Kamis, 30 Agustus 2012

Oliander Oliander

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Type              : OOC/AU
Genre            : Romance/Gaje/Mystypo/Stress
Pairing        :Aizen Sousuke-Aihana Rekka

Olianader Oliander

“Daijoubu ka?”
“Ah, hai” jawab wanita yang sedang terbaring di ranjang sebuh klinik. Kepalanya masih luar biasa pening. Entah apa yang menimpa kepalanya beberapa saat yang lalu. Semuanya serba samar.
“Kau kenapa lagi?” ditatapnya wanita itu dengan mata coklat terang miliknya.
“E..to…Sepertinya rak buku roboh saat aku merapikan perpustakaan” ucapnya mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.  “Aduh, kepalaku sakit luar biasa” keluhnya.
“Daijoubu dayo. Tidak ada yang berbahaya. Hanya sedikit lecet”
“Ah, pantas saja. Rasanya juga perih”

****

Dua jam sebelumnya.
“Rekka san, kau sedang sibuk?” tanya wanita setengah baya yang sedang menghitung keuangan perpustakan tersebut.
“Tidak. Kenapa?” ditinggalkannya buku-buku yang sedang dia pilih untuk di bawa pulang.
“Aku mendapat kiriman buku dari temanku yang Inggris. Buku sastra yang menarik. Aku sudah memberinya label. Jadi tolong kau tata pada tempatnya. Aku dengar anak-anak sedang mencari referensi sastra, semoga itu bisa membantu mereka” ucapnya yang melepaskan kacamata.”Oh, ya, buku-buku itu masih di gudang” diserahkannya sebuah kunci pada wanita itu.
Segera dilangkahkan kakinya menuju bagian belakang bangunan perpustakaan yang merangkap sebagai toko buku itu. Bukan tempat yang besar, tapi cukup menyenagkan dan lengkap. Ditambah sebuah cafe kecil yang nyaman di atasnya.
Tepat seperti dugaannya. Buku-buku itu adalah buku best seller terbitan lama. Gone with the wind, novel-novel Jean Austen, buku kumpulan puisi Keath, copy naskah Sakesphire pun ada. Betapa takjubnya saat menatap buku-buku cantik itu.
Dibawanya buku beserta kardus dengan troli dan segera di tatanya pada rak buku sastra asing yang ada di ujung ruangan. Semuanya hampir selesai saat dia melihat sebuah buku cerita anak klasik’The Wizard of Oz’ yang ternyata terjepit diantara buku sastra moderen. Entah siapa yang meletakkanya di sana, membuatnya sedikit kesal.
“Ara, nan ni wo shitte iru?”
Rekka pun menunduk dan menarik buku itu dari tempatnya. Namun justru menyenggol rak di belakangnya. Membuat rak sarat muatan itu oleng dan abra kadabra. Membuat suara bising debuman menggema di ruangan itu.

****

“Yang tertimpa buku kan kepalaku, kenapa aku harus berjalan begini” gerutunya saat harus menuruni tangga dengan tongkat. Kakinya terkilir dan butuh waktu satu minggu untuk mengembalikan posisinya.
“Tidak apa-apa. Aku justru bersyukur, karena aku bisa menggendongmu begini setiap hari” ucapnya di antar senyuman nakal saat menggendong bridal style istrinya.
“Kyaa....Ai san” keluhnya senang.”Kau membuatku malu” ucapnya memukul lembut dada pria itu. “Arigatou”
“Ne..Aku buatkan sup rumput laut untukmu” ucapnya yang menyiapkan sarapan pagi itu. “Hari ini aku ada promosi, mungkin pulang terlambat” tambahnya.
“Tidak apa-apa, aku akan menunggumu di perpustakaan” jawabnya yang menghirup sup gurih buatan suami. “Oh ya, hari minggu nanti bagaimana?”
“Hm? Ah, kakimu belum sembuh benar. Kita bisa pergi lain kali”
“Tidak bisa begitu”
“Daijoubu”
“Ai san” ditatapnya sang suami. “Aku baik-baik saja. Kalau hanya berjalan sejauh itu, aku juga masih sanggup” digenggamnya jemari pria itu.
“Ya” dibalasnya genggaman tangan itu dengan remasan lembut.

****

Ada banyak oliander yang tumbuh di temapat itu. Sebuah pemakaman yang ada di atas bukit di sebuah desa di pingir kota Fukuoka. Padang hijau membentang. Langit biru terpampang. Benar-benar tempat yang tenang untuk sebuah peristirahatan terakhir.
“Kalian juga datang” sapanya pada Ichimaru Gin beserta anak dan istri.
“Hisashiburi Rekka ba-chan” ucap Momo.
“Ah, Momo sudah dewasa ya” dikedipkannya sebelah mata. Dia menangkap basah keponakannya itu sedang bersama seorang laki-laki di sebuah cafe saat belanja di Shibuya satu minggu yang lalu.
“Ah, hai” ucapnya tersipu-sipu.
“Ah, Momo chan. Kau tidak menyapa paman?” tanya Aizen yang melepas kacamata hitamnya. Tapi dia malah memalingkan wajah dan menjauh untuk menerima panggilan. Menghancurkan hati sang paman.
“Nee chan, kakimu sudah baikan?” tanya Rangiku.
“Ya, lebih baik. Kata dokter harus dibiasakan agar cepat pulih” ucapnya saat menaiki tangga menuju bukit dimana ayah dan ibu Aizen dimakamkan.
Mereka meletakkan karangan bunga di pusara pemakaman keluarga tersebut. Karangan bunga Lily dari keluarga Ichimaru dan karangan bunga Hydrangea dari keluarga Aizen. Bunga hydrangea biru adalah bunga kesukaan ibu mertua yang belum pernah di temuinya itu. Ayah Aizen meninggal karena sebuah kecelakaan saat usianya tujuh tahun. Dan ibunya menyusul setelah lima tahun berjuang melawan penyakit jantung, saat itu usianya dua puluh satu tahun.
“Otou san, Okaa san, beristirahatlah dengan tenang di sana. Aku akan selalu menjaga dan mencintai putramu. Dia pria yang telah membuka mata dan hatiku. Dia pria yang berarti segalanya bagiku. Kami memang sering bertengkar. Tapi aku tetap mencintainya. Tolong, jangan khawatirkan dia” ucapnya dalam hati selama berdoa.
Setelah berdoa dan menyiramkan air mereka pergi ke kedai yang tidak jauh dari lokasi. Sebuah kedai sederhana yang menyajikan menu daerah.
“Ara, kita seperti piknik ya” ucap Ichimaru saat pelayan mneyajikan mochi dan dango yang mereka pesan. “Tanoshi ya”
“Benar sekali. Keluarga yang berbahagia. Semoga Otou san dan Oka san juga berbahagia” ucap Rangiku. Sednagkan sang putri, Momo, sibuk mengutak-utik ponselnya yang di jejali sms. Karena ziarah ini dia membatalkan kencan dengan denga teman-temannya dan Toushiro, kekasih barunya.

****

“Kalian tidak pulang?” tanya Gin yang berkemas.
“Ie, shanposhimasu” jawab Aizen.
“Ja nee…” ucap Rekka sambil melambaikan tangan saat SUV itu berlalu.

Ditapakinya jalanan di bukit yang ditumbuhi oliander di kedua sisinya. Warna merah muda yang mekar sempurna bergoyang malu-malu, menyebarkan aroma khasnya bersama angin.
“Daijoubu” digenggamnya erat jemari Aizen.
“Tidak terasa, sepuluh tahun berlalu” kenangnya. Mereka duduk di salah satu bangku yang menghadap padang hijau di bawahnya, dimana bunga violet menyembul diantaranya.
“Kaa san selalu bermimpi untuk bertemu menantunya dan memeluk cucunya di akhir hayat. Tapi setelah sepuluh tahun, semua itu baru terwujud”
“Ne..Gomene Ai san” ucapnya kembali membelai lengan suaminya. “Aku belum memberi Kaa san seorang cucu. Gomene Ai”
“Rekka” ditatapnya wanita itu.
“Melihat Momo yang tumbuh dewasa. Melihat Rangiku maupun Gin, aku benar-benar iri. Aku juga ingin mengandung dan melahirkan seorang anak. Anakmu. Anak kita” dibalasnya tatapan mata coklat terang itu. Membuat butir bening berguguran begitu saja.
“Ii dayou” didekapnya wanita itu.
“Aku menikahimu karena aku ingin hidup bersamamu. Berbagi segalanya denganmu. Bukan hanya kesedihanku tapi juga kebahagiaan yang kurasakan” di dekapnya wanita itu erat. “Memiliki anak sekarang atau nanti bukan masalah bagiku. Asalkan kau tetap disampingku”
“Ai” hanya namanya yang mampu di ucapkan. Seperti sebuah berkah bertemu dengannya. Sebuah berkah bisa berada di sampingnya.
Aizen Sousuke membelai rambut wanita itu. Seseorang yang merubah hidupnya. Seseorang yang hidupnya berubah karenanya. Seseorang yang diharapkan menjadi tua bersamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar