dengan heran.

****

“Rekka san” ucap Ukitake Juushiro suatu pagi. “Tolong kau antarkan ini ke tempat Juu ban tai taichou dan Go ban tai fukutaichou” Kapten itu menyerahkan dua bungkusan.
“Apa ini? Sake?”
“Bukan bukan.. mereka belum cukup umur” ucapnya mengibaskan tangan.
“Lalu?” gadis itu mengamati bungkusan dengan seksama.
“Itu hanya snack. Jadi, tolong antarkan ya”
“Hai, Juushiro sama, aku pergi dulu” ucapnya membungkukkan badan lalu berlalu dengan parsel di kedua tangannya. Dlam hati dia bertanya-tanya kenapa memintanya mengantarkan parsel pada dua orang itu. Apa ini juga termasuk tugas seorang fukutaichou?

****

“Ohayou” ucap Rekka pada Matsumoto Rangiku, Juu ban tai fukutaichou.
“Ah, Rekka chan, ada perlu apa?” tanyanya ceria seperti biasanya.
“Aku diminta Ukitake taichou mengantarkan parsel untuk Hitsugaya taichou” jawabnya menyerahkan bungkusan itu pada sang wakil.
“Huh... Pasti snack lagi” keluh sebuah suara yang entah muncul dari mana.
“Taichou”
Seorang anak kecil dengan rambut putih telah duduk di meja kerjanya, membaca laporan.
“Doumo” ucap Rekka membungkukkan badan.
“Sampaikan terimakasihku pada ukitake”
“Baik. Aku permisi”ucapnya berlalu.
“Isinya apa ya?” Matsumoto Rangiku mengamati bungkusan itu lalu membukanya. Di dalamnya berisi beraneka permen, cokelat, biskuit, keripik, bahkan soba instan. “Wah, banyak sekali”
“Kalau kau mau, makan saja” kata kapten itu tidak berselera dan menunjukkan wajah depresi. ”Kenapa orang itu selalu meperlakukan aku seperti anak kecil” gumamnya kesal.

****

“Ohayou” ucap Rekka di kantor Go ban tai. Namun tidak mendapat jawaban. Menyadari pintu yang sedikit terbuka dia pun masuk. “Ano... Sumimasen” di ruangan itu tidak ada siapa pun. Ini pertama kalinya dia masuk dikantor Go ban tai taichou. Tidak jauh berbeda dengan kator yang lainya.
“Bagaimana ya?” Gadis itu berpikir sesaat. “Aku tinggal disini saja” dia pun meletakkan bungkusan tersebut di meja.
“Sedang apa kau disini?” sebuah suara yang lembut dan dalam membuatnya hampir terkena serangan jantung.
“Go ban tai taichou” ucapnya sweatdrop serasa napi yang tertangkap saat mencoba kabur dari penjara.
“Oh, Juu san ban tai fukutaichou yang baru rupanya. Ada perlu apa?”
“A... Aku... Taichou, mengantarkan titipan” ucapnya berantakan membuat kapten itu menatapnya heran dan membuatnya semakin bersweatdrop. “Ini titipan untuk Hinamori fukutaichou dari Ukitake taichou” ucapnya kemudian. “Aku permisi” gadis itu pun langsung kabur meninggalkan pria itu dalam keadaan bingung untuk kedua kalinya.

****

Suatu siang di Kediaman Ukitake Juushiro, Barak divisi 13.

“Ukitake, kemana Rekka chan? Aku tidak melihatnya sejak tadi”
“Ah, entahlah. Dia bilang ingin membuat sesuatu” ucap Ukitake membuka kartu ditangannya.
“Begitu?” Kyoraku pun membuka semua kartu ditangannya. “Aku menang lagi” ucapnya senang karena akan ditraktir sake oleh sahabatnya.
“Hm... Kyoraku, apa kau mencium sesuatu?”
Snif snif snif Kyoraku mengendus endus “Seperti bau gosong” ucapnya mengernyitkan dahi.
“Ah, Rekka” mereka pun berlari ke arah dapur dan menemukan sang wakil dan omelet gosong dihadapannya,
“Gagal lagi” gumamnya T_T
“Wah, sayang sekali. Padahal kelihatannya enak” hibur Kyoraku.
“Rekka. daijoubu”
“Juushiro sama, aku tidak apa-apa. Aku bisa mencobanya lain kali atau belajar dari fukutaichou yang lain” ucapnya menghibur diri sendiri. “Maaf tidak pernah menyajikan sesuatu yang layak”
“Itu tidak masalah”
“Nee.. Rekka chan, bagaimana kalau belajar dengan Nanao chan-ku?”
*****
Dapur divisi 8, sore.
“Bulatkan adonanya selagi panas” ucap Ise Nanao yang membuat bulatan mochi isi kacang merah. “kalau tidak dibuat dengan cepat adonannya akan mengeras” lanjutnya. Rekka pun mengikuti instruksi Nanao namun karena panas adoanan ditangannya dilemparkan begitu saja hingga menempel di wajah perempuan di sampingnya.
“Go-me-na-sai” ucapnya dengan perasaan bersalah campur malu dan kaget.
“Daijobu daiyo” ucapnya membersihkan muka.

***

Dapur divisi 10, sore, dua hari kemudian.
“Ya, bagus. Tumis sampai bumbunya meresap” Ucap Matsumoto Rangiku.
“Baunya harum sekali” Rekka menghirup aroma sedap masakannya.
“Agar lebih enak tambahkan sake” Rangiku menuangkan sake pada wajan dan
BUMB.... PRANG... KLONTANG... KLONTANG...
“Hwua...... Gomene Rangiku san” Rekka panik dan membereskan wajan beserta isinya yang berantakan dilantai. “Aku takut pada api besar”
“Sudahlah” Matsumoto Rangiku menghela nafas. Fukutaichou dengan zanpakutou elemen api takut pada api. Benar-benar payah.

****

Dapur divisi 13, sore, stu mingu kemudian.
“Ini umeboshi kan?” Rekka menusuk-nusuk benda bulat berwarna pink dalam piring dengan sumpit.
“Iya. Sebagai awalan kita buat onigiri” ucap Hianmori Momo yang membuat kepalan nasi berisi umeboshi. “Kita buat kepalan dulu, bentuk segitiga dan beri nori” lanjutnya meletakkan sebuah onigiri cantik pada nampan. “Bagaimana mudah kan”
“Ya, aku coba” Rekka menirukan instruksi Hinamori, namun onigiri buatannya tidak berbentuk segitiga melainkan bola. “Eh, bagaimana ini?”
“Tidak masalah masih bisa dimakan” jawabnya sambil menggigit onigiri buatan Rekka.
KARAUK... KARAUK...
“Ke...kenapa suaranya begitu?” Rekka bersweatdrop melihat Hinamori memakan onogiri abnormal buatannya. “Se...seram...” gumamnya kemudian.
“Kita bisa coba lagi” ucap gadis itu penuh senyum semangat.
“Baik”

*****

Satu minggu kemudian. Setelah membuat dapur divisi 13 kebakaran.
“Enak”
“Benarkah?”
“Benar” ucap Ukitake dengan senyum menawannya. “Cocok sekali dengan teh yang kau buat” lanjutnya menggigit mochi teh hijau buatan tangan Rekka.
“Kalau begitu aku akan membaginya dengan Hinamori fukutaichou” ucapnya bersemangat dan segera kembali ke dapur untuk menata mochi-mochi itu.

****

“Rekka san, terimakasih. Pasti enak” ucapnya dengan senyuman yang benar-benar manis.
“Aku yang harusnya berterimakasih”
“Bagaimana kalau kita makan sambil minum teh”
“Ng... Mungkin lain kali. Aku masih harus mengantarkan ini pada Ise san dan Matsumoto san” jawabnya. “Lagi pula satu minggu ini aku meninggalkan banyak pekerjaan pada Ukitake taichou” lanjutnya.
“Aku tunggu” ucapnya sebelum fukutaichou itu meninggalkan barak Go ban tai.
“Ah, kalau begini sama saja. Ada atau tidak ada aku, Kotetsu dan Kotsubaki yang mengerjakan pekerjaanku” gumam Rekka sambil melompati gedung untuk mempersingkat waktu. Dan mendarat hampir sempurna di sebuah gedung karena kaget.
“Go bantai taichou” Rekka memperbaiki posisinya dan membungkuk. Entah kenapa keadaannya selalu tidak baik. Kali ini dia mendarat tepat dihadapan kapten itu. Sebuah kebetulan yang menurutnya menyebalkan. Pria itu tersenyum saat hendak mengatakan sesuatu tapi wakil itu telah melompat ke gedung yang lainya. Ditatapnya gadis itu dengan dahi berkerut.
“Wah...wah... Ada yang tidak menyukai Aizen taichou rupanya?”
“Gin ka?”
“Jadi itu wakil kapten divisi 13 yang baru?” tanya pria kurus berambut keperakan dengan senyum diwajahnya.
“Gin, apa aku terlihat seperti setan?”
“Umm....Tidak juga” jawabnya.
“Lalu kenapa dia selalu kabur setiap bertemu denganku?” ucapnya seolah ada awan hitam dengan petir menyambar di atas kepalanya, membuat Ichimaru Gin bersweatdrop ria.

******

“Douzo” Hinamori menyajikan kue mochi dan teh pada Aizen yang baru datang.
“Kau masih saja sempat membuat kue walaupun sibuk” disupanya sebuah mochi. “Dan selalu enak”
“Sebenarnya bukan aku yang membuat mochi ini. Tadi Juu san ban tai fukutaichou yang membawanya”
“Dari Ukitake ya?”
“Rekka san sendiri yang membuatnya” ucapnya dengan senyum ceria.
“Hinamori kun”
“Ya”
“Apa aku menyeramkan?”
“Kenapa taichou bertanya seperti itu?” Hinamori menatap kaptennya heran. “Aizen taichou adalah orang yang baik dan ramah pada kami semua. Dan pastinya banyak yang menyukai Aizen taichou. Kenapa taichou berpikir begitu?”
“Sou ka?” di usapnya kepala fukutaichou itu dan membuat pipinya merona merah.
Aizen tersenyum dan menatap langit senja. Warna sakura terlukis indah, menggantikan biru yang memudar. “Omoshiroi” guamamnya kemudian.

Kamis, 07 Juli 2011

Summer Festival

Desclaimer : Bleach by Kubo Tite
Rate : Indonesian.
Type : OOC/AU
Genre : Romance/Aizen Sousuke-Aihana Rekka



Prolog


Summer.... Summer....
Sunshine.... Sunflower....
Love begin in summer....


Di kejauhan seorang pria ber-yukata sedang berjalan bersama kerumunan orang lainya yang memadati pinggiran sungai Onosegawa, dimana festifal musim panas terbesar Karakurachou selalu diadakan. Sepertinya dia tidak punya arah dan tujuan. Matanya menyapu sekeliling yang terang penuh warna hingga terhenti pada seorang wanita muda yang bernafsu menjaring ikan yang sudah teler. Tapi tidak satu pun ikan yang tertangkap.

Diamatinya beberapa saat. Sepertinya dia mengenali wanita itu. Wajahnya yang terkesan judes dan serius. Yah, agak mengecoh dengan yukata bermotif kupu-kupu dan rambut yang diikat seperti itu, masih terlihat seperti anak SMU. Bisa dikira pedofil kalau mendekatinya tiba-tiba. Apalagi ada dua remaja yang akrab dengannya.

“Hei, Memangnya aku setua itu? aku baru dua puluh tujuh tahun” kata hatinya
“Memangnya wanita itu berapa usianya?” tanya hatinya yang lain.
“Sepertinya masih SMU”
“Mana mungkin? Dia seorang reporter Tv. Lulus SMU 18 tahun. Kuliah 3 tahun. Paling tidak usianya dua puluh dua tahun kan?”
“Benar. Aku masih pantas untuknya”

“Huh, baka.” Gumam Aizen Sousuke menyadari pikiran aneh yang terlintas dikepalanya.
Entah kenapa dia peduli dengan wanita itu. Atau terpaksa peduli padanya karena kebetulan yang tidak terhindarkan. Sekali lagi tatapannya kembali pada wanita itu. Tangannya masih sibuk dengan jaring dan ikan mas, sesekali diwarnai cek cok kecil dengan pemuda disampingnya. Sepertinya adik, karena ada kemiripan diwajah keduanya. Sama-sama bermata bulat, berambut lurus yang terlihat lembut, alis yang tidak tebal dan senyuman yang khas. Kalau gadis berambut panjang yang bersama mereka, kemungkinan pacar sang adik.

Wanita itu tipe gigih atau keras kepala, tidak beda jauh memang. Menarik sekali melihatnya. Dia itu masih sibuk menangkap ikan dan terhenti untuk menerima panggilan di ponselnya. Entah panggilan apa yang mengalihkannya dari ikan-ikan teler dalam ember dan meninggalkan dua remaja yang masih asik bermain.

****

“Ah, dapat dapat” seru seorang wanita muda dengan yukata motif kupu-kupu dan rambut dijepit yang menjaring ikan mas. “Yah, lepas”. Sayang sekali, jaring kertas yang pakainya telah rusak.

“Lihat aku” ucap seorang pemuda yang juga mengenakan yukata merah bata. Di kepalanya terpasang topeng kitsune. Pemuda itu pun mulai mengubek-ubek ember berisi ikan mas dengan jaring dan seekor ikan mas berhasil dipindah ke mangkok. “Rekka nee-chan, aku hebat kan”ucapnya pamer.

“Ryuu sombong. Aku mau coba lagi” ucap Aihana Rekka yang mulai bernafsu menjaring ikan mas yang telah teler. Namun tak seekor pun yang berhasil terjerat, justru ikan berenang bebas melewati lubang jaring kertas ke limanya. Dia pun menatap kesal ikan-ikan yang menari di ember seolah mencemoohnya ‘BAKA’.

Sebuah lagu dari Gazzete “Shiver” mengalun dalam keramaian. Lantunan itu berasal dari sebuah ponsel.

“Moshi-moshi” jawabnya pada ponsel. “Iya, aku sudah disini sejak tadi. Aku segera ke sana” Aihana Rekka pun meniggalkan sang adik, Aihana Ryuu, yang masih sibuk mengubek-ubek ember ikan mas untuk pacarnya.

Aihana Rekka berjalan menuju gerbang kuil yang penuh dengan lentera warna-warni dimana Hisagi Shuuhei, Ichinose Maki dan beberapa kru lainya menunggu untuk mengadakan siaran langsung liputan festifal musim panas terbesar di Karakurachou.

“Gomene” ucapnya setengah berlari mengehampiri mereka yang telah menunggu. Meskipun bekerja ternyata mereka juga berniat untuk jalan-jalan dan melepas penat. Terbukti dengan penampilan informal mereka; Hisagi Shuuhei mengenakan singlet dan celana pendek, Ichinose Maki pun tidak jauh beda. Sedangkan Menoli, make-up artist, mengenakan yukata motif ikan mas dan kru lain yang hanya mengenakan kaos dan celana pendek.

“Yosh” ucap Hisagi. “Kawaiii...” pujinya pada wanita muda itu sambil mengedipkan mata kirinya yang disambut dengan death attack yang segera di tangkis oleh pria bertato itu dengan kekehan ala Tenma.

Author: Tenma adalah salah satu nama iblis penjaga surga yang senang tertawa.

“Dari kawasan sungai Onosegawa. Bisa kita lihat keramaian festifal musim panas terbesar tahun ini. Ramainya pengunjung dan banyaknya kios menunjukkan antusiasme warga. Malam ini juga akan di dakan hanabimatsuri seperti tahun-tahun sebelumnya. Kembang api akan diluncurkan tepat jam delapan. Sekitar seribu lima ratus buah kembang api akan menyala selama sepuluh menit”

*****

Laporan pertama telah selesai. Masih ada waktu sekira dua jam menuju jam delapan. Matahari meninggalkan semburat sakura di ujung barat cakrawala. Suasana sekitar sungai pun mulai ramai olah anak-anak maupun orang dewasa. Yukata aneka warna dan motif tampak mendominasi. Aroma lezat takoyaki, cumi panggang, unagi bakar, gulali bahkan es serut tampak menggoda. Berbagai permainan seperti menjaringikan mas, adu ketangkasan, lemar bola pun ramai di kunjungi. Penjual topeng, mainan, dan lentera pun penuh sesak. Kru TVX akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan sebentar dan menikmati suasana menyenagkan itu.

“Ryuu...” panggil Aihana Rekka pada adiknya yang bermain adu ketangkasan. Dia pun terpisah dari rombongan dan kehilangan jejak sang adik dan pacarnya yang menghilang dalam keramaian. Karena bertabrakan dengan ramainya manusia tubuhnya oleng dan hampir tesungkur kalau tidak ada yang memegangi tangannya.

“Ah, Shuu...-hei” kata-katanya terputus. Orang yang disangkanya Hisagi Shuuhei ternyata orang lain.
“Daijobu?”
“Hai, daijobu desu”

Pria itu mengenakan yukata biru bergaris, rambut coklatnya dibiarkan begitu saja, dan sebuah kacamat membingkai mata coklat terang yang mengagumkan.

“Inspektur Aizen?” ternyata inspektur itu yang menggenggam tangannya. “Gomene” ucapnya saat inspektur itu telah melepaskan tangannya. “Arigatou”.
“Oh, kau”
“Setiap tahun stasiun Tv kami selalu meliput festifal ini” terangnya tentang keberadaannya saat itu. “Apakah inspektur sedang bertugas?” tanyanya sambil berjalan di samping pria itu. Mencolok sekali perbedaan tinggi badan mereka, Aihana Rekka hanya sebahu pria itu.

“Tidak. Aku hanya melihat-lihat saja”
“Souka” gumam wanita muda itu.
“Dimana kru-mu?”

“E..to...” dilihatnya sekelilingnya. Ternyata Shuuhei, Maki ataupun Menoli tidak lagi bersamanya. “Kami tadi sedang istirahat dan jalan-jalan sebentar sebelum siaran lagi, tapi sepertinya aku terpisah” ucapnya sambil tertawa kecil. “Oh, ya, Inspektur sendirian saja?”

“Ya, kenapa?”
“Tidak. Biasanya selalu ada Ichimaru san dan Tousen san”
“Gin sudah menikah. Tidak selayaknya dia keluyuran, apalagi istrinya sedang hamil. Kaname mendapat promosi dan sepertinya dia bekerja lebih keras” jelasnya.
“Jadi karena itu Inspektur sendirian saja. Bukankah lebih menyenangkan bila ada yang menemani?”
“Kau sendiri bekerja”
“Mau bagaimana lagi, resiko wartawan” ucapnya sambil megangkat kedua tangan.
“Kalau begitu, apa kau mau menemaniku jalan-jalan sebentar?”
“Boleh”

Mereka pun berjalan diantara keramaian.

“Aku senang sekali setiap datang ke festifal seperti ini” ceritanya sepanjang jalan. “Padahal sudah berkali-kali tapi tidak pernah bosan. Rasanya selalu ada yang baru” lanjutnya.

“Kau mau main?” tanyanya pada wanita disampingnya.
“Main apa? Kalau menjaring ikan sudah dari tadi gagal terus”
“Bagaiman kalau itu” tunjuknya pada sebuah permaian adu ketangkasan, melempar bola. Ada hadiahnya macam-macam.
“Boleh”

Mereka pun mendatangi stand permaian itu dan mencobanya. Setiap orang mendapat tiga buah bola dan harus menjatuhkan botol yang telah disusun di atas sebuah box.

“Yah, gagal” Aihana melemparkan bolanya namun meleset jauh.
“Coba lihat”ucap inspektur itu tapi bolanya meleset juga.
“Wah, sayang sekali”
“Iya. Ternyata aku payah juga” ucapnya disela-sela tawa. Ternyata dia bisa juga tertawa, pikir Aihana Rekka.

“Wah, es krim Turki. Inspektur mau? Ini enak lho...” katanya yang berjinjit karena antrian yang cukup panjang. Mengantri dianatara anak-anak, remaja maupun dewasa sambil berjinjit. Sesungguhnya tubuhnya memang tidak tinggi, dibawah rata-rata malah. Agak berbeda dengan yang ada di televisi. Sungguh mengecoh. Setelah tiba gilirannya, Aihana Rekka langsung memesan dua buah es krim rasa vanilla. Entah kenapa perasaaan Aizen Sousuke seperti digelitik. Dia ingin tertawa melihat tingkah wanita dihadapannya.

“Rasa vanilla memang paling top” gumamnya setelah menggigit es krim kenyal yang diterimanya dari tangan pria itu. Vanilla yang lembut dan dingin segera meleleh di mulutnya, membuatnya tersenyum menikmati. Mata bulatnya menyipit bila tersenyum.

“Manis” gumam Aizen sambil menggigit es krim ditangannya.

“Aduh, jepit rambutku”gumamnya. Jepit rambut wanita itu lepas, membuat sebagian rambutnya terurai. “Bagaimana ini”

Ditangan kanannya masih ada es krim dan tangan kirinya sibuk memegangi rambut dan berusaha menjepitnya kembali, namun gagal.

“Aku bantu”

Aizen pun meraih jepit rambut itu dari tangan Aihana. Menjalin rambutnya yang memang terasa lembut ditangan dan menjepitnya dengan kuat. Tapi entah kenapa dia ingin mengurai rambut itu kembali dan terus membelainya. Aneh sekali dia berpikiran seperti itu. Mungkin karena akhir-akhir ini membaca cerita yang mengandung roman, kata hatinya.

“Sudah?” tanyanya menyadarkan Aizen dari lamunan.
“Ya”
“Arigatou”

Sejenak tadi, rasanya ada yang ganjil. Saat tangan inspektur itu menjalin rambutnya. Entah apa. Ajaib, rasanya menyenangkan. Rasanya seperti rindu. Rasanya sudah lama sekali. Tapi kenapa?

****



“Nah, kita menuju menit-menit terakhir menuju dinyalakannya kembang api. Pengunjung semakin antusias dan memadati pingiran sungai Onosegawa. Bisa anda lihat, betapa ramainya” ucap seorang reporter wanita yang mngenkan yukata bermotif kupu-kupu yang berdiri diantara kerumunan manusia di tepi sungai.

“Kembang api akan dinyalakan dari dua sisi. Yang pertama dari seberang sungai dan yang satunya dari sebelah sungai ini” lanjutnya menunjuk posisi peledakan kembang api. Dimana panggung yang dipakai telah dihiasi olah lampu dan lentera warna-warni.
“Saya informasikan kembali, kembang api yang dipakai tahun ini meningkat menjadi seribu lima ratus buah dan akan dinyalakan selama sekitar sepuluh menit. Nad abisa melihat betapa antusiasnya warga Karakura untuk menyaksikan festifal musim panas terbesar di kota ini”

“Ya, satu menit lagi. Dan pengunjung mulai menghitung mundur. Mari kiita hitung bersama-sama”

“Delapan, tujuh, enam, lima, empat, tiga, dua, satu.....”

DZIIIINGGG........ DUAR... DUAR... DUAR.... PLETAK PLETAK.....

Tiga kembang api pertama telah meluncur dan meledak, berwarna merah, hijau dan biru yang indah. Lalu diikuti oleh ledakan penuh warna lainya di gelapnya langit bertabur bintang di atas Karakurachou. Riuh tepuk tangan dan nyayian menghangatkan suasana. Pemangdangan yang selalu menyenagkan dan penuh kenangan.

“Demikianlah, perayaan festifal musim panas terbesar Karakurachou tahun ini. Aihana Rekka, Higasi Shuuhei dan Ichinose Maki melaporkan dari kawasan sungai Onosegawa untuk TV X”

*****

“Tidak buruk untuk sebuah siaran langsung” komentar sang inspektur yang ikut melihat kembang api di tepi sungai bersama kru TV X.
“Arigatou” ucapnya menganggukkan kepala.

“Ini hadiah untukmu” ucapnya menyerahkan sebuah kantong plastik berisi dua ekor ikan mas. Dia tidak tahu kapan pria itu menjaring ikan. Tiba-tiba dia muncul bersama benda itu.

“Ah, arigatou” sebuah senyum secerah bunga matahari menghiasinya. Diterimanya kantong itu dari tangan sang inspektur.

****

Epilog

“Rekka nee-chan, akhirnya dapat ikan juga” ucap Aihana Ryuu saat melihat sang kakak memindahkan dua ikan mas ke akuarium, atau lebih tepatnya disebut toples.


“Ikanmu mana?” tanyanya pada sang adik yang baru pulang.

“Aku berikan pada Kiyoe” jawabnya. “Dia sama payahnya dengan kakak, tidak bisa menjaring ikan” ejeknya yang segera kabur ke kamar sebelum mendapat cubitan super dari sang kakak.

Tatapan Aihana Rekka segera kembali pada dua ikan yang berenang riang. “Ai-Koi?” gumamnya.


Hanabira (Flower Petals)




Desclaimer : Bleach by Kubo Tite
Rate : Indonesian.
Type : OOC/AU?M
Genre : Mystery/Romance/Aizen Sousuke-Aihana Rekka




Rintik hujan kembali turun di awal bulan Juli. Terlihat indah dalam siraman sinar senja. Di suatu tempat mungkin muncul pelangi yang indah.

“Aizen keibu, telepon dari markas pusat di saluran tiga” panggil seorang resepsionis yang segera di datangi oleh yang bersangkutan.
“Moshi moshi....” didengarkannya ocehan dari seberang. “Sumimasen. Hai, hai, wakatta” ditutupnya telepon itu dengan wajah suram. Ada kekesalan dimatanya.

“Nani Aizen keibu? Kelihatannya kesal sekali. Dari markas pusat ya?”
“Nandemonai” jawabnya meraih mantel dan meninggalkan ruangan.

Hujan masih jatuh. Rintiknya lembut namun mengerosi. Dijalanan orang berlalu lalang, berusaha segera menuju tempat teduh da kering. Tidak dengannya yang justru berniat hujan-hujanan. Bukan kurang kerjaan, hanya melepas stress.

Dan lagi,

Di seberang jalan, dia melihat wanita itu. Sendirian. Entah kenapa bisa langsung mengenalinya diantar keramaian. Sosoknya tiba-tiba saja melekat dalam ingatan. Dia mengenakan jas hujan, sebuah payung dan sepatu boot sebetis dengan belanjaan ditangannya. Mungkin dia sudah selesai bekerja.

Wanita itu berjalan. Seolah sendirian. Seolah dunia ini miliknya. Dia berjalan seolah yang lain menghilang dari hadapannya bahkan saat mereka berpapasan. Mata wanita itu tidak juga menangkap bayangnya. Sungguh sosok yang angkuh.

*****

“Ara, hujan lagi” gumam Aihana Rekka saat hendak meninggalkan kantor. Hari ini dia lupa tidak membawa payung atau jas hujan.
“Kau belum pulang?” tanya Shuuhei yang menekan vanding machine disampingnya, mengambil sekaleng kopi.
“Lupa tidak bawa payung”
“Makanya lain kali kau simpan di laci untuk cadangan”
“Iya, aku diceramahi” gumamnya melirik pria disampingnya.
“Ini” disodorkannya sebuah jas hujan tipis dan sebuah payung. “Milik Asano, kau boleh pinjam”
“Asano? Kau masih kencan dengannya ya?”
“Ng....iya” jawabnya dengan pipi merona. Lucu sekali melihat Hisagi Shuuhei yang merona. Membuat Aihana Rekka iseng mengerjainya.
“Waah, aku iri padamu”

“Ah, jangan begitu” dia mulai garuk-garuk kepala, salah tingkah. “Kau sendiri, kenapa bersama Kuran Rido? Kapan dia kembali ke Jepang?”

Tiba-tiba wajah wanita itu berubah mendung. “Tidak usah dipirkan” jawabnya dnegan sebuah senyum palsu. “Terimakasih payungnya. Jarang sekali aku bertemu gentleman sepertimu” ditinjunya lengan pria itu, lembut.

“Terserah kau sajalah” ucapnya kemudian, jengah digoda terus olehnya.

Aihana Rekka melangkahkan kaki menuju halte, tidak jauh dari stasiun Tv X. Hari ini, pekerjaannya selesai lebih cepat. Namun rupanya hujan masih enggan untuk berhenti. Walau pun satu jam waktunya telah dihabiskna di sebuah departemen store. Dia terus melangkah diantara keramaian. Dan matanya menagkap sesosok yang selalu dikejarnya. Seorang pria yang sulit didekatinya.

Ada kekesalan diwajah pria itu. Mungkin sedang stress karena tekanan pekerjaan. Ya, pekerjaannya itu memang selalu penuh tekanan, baik internal maupun eksternal. Apa dia masih mengenaliku? Tanya hatinya. Saat mereka berpapasan tidak ada kata yang terucap atau mata yang beradu. Semuanya bergerak dalam dunia masing-masing.

****

“Konbanwa”

“Mau apa lagi kau datang kemari?” Aihana Rekka terus berjalan menuju apartemnnya. Tidak menghiraukan Kuran Rido yang membuntututi. Pria itu basah, dari ujung rambut hingga sebagian kemejanya. Sebenarnya terlihat menarik, apalagi kancing kemeja itu terlepas beberapa. Hanya...

“ Kenapa kau terus menghindariku?”
“Sudahlah Rido. Tidak ada yang pernah terjadi diantara kita. Kau bisa mengejar gadis lain kalau hubunganmu dengan Eiko selesai”

Tachibana Eiko adalah teman Aihana Rekka saat mereka masih SMU dan Kuran Rido adalah kakak senior. Mereka dipertemukan di suatu klub debat yang diikuti oleh Eiko di universitas. Sedangkan dirinya ada di klub seni lukis. Lukisannya memang tidak bagus, tapi dia menyukai kegiatan itu. Sekedar mengisi waktu luang. Karena sering bertemu, mereka pun menjadi dekat.

“Kau bisa berkata seperti itu. Kejam sekali” ucapnya melankolis. Hal yang paling dibenci olehnya.
“Kalau kau mau, aku punya beberapa teman. Mungkin kau tertarik. Mereka pasti menyukaimu yang tampan dan kaya” dibukanya dompet dan mengeluarkan beberapa lembar kartu nama.
“Jadi, dimatamu aku sehina itu” ada mendung yang menggantung diwajahnya.
“Aku...” Aihana Rekka tercekat atas statemen itu. Membuatnya merasa bersalah.

“Maaf, aku tidak bermaksud begitu” dibukanya pintu apartemen itu. Tidak luas. Hanya ada sebuah sofa, bersebelahan dnegan dapur kecil, sebuah rak yang memisahkannya dnegan tempat tidur dan sebuah kamar mandi di samping pintu. “Masuklah”.
“Kau tinggal sendiri?”
“Ya”
“Bukankah berbahaya bila wanita sepertimu tinggal seorang diri?”
“Kau mau berniat jahat padaku?” ditatapnya pria itu tajam dengan sebuah pisau ditangan.

“Tidak, bukan maksudku” kini, gilirannya merasa bersalah. Atas ucapannya barusan. Atas tindakannya tempo hari. Atas perlakuannya dimasa lalu. Wanita dihadapannya menjadi demikian keras. Apa itu karena dirinya? Apa dia trauma sehingga tidak menjalin hubungan dengan pria manapun?

“Minumlah” diletakkannya dua cangkir teh lemon hangat.
“Sankyu”

Keadaan hening sesaat. Hanya rintik hujan yang jatuh di jendela.

“Aku minta maaf. Aku sudah kurang ajar padamu” ucapnya setelah menyesap teh lemon yang menghangatkan tubuhya.”Aku, dulu dan sekarang, maaf...”

PLAK....

“Brengsek kau, Kuran Rido” ditatapnya pria itu tajam. Dan sebuah tamparan kembali melayang di pipinya yang panas. “Aku benci padamu. Aku benci harus bertemu denganmu” ucapnya dengan nada meninggi, berusaha mengendalikan gemuruh dalam dada dan genangan dalam matanya.

“Huh” disentuhnya pipi kirinya. “Lakukan saja apa yang kau mau. Kalau memang itu bisa menyenangkan hatimu”
“Kenapa kau kembali? Kenapa kau muncul dihadapanku?”
“Aku...”
“Sudah, jangan bicara lagi” ucapnya menenangkan diri dan sebuah panggilan masuk di ponselnya, dari Hisagi Shuuhei.

“Ada apa?” bentaknya. “Aku baik-baik saja, maaf” dia mengela nafas beberapa kali. “ Baiklah, aku tunggu”
“Ada apa?”
“Ada kasus penyerangan di Mashiba. Maaf, sebaiknya kau cepat pergi”

*****

“Abarai Renji” panggil seorang pria dengan rambut di cat biru bersama lima orang lainya.
“Hah, kau mau menantangku lagi? Sudah bosan hidup rupanya” ucapnya dengan senyum menyeringai seusai makan malam setelah berlatih skateboard untuk pertandingan musim panas di akhir bulan.
“Siapa dia, Renji?” tanya seorang gadis yang bersamanya.
“Rukia, kaero” didorongnya tubuh mungil itu.
“Tapi”

“Aku bilang, cepat pulang sana” bentaknya membuat gadis itu terkejut dan mundur beberapa langkah. Setelah mendapat tatapan tajam dari Renji, dia pun berlari menjauh tepat saat suara tembakan pertama terdengar memecah langit mendung yang disertai grimis.

“Renji” teriak pemuda lainya, Kurosaki Ichigo. “Bakayaro” ditendangnya tangan Grimjow hingga menghantam tembok. Namun segera di pukul dengan tongkat bisbol oleh yang lain. Tepat di punggungnya. Membuatnya tersungkur.
“Uso” dia berusaha bangkit dengan tenaga yang dimilikinya. Menyerang orang yang mengelilinginya dan mendapat pukulan bertubi-tubi hingga roboh.
“Kurosaki Ichigo, mati kau” diacungkannya sebuah revolver ke arah pemuda itu. Dan pelatuk pun telah ditarik.

“YAMERO....” teriak seorang polisi yang diikuti beberapa polisi lain. Membuat rombongan itu lari kalang kabut.

“Renji... Ichigo....” Kuchiki Rukia beteriak histeris. Dua sahabatnya tergeletak bersimbah darah. Sebuah peluru bersarang di dada Abarai Renji yang tidak sadarkan diri. Sedangkan Kurosaki Ichigo tergeletak lemas dengan kepala bocor dan tulang rusuk patah.

****

“Apakah anda melihat saat kejadian berlangsung?” tanya Aihana Rekka pada seorang pekerja kantor disekitar sana.

“Ya, kejadiannya cepat sekali. Saat itu aku sedang makan di depan. Tiba-tiba rombongan itu muncul. Aku pikir pertengkaran anak muda seperti biasanya. Tidak kusangkan ada yang membawa senjata api” jawab salah seorang saksi mata.

“Kira-kira jumlahnya berapa orang?”
“Aku tidak tahu pasti, mungkin sekitar lima tau enam orang”
“Ah, ya, terimakasih atas keterangannya”

“Rekka, itu” Shuuhei memberi isharat atas kedatangan Aizen Sousuke dan partnernya yang segera memburu sang inspektur bersama dnegan reporter stasiun Tv lainya.
“Cepat sekali beritanya menyebar” gumam Aizen Sousuke saat wartawan mulai mengerumuninya.

“Aizen keibu, kira-kira siapa pelaku penyerangan ini?”

“Dua korban kali ini siapa saja?”

“Apa ada hubungannya dengan penemuan mayat di sungai Karasu dua satu minggu yang
lalu?”

“Apa motif dari semua kejadian ini?”

“Aizen keibu, tolong penjelasannya”

Para wartawan itu terus saja mengerumuni sang inspektur untuk meminta penjelasan atas kasus penembakan dan pengeroyokan yang tidak jelas ujung pangkalnya. Sedangkan kedua korban telah dilarikan ke Karakura Byoin.

“Kalau kami sudah menyelesaikan penyelidikan pasti akan memberitahunya pada kalian. Jadi tolong minggir dulu dan jangan menghalangi penyelidikan” ucap Ichimaru Gin dengan senyuman khasnya. Dan anehnya ada saja yang terpikat dengan senyum sang siluman ular perak itu. Pernyataan itu ditanggapi dengan gerutuan oleh para wartawan yang segera menghilang menuju Karakura Byoin.

*****

Aizen Sousuke turun dari mobilnya di Tsubakidai Koen. Senja telah turun menghantar malam. Dia baru saja mendatangi rumah salah satu korban yang bernama Kurosaki Ichigo. Ternyata putra dokter di klinik yang pernah di kunjunginya saat kaki Aihana Rekka terkilir.

Dan kini, dia melihat sosok itu sekali lagi, dengan kimono berlengan kupu-kupu bermotif bunga kiku. Rambutnya disanggul dengan sebuah sisir kupu-kupu. Mungkin dia menghadiri acara penting, pernikahan kerabat misalnya. Dia terlihat manis. Namun wajah itu bukan wajah bahagia. Ada mendung disana. Bukan hanya itu, ada genangan tertahan dimatanya.

Dia duduk di ayunan dan bergerak pelan, menatap langit jingga. Pikirannya menerawang jauh.

“Tinggal aku ya?” gumamnya.

“Anata e” diberikannya setangkai cosmos yang mekar ditaman itu.
“Ano, arigatou” diraihnya cosmos merah muda, “Artinya kedamaian. Sekarang aku sudah tahu. Semoga hatimu juga damai” kenangnya pada rangkaian tulip aneka warna. Makna sebenarnya adalah matamu indah. Tidak salah. Tapi pelayan yang memberikannya, karena Aizen bilang menjenguk teman wanita. Sebenarnya pelayan itu menebak dan benar.

“Hitori de?”
“Apa? Ah, iya” ditatapnya inspektur yang ikut-ikut duduk di ayunan, disamping wanita itu. Responnya lambat, tanda dia melamun.

“Ada masalah?” tanyanya namun wanita itu diam. Membuatnya merasa kurang ajar karena menanyakan yang bukan urusannya.

“Ya.” Jawabnya singkat sambil meutar-mutar setangkai cosmos. “Anda belum mau memberi keterangan tentang korban dan motifnya”

Lagi-lagi pekerjaan yang dibicarakannya. Tapi hal yang menggantung dimatanya, jelas bukan itu. Mungkin bukan hanya itu.

“Dia anak pemilik klinik yang kita kunjungi saat kakimu terkilir” ceritanya. “Aku baru dari sana”
“Benarkah?”
“Hah, anak muda jaman sekarang banyak tingkah” keluhnya.

“Memangnya saat inspektur masih muda tidak begitu ya?”

Hanya kekosongan yang diraihnya saat mencoba menjawab pertanyaan itu. “Tapi tidak separah ini” jawabnya kemudian.

“Iya juga ya” ucapnya diantara tawa kecil.

Dia tertawa. Menyenagkan sekali melihat wanita itu tertawa. Tapi tawa itu bukan
tawa ringan. Hanya sebuah tawa kesopanan.

“Sedang apa kau disini?”
“Ah, aku? Ah, tidak. Hanya iseng. Aku baru pulang dari pernikahan sepupuku. Cepat sekali rasanya. Padahal kami bertiga tumbuh bersama, dan dua dari kami telah menikah” jelasnya tidak bertenaga.

“Jadi karena itu kau menangis?”
“Aku tidak menangis” elaknya, memungkiri maskara yang menyisakan noda di pipi. “Hanya kehilangan”
“Souka”

Pipipipipipi pipipipi pipipi

Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Aizen Sousuke.

“Sepertinya aku harus meninggalkanmu. Maaf tidak bisa mengantarmu pulang”
“Bukan masalah. Aku juga belum berniat untuk pulang” jawabnya ala kadarnya.

Pria itu berlalu dan berhenti setelah dua lankah. “Aihana, korban lainya bernama Abarai Renji, dia menumpang tinggal di Mitsumiya, disebuah toko milik Uruhara Kisuke”

“Hah, arigatougozaimashita” ucapnya dengan senyum yang kembali cerah. Matanya berbinar terang. Benar-benar manis. Dan dibalas dengan senyuman oleh inspektur itu.



Author's note:

Kata Cosmos dalambahasa Yunani diterjemahkan sebagai tertib,indah dan hiasan. Aroma dan warna yang semarak diartikan sebagai kedamaian, keutuhan dan kesopanan. Arti Cosmos bunga adalah 'bunga cinta'.

Cosmos bunga dipandang sebagai cara terbaik untuk menggambarkan perasaan yang terdalam cinta 'berjalan dengan Aku berpegangan tangan' dan 'melihat hidup memang indah'