Kamis, 07 Juli 2011

Hanabira (Flower Petals)




Desclaimer : Bleach by Kubo Tite
Rate : Indonesian.
Type : OOC/AU?M
Genre : Mystery/Romance/Aizen Sousuke-Aihana Rekka




Rintik hujan kembali turun di awal bulan Juli. Terlihat indah dalam siraman sinar senja. Di suatu tempat mungkin muncul pelangi yang indah.

“Aizen keibu, telepon dari markas pusat di saluran tiga” panggil seorang resepsionis yang segera di datangi oleh yang bersangkutan.
“Moshi moshi....” didengarkannya ocehan dari seberang. “Sumimasen. Hai, hai, wakatta” ditutupnya telepon itu dengan wajah suram. Ada kekesalan dimatanya.

“Nani Aizen keibu? Kelihatannya kesal sekali. Dari markas pusat ya?”
“Nandemonai” jawabnya meraih mantel dan meninggalkan ruangan.

Hujan masih jatuh. Rintiknya lembut namun mengerosi. Dijalanan orang berlalu lalang, berusaha segera menuju tempat teduh da kering. Tidak dengannya yang justru berniat hujan-hujanan. Bukan kurang kerjaan, hanya melepas stress.

Dan lagi,

Di seberang jalan, dia melihat wanita itu. Sendirian. Entah kenapa bisa langsung mengenalinya diantar keramaian. Sosoknya tiba-tiba saja melekat dalam ingatan. Dia mengenakan jas hujan, sebuah payung dan sepatu boot sebetis dengan belanjaan ditangannya. Mungkin dia sudah selesai bekerja.

Wanita itu berjalan. Seolah sendirian. Seolah dunia ini miliknya. Dia berjalan seolah yang lain menghilang dari hadapannya bahkan saat mereka berpapasan. Mata wanita itu tidak juga menangkap bayangnya. Sungguh sosok yang angkuh.

*****

“Ara, hujan lagi” gumam Aihana Rekka saat hendak meninggalkan kantor. Hari ini dia lupa tidak membawa payung atau jas hujan.
“Kau belum pulang?” tanya Shuuhei yang menekan vanding machine disampingnya, mengambil sekaleng kopi.
“Lupa tidak bawa payung”
“Makanya lain kali kau simpan di laci untuk cadangan”
“Iya, aku diceramahi” gumamnya melirik pria disampingnya.
“Ini” disodorkannya sebuah jas hujan tipis dan sebuah payung. “Milik Asano, kau boleh pinjam”
“Asano? Kau masih kencan dengannya ya?”
“Ng....iya” jawabnya dengan pipi merona. Lucu sekali melihat Hisagi Shuuhei yang merona. Membuat Aihana Rekka iseng mengerjainya.
“Waah, aku iri padamu”

“Ah, jangan begitu” dia mulai garuk-garuk kepala, salah tingkah. “Kau sendiri, kenapa bersama Kuran Rido? Kapan dia kembali ke Jepang?”

Tiba-tiba wajah wanita itu berubah mendung. “Tidak usah dipirkan” jawabnya dnegan sebuah senyum palsu. “Terimakasih payungnya. Jarang sekali aku bertemu gentleman sepertimu” ditinjunya lengan pria itu, lembut.

“Terserah kau sajalah” ucapnya kemudian, jengah digoda terus olehnya.

Aihana Rekka melangkahkan kaki menuju halte, tidak jauh dari stasiun Tv X. Hari ini, pekerjaannya selesai lebih cepat. Namun rupanya hujan masih enggan untuk berhenti. Walau pun satu jam waktunya telah dihabiskna di sebuah departemen store. Dia terus melangkah diantara keramaian. Dan matanya menagkap sesosok yang selalu dikejarnya. Seorang pria yang sulit didekatinya.

Ada kekesalan diwajah pria itu. Mungkin sedang stress karena tekanan pekerjaan. Ya, pekerjaannya itu memang selalu penuh tekanan, baik internal maupun eksternal. Apa dia masih mengenaliku? Tanya hatinya. Saat mereka berpapasan tidak ada kata yang terucap atau mata yang beradu. Semuanya bergerak dalam dunia masing-masing.

****

“Konbanwa”

“Mau apa lagi kau datang kemari?” Aihana Rekka terus berjalan menuju apartemnnya. Tidak menghiraukan Kuran Rido yang membuntututi. Pria itu basah, dari ujung rambut hingga sebagian kemejanya. Sebenarnya terlihat menarik, apalagi kancing kemeja itu terlepas beberapa. Hanya...

“ Kenapa kau terus menghindariku?”
“Sudahlah Rido. Tidak ada yang pernah terjadi diantara kita. Kau bisa mengejar gadis lain kalau hubunganmu dengan Eiko selesai”

Tachibana Eiko adalah teman Aihana Rekka saat mereka masih SMU dan Kuran Rido adalah kakak senior. Mereka dipertemukan di suatu klub debat yang diikuti oleh Eiko di universitas. Sedangkan dirinya ada di klub seni lukis. Lukisannya memang tidak bagus, tapi dia menyukai kegiatan itu. Sekedar mengisi waktu luang. Karena sering bertemu, mereka pun menjadi dekat.

“Kau bisa berkata seperti itu. Kejam sekali” ucapnya melankolis. Hal yang paling dibenci olehnya.
“Kalau kau mau, aku punya beberapa teman. Mungkin kau tertarik. Mereka pasti menyukaimu yang tampan dan kaya” dibukanya dompet dan mengeluarkan beberapa lembar kartu nama.
“Jadi, dimatamu aku sehina itu” ada mendung yang menggantung diwajahnya.
“Aku...” Aihana Rekka tercekat atas statemen itu. Membuatnya merasa bersalah.

“Maaf, aku tidak bermaksud begitu” dibukanya pintu apartemen itu. Tidak luas. Hanya ada sebuah sofa, bersebelahan dnegan dapur kecil, sebuah rak yang memisahkannya dnegan tempat tidur dan sebuah kamar mandi di samping pintu. “Masuklah”.
“Kau tinggal sendiri?”
“Ya”
“Bukankah berbahaya bila wanita sepertimu tinggal seorang diri?”
“Kau mau berniat jahat padaku?” ditatapnya pria itu tajam dengan sebuah pisau ditangan.

“Tidak, bukan maksudku” kini, gilirannya merasa bersalah. Atas ucapannya barusan. Atas tindakannya tempo hari. Atas perlakuannya dimasa lalu. Wanita dihadapannya menjadi demikian keras. Apa itu karena dirinya? Apa dia trauma sehingga tidak menjalin hubungan dengan pria manapun?

“Minumlah” diletakkannya dua cangkir teh lemon hangat.
“Sankyu”

Keadaan hening sesaat. Hanya rintik hujan yang jatuh di jendela.

“Aku minta maaf. Aku sudah kurang ajar padamu” ucapnya setelah menyesap teh lemon yang menghangatkan tubuhya.”Aku, dulu dan sekarang, maaf...”

PLAK....

“Brengsek kau, Kuran Rido” ditatapnya pria itu tajam. Dan sebuah tamparan kembali melayang di pipinya yang panas. “Aku benci padamu. Aku benci harus bertemu denganmu” ucapnya dengan nada meninggi, berusaha mengendalikan gemuruh dalam dada dan genangan dalam matanya.

“Huh” disentuhnya pipi kirinya. “Lakukan saja apa yang kau mau. Kalau memang itu bisa menyenangkan hatimu”
“Kenapa kau kembali? Kenapa kau muncul dihadapanku?”
“Aku...”
“Sudah, jangan bicara lagi” ucapnya menenangkan diri dan sebuah panggilan masuk di ponselnya, dari Hisagi Shuuhei.

“Ada apa?” bentaknya. “Aku baik-baik saja, maaf” dia mengela nafas beberapa kali. “ Baiklah, aku tunggu”
“Ada apa?”
“Ada kasus penyerangan di Mashiba. Maaf, sebaiknya kau cepat pergi”

*****

“Abarai Renji” panggil seorang pria dengan rambut di cat biru bersama lima orang lainya.
“Hah, kau mau menantangku lagi? Sudah bosan hidup rupanya” ucapnya dengan senyum menyeringai seusai makan malam setelah berlatih skateboard untuk pertandingan musim panas di akhir bulan.
“Siapa dia, Renji?” tanya seorang gadis yang bersamanya.
“Rukia, kaero” didorongnya tubuh mungil itu.
“Tapi”

“Aku bilang, cepat pulang sana” bentaknya membuat gadis itu terkejut dan mundur beberapa langkah. Setelah mendapat tatapan tajam dari Renji, dia pun berlari menjauh tepat saat suara tembakan pertama terdengar memecah langit mendung yang disertai grimis.

“Renji” teriak pemuda lainya, Kurosaki Ichigo. “Bakayaro” ditendangnya tangan Grimjow hingga menghantam tembok. Namun segera di pukul dengan tongkat bisbol oleh yang lain. Tepat di punggungnya. Membuatnya tersungkur.
“Uso” dia berusaha bangkit dengan tenaga yang dimilikinya. Menyerang orang yang mengelilinginya dan mendapat pukulan bertubi-tubi hingga roboh.
“Kurosaki Ichigo, mati kau” diacungkannya sebuah revolver ke arah pemuda itu. Dan pelatuk pun telah ditarik.

“YAMERO....” teriak seorang polisi yang diikuti beberapa polisi lain. Membuat rombongan itu lari kalang kabut.

“Renji... Ichigo....” Kuchiki Rukia beteriak histeris. Dua sahabatnya tergeletak bersimbah darah. Sebuah peluru bersarang di dada Abarai Renji yang tidak sadarkan diri. Sedangkan Kurosaki Ichigo tergeletak lemas dengan kepala bocor dan tulang rusuk patah.

****

“Apakah anda melihat saat kejadian berlangsung?” tanya Aihana Rekka pada seorang pekerja kantor disekitar sana.

“Ya, kejadiannya cepat sekali. Saat itu aku sedang makan di depan. Tiba-tiba rombongan itu muncul. Aku pikir pertengkaran anak muda seperti biasanya. Tidak kusangkan ada yang membawa senjata api” jawab salah seorang saksi mata.

“Kira-kira jumlahnya berapa orang?”
“Aku tidak tahu pasti, mungkin sekitar lima tau enam orang”
“Ah, ya, terimakasih atas keterangannya”

“Rekka, itu” Shuuhei memberi isharat atas kedatangan Aizen Sousuke dan partnernya yang segera memburu sang inspektur bersama dnegan reporter stasiun Tv lainya.
“Cepat sekali beritanya menyebar” gumam Aizen Sousuke saat wartawan mulai mengerumuninya.

“Aizen keibu, kira-kira siapa pelaku penyerangan ini?”

“Dua korban kali ini siapa saja?”

“Apa ada hubungannya dengan penemuan mayat di sungai Karasu dua satu minggu yang
lalu?”

“Apa motif dari semua kejadian ini?”

“Aizen keibu, tolong penjelasannya”

Para wartawan itu terus saja mengerumuni sang inspektur untuk meminta penjelasan atas kasus penembakan dan pengeroyokan yang tidak jelas ujung pangkalnya. Sedangkan kedua korban telah dilarikan ke Karakura Byoin.

“Kalau kami sudah menyelesaikan penyelidikan pasti akan memberitahunya pada kalian. Jadi tolong minggir dulu dan jangan menghalangi penyelidikan” ucap Ichimaru Gin dengan senyuman khasnya. Dan anehnya ada saja yang terpikat dengan senyum sang siluman ular perak itu. Pernyataan itu ditanggapi dengan gerutuan oleh para wartawan yang segera menghilang menuju Karakura Byoin.

*****

Aizen Sousuke turun dari mobilnya di Tsubakidai Koen. Senja telah turun menghantar malam. Dia baru saja mendatangi rumah salah satu korban yang bernama Kurosaki Ichigo. Ternyata putra dokter di klinik yang pernah di kunjunginya saat kaki Aihana Rekka terkilir.

Dan kini, dia melihat sosok itu sekali lagi, dengan kimono berlengan kupu-kupu bermotif bunga kiku. Rambutnya disanggul dengan sebuah sisir kupu-kupu. Mungkin dia menghadiri acara penting, pernikahan kerabat misalnya. Dia terlihat manis. Namun wajah itu bukan wajah bahagia. Ada mendung disana. Bukan hanya itu, ada genangan tertahan dimatanya.

Dia duduk di ayunan dan bergerak pelan, menatap langit jingga. Pikirannya menerawang jauh.

“Tinggal aku ya?” gumamnya.

“Anata e” diberikannya setangkai cosmos yang mekar ditaman itu.
“Ano, arigatou” diraihnya cosmos merah muda, “Artinya kedamaian. Sekarang aku sudah tahu. Semoga hatimu juga damai” kenangnya pada rangkaian tulip aneka warna. Makna sebenarnya adalah matamu indah. Tidak salah. Tapi pelayan yang memberikannya, karena Aizen bilang menjenguk teman wanita. Sebenarnya pelayan itu menebak dan benar.

“Hitori de?”
“Apa? Ah, iya” ditatapnya inspektur yang ikut-ikut duduk di ayunan, disamping wanita itu. Responnya lambat, tanda dia melamun.

“Ada masalah?” tanyanya namun wanita itu diam. Membuatnya merasa kurang ajar karena menanyakan yang bukan urusannya.

“Ya.” Jawabnya singkat sambil meutar-mutar setangkai cosmos. “Anda belum mau memberi keterangan tentang korban dan motifnya”

Lagi-lagi pekerjaan yang dibicarakannya. Tapi hal yang menggantung dimatanya, jelas bukan itu. Mungkin bukan hanya itu.

“Dia anak pemilik klinik yang kita kunjungi saat kakimu terkilir” ceritanya. “Aku baru dari sana”
“Benarkah?”
“Hah, anak muda jaman sekarang banyak tingkah” keluhnya.

“Memangnya saat inspektur masih muda tidak begitu ya?”

Hanya kekosongan yang diraihnya saat mencoba menjawab pertanyaan itu. “Tapi tidak separah ini” jawabnya kemudian.

“Iya juga ya” ucapnya diantara tawa kecil.

Dia tertawa. Menyenagkan sekali melihat wanita itu tertawa. Tapi tawa itu bukan
tawa ringan. Hanya sebuah tawa kesopanan.

“Sedang apa kau disini?”
“Ah, aku? Ah, tidak. Hanya iseng. Aku baru pulang dari pernikahan sepupuku. Cepat sekali rasanya. Padahal kami bertiga tumbuh bersama, dan dua dari kami telah menikah” jelasnya tidak bertenaga.

“Jadi karena itu kau menangis?”
“Aku tidak menangis” elaknya, memungkiri maskara yang menyisakan noda di pipi. “Hanya kehilangan”
“Souka”

Pipipipipipi pipipipi pipipi

Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Aizen Sousuke.

“Sepertinya aku harus meninggalkanmu. Maaf tidak bisa mengantarmu pulang”
“Bukan masalah. Aku juga belum berniat untuk pulang” jawabnya ala kadarnya.

Pria itu berlalu dan berhenti setelah dua lankah. “Aihana, korban lainya bernama Abarai Renji, dia menumpang tinggal di Mitsumiya, disebuah toko milik Uruhara Kisuke”

“Hah, arigatougozaimashita” ucapnya dengan senyum yang kembali cerah. Matanya berbinar terang. Benar-benar manis. Dan dibalas dengan senyuman oleh inspektur itu.



Author's note:

Kata Cosmos dalambahasa Yunani diterjemahkan sebagai tertib,indah dan hiasan. Aroma dan warna yang semarak diartikan sebagai kedamaian, keutuhan dan kesopanan. Arti Cosmos bunga adalah 'bunga cinta'.

Cosmos bunga dipandang sebagai cara terbaik untuk menggambarkan perasaan yang terdalam cinta 'berjalan dengan Aku berpegangan tangan' dan 'melihat hidup memang indah'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar