Minggu, 16 September 2012

With You All the Time

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Type              : OOC/AU
Genre            : Romance/Gaje/Mystypo/Stress
Pairing :Aizen Sousuke-Aihana Rekka
With You All the Time

Hari ini aku pulang cepat. Mau makan siang?” tanyanya dalam perjalanan menuju Karakura Honchou, dimana Rekka bekerja.
Boleh. Mau makan dimana?”
Ikeburo?” diliriknya sang istri yang sedang berpikir.
Maid Latte?” tanyanya dengan memiringkan kepala. “Makanan di sana enak, pelayanannya juga menyenangkan. Sudah lama tidak kesana”
Baiklah, aku akan menjemputmu jam setengah satu”
Hai” sebuah senyum menyertainya.

****

Aizen san, aku membuat game baru. Tapi belum sepenuhnya selesai. Apa kau mau melihatnya?” tanya seorang pemuda berwajah emo yang mententeng laptop imut miliknya.
Coba ceritakan padaku”
Game ini adalah game yang cocok untuk anak-anak. Selain mudah juga bisa menambah pengetahuan mereka tentang bahasa Inggris. Ada lima level, Animal, Fruit, Nature, Clothes, Food. Setiap level berisi enam tantangan yang berupa gambar, huruf dan suara.” Terangnya sambil membuka game tersebut. “Ini baru sampai ke level tiga”
Omoshiroi” ucap Aizen sambil mencoba memainkan game tersebut. “Berapa range usia untuk game ini?”
Game ini cocok untuk anak usia empat sampai tujuh tahun”
Kau bekerjadengan bagus. Lanjutkan Ulquiorra” ucapnya pada anak SMU maniak game yang meminta pekerjaan padanya empat bulan lalu. Semenjak itu dia telah membuat tiga game yang benar-benar menarik.
Aizen san, Ulqui-chan, kalian tidak makan siang?” tanya Ichimaru Gin yang muncul dari balik jendela.
Nanji?” diliriknya jam tangan tipe skelton dengan tali merah maroon. Hadiah dari Rekka di hari ulang tahunnya tahun lalu. Jarum jam itu menunjukkan angkan 12.15. “Aku pergi dulu” ucapnya berlalu.

****

Ka chan, aku ke sana sekarang” ucapnya di telepon sebelum menyalakan mesin. “Doko? Tsubakidai koen? Nannde? Wakatta” ucapnya menutup ponsel. Dia tidak tahu kenapa di jam seperti ini sang istri malah ada di Tsubakidai Koen bukanya di perpustakaan tempatnya bekerja.
Dua puluh menit kemudian mobil itu berhenti di dekat taman yang padat oleh anak-anak dan orang tua. Ada banyak balon dan kertas warna-warni. Dia pikir ada festifal atau sejenisnya.
Di tengah lapangan di dapatinya anak-anak sedang bermain naga. Mata mereka di tutup dan bergerak sesuai dengan perintah pemimpinnya. Sedangkan dianatar anak-anak itu ada sosok yang sangat dikenalnya. Sosok yang tertawa karena timnya berhasil mengambil bola yang digantung sebagai hadiah. Sosok lepas dengan rambut yang diikat tinggi. Hadiah yang ada di dalam bola pun segera di bagikan pada anak-anak.
Ah, kochi kochi” ucapnya melambaikan tangan pada pria berkacamata yang berdiri diantara kerumunan orang yang melihat aksi anak-nakanya. “Hah, gomen” ucapnya terengah diantara tawa.
Nandesuka?”
Hah, aku diminta membacakan cerita. Mendadak sekali. Orang yang harusnya membacakan cerita tiba-tiba jatuh pingsan”
Kau kelihatan senang sekali?”
Tentu saja. Ini menyenangkan. Apa kau tidak mau mencoba?” tawarnya sambil menatap anak-anak yang masih riang bergembira. Sebagian dari mereka bermain kejar-kejaran. Sebagian lagi sedang makan siang bersama ibu atau keluarga masing-masing. Sedangkan para badut berjalan menggoda anak-anak dengan antusiasnya. Di panggung kecil yang ada disana MC membacakan pemenang lomba adu ketangkasan.

****

Apa kau senang?”
Iya, tentu saja” jawabnya sebelum menggigit anpan yang dibelikan Aizen di sebuah kedai tidak jauh dari sana. “Wah, kita tidak jadi ke Maid Late, gomene Ai san”
Daijoubu” jawabnya yang menyesap es teh.
Sesaat kemudian matanya mengakap sosok anak kecil yang sedang menangis di tepi kolam. Dia terlihat kebingungan. Baju pink-nya ternoda oleh ice cream. Sedangkan tangan kirinya mengenggam cone yang kosong.
Ne…Daijoubu?” tanya Rekka yang menghampirinya.
Mama….” Tangisnya.
Sssh… Sssh…jangan menangis lagi. Kita cari mamamu ya” ucapnya yang menghapus bulir-bulir bening yang berjatuhan di pipinya. “Namae wa?”
Michiko” ucapnya sesenggukan
Sini paman gendong, tapi jangan menangis lagi ya” ucap Aizen yang mengangkat tubuh anak itu. Rambutnya hitam sebahu. Matanya bulat besar. Cantik seklai anak itu.
Mereka pun berjalan menuju panggung dan berbicara dengan penanggung jawab acara.
Moshi Moshi” ucapnya. “Apakah ada yang kehilangan anaknya? Seorang gadis dengan baju pink bernama Michiko” lanjutnya.
Michiko” teriak seorang perempuan muda. Usianya sulit di tebak. Tapi mungkin belum ada dua puluh tahun.
Mama” tangisnya yang segera menghambur kearah mamanya. Aizen pun melepaskan gendongannya dari gadis cilik itu.
Arigatougozaimashita” ucapnya tulus.
Yukie” panggil seorang pemuda yang masih mengenakan seragam SMU. Dari seragamnya pasti murid Karakuragakuen.”Daijoubu?”
Kaito. Daijoubu desu” ucapnya dengan genangan airmata.
Gomene, aku terlambat” ucapnya yang segera menggendong gadis tiga tahun tersebut.
Ano, kalian?”
Hai, kami adalah pasangan. Ini putri kami” jelas siswa SMU tersebut. “Yukie dua tahun lebih tua dariku. Kami memutuskan untuk menikah setelah Yukie hamil”
Tapi kau kan masih SMU” tanya Rekka
Hahaha…benar. Tapi aku mencintainya” ucapnya sambil membelai rambut putri kecil mereka yang terlelap dalam gendongan sang ibu.
Aku dan Kaito bergantian menjaganya. Pagi hari dia denganku. Saat siang sampai sore dengan Kaito. Setelah makan malam Kaito bekerja paruh waktu di minimarket” jelasnya. “Ini sudah tahun ketiga, meskipun melelahkan tapi aku menikmatinya”
Saat aku lulus nanti, Yukie tidak perlu bekerja. Cukup di rumah bersama Michiko”


***************

Ne, pasangan muda memang menyenangkan ya?” ucapnya saat berjalan di antara jajaran pohon sakura yang berdaun rimbun. Meskipun bukan musim berbunga masih juga tampak indah dan teduh di bawahnya.
Kau iri ya?” diliriknya wanita yang berjalan di sampingnya itu.
Iya. Ichimaru dan Rangiku chan juga”
Kau tidak menyesal menikah denganku kan?” dihentikan lamgkahnya sejenak.
Tentu saja tidak. Walau pun dengan orang lain juga tidak akan seperti itu”
Jadi memang menyesal”
Eh? Bukan begitu”
Lalu?”
Lalu? Seharusnya aku lebih cepat bertemu denganmu”
Begitu?” ditatapnya wanita itu penuh tanya.
Iya” digandengnya lengan Aizen.
Kita juga masih muda lho…” ucapnya dengan sebuah senyum jahil.

*****

Tidak. Terima kasih. Kau sendiri saja, aku akan menunggu di café sana” ucap Rekka saat Aizen menariknya menuju sebuah kincir raksasa.
Ie, aku mau kau ikut”
De..demo… Aku takut ketinggian Ai”
Dakara, naiklah bersamaku” diulurkannya tangan itu dan mendapat sambutan dari Rekka.
Kincir mulai berputar pelan tapi pasti. Jantung Rekka menjadi berdesir kuat. Sejak kincir bergerak matanya masih saja terpejam.
Buka matamu”
Perlahan matanya mulai terbuka. Pemandangan dari sana sungguh indah. Lampu di bawah seperti ribuan kunang-kunang yang berkumpul.
Kirei” gumamnya.
Sou ka” ditatapnya wajah kagum istrinya itu. Matanya indah berbinar. Di saat seperti ini dia benar-benar terlihat polos dan manis. Disandarkan kepalanya di lengan Aizen. Bersamanya rasa takut itu pudar. Bersamanya hal sederhana pun akan seperti berkah terindah. Asalkan bersamanya, segalanya…
Arigatou”
Hen?” dibelainya kepala wanita itu, lalu di usap pipinya yang terasa dingin. “Tsumetaika?” didekapnya erat wanita itu. Bersamanya, seperti titik titik warna yang berkumpul, membentuk pola tertentu yang dapat berubah setiap saat. Mungkin kuning, hijau atau ungu. Namun semuanya terlihat jelas, sekarang,dan indah.

Kamis, 30 Agustus 2012

Oliander Oliander

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Type              : OOC/AU
Genre            : Romance/Gaje/Mystypo/Stress
Pairing        :Aizen Sousuke-Aihana Rekka

Olianader Oliander

“Daijoubu ka?”
“Ah, hai” jawab wanita yang sedang terbaring di ranjang sebuh klinik. Kepalanya masih luar biasa pening. Entah apa yang menimpa kepalanya beberapa saat yang lalu. Semuanya serba samar.
“Kau kenapa lagi?” ditatapnya wanita itu dengan mata coklat terang miliknya.
“E..to…Sepertinya rak buku roboh saat aku merapikan perpustakaan” ucapnya mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.  “Aduh, kepalaku sakit luar biasa” keluhnya.
“Daijoubu dayo. Tidak ada yang berbahaya. Hanya sedikit lecet”
“Ah, pantas saja. Rasanya juga perih”

****

Dua jam sebelumnya.
“Rekka san, kau sedang sibuk?” tanya wanita setengah baya yang sedang menghitung keuangan perpustakan tersebut.
“Tidak. Kenapa?” ditinggalkannya buku-buku yang sedang dia pilih untuk di bawa pulang.
“Aku mendapat kiriman buku dari temanku yang Inggris. Buku sastra yang menarik. Aku sudah memberinya label. Jadi tolong kau tata pada tempatnya. Aku dengar anak-anak sedang mencari referensi sastra, semoga itu bisa membantu mereka” ucapnya yang melepaskan kacamata.”Oh, ya, buku-buku itu masih di gudang” diserahkannya sebuah kunci pada wanita itu.
Segera dilangkahkan kakinya menuju bagian belakang bangunan perpustakaan yang merangkap sebagai toko buku itu. Bukan tempat yang besar, tapi cukup menyenagkan dan lengkap. Ditambah sebuah cafe kecil yang nyaman di atasnya.
Tepat seperti dugaannya. Buku-buku itu adalah buku best seller terbitan lama. Gone with the wind, novel-novel Jean Austen, buku kumpulan puisi Keath, copy naskah Sakesphire pun ada. Betapa takjubnya saat menatap buku-buku cantik itu.
Dibawanya buku beserta kardus dengan troli dan segera di tatanya pada rak buku sastra asing yang ada di ujung ruangan. Semuanya hampir selesai saat dia melihat sebuah buku cerita anak klasik’The Wizard of Oz’ yang ternyata terjepit diantara buku sastra moderen. Entah siapa yang meletakkanya di sana, membuatnya sedikit kesal.
“Ara, nan ni wo shitte iru?”
Rekka pun menunduk dan menarik buku itu dari tempatnya. Namun justru menyenggol rak di belakangnya. Membuat rak sarat muatan itu oleng dan abra kadabra. Membuat suara bising debuman menggema di ruangan itu.

****

“Yang tertimpa buku kan kepalaku, kenapa aku harus berjalan begini” gerutunya saat harus menuruni tangga dengan tongkat. Kakinya terkilir dan butuh waktu satu minggu untuk mengembalikan posisinya.
“Tidak apa-apa. Aku justru bersyukur, karena aku bisa menggendongmu begini setiap hari” ucapnya di antar senyuman nakal saat menggendong bridal style istrinya.
“Kyaa....Ai san” keluhnya senang.”Kau membuatku malu” ucapnya memukul lembut dada pria itu. “Arigatou”
“Ne..Aku buatkan sup rumput laut untukmu” ucapnya yang menyiapkan sarapan pagi itu. “Hari ini aku ada promosi, mungkin pulang terlambat” tambahnya.
“Tidak apa-apa, aku akan menunggumu di perpustakaan” jawabnya yang menghirup sup gurih buatan suami. “Oh ya, hari minggu nanti bagaimana?”
“Hm? Ah, kakimu belum sembuh benar. Kita bisa pergi lain kali”
“Tidak bisa begitu”
“Daijoubu”
“Ai san” ditatapnya sang suami. “Aku baik-baik saja. Kalau hanya berjalan sejauh itu, aku juga masih sanggup” digenggamnya jemari pria itu.
“Ya” dibalasnya genggaman tangan itu dengan remasan lembut.

****

Ada banyak oliander yang tumbuh di temapat itu. Sebuah pemakaman yang ada di atas bukit di sebuah desa di pingir kota Fukuoka. Padang hijau membentang. Langit biru terpampang. Benar-benar tempat yang tenang untuk sebuah peristirahatan terakhir.
“Kalian juga datang” sapanya pada Ichimaru Gin beserta anak dan istri.
“Hisashiburi Rekka ba-chan” ucap Momo.
“Ah, Momo sudah dewasa ya” dikedipkannya sebelah mata. Dia menangkap basah keponakannya itu sedang bersama seorang laki-laki di sebuah cafe saat belanja di Shibuya satu minggu yang lalu.
“Ah, hai” ucapnya tersipu-sipu.
“Ah, Momo chan. Kau tidak menyapa paman?” tanya Aizen yang melepas kacamata hitamnya. Tapi dia malah memalingkan wajah dan menjauh untuk menerima panggilan. Menghancurkan hati sang paman.
“Nee chan, kakimu sudah baikan?” tanya Rangiku.
“Ya, lebih baik. Kata dokter harus dibiasakan agar cepat pulih” ucapnya saat menaiki tangga menuju bukit dimana ayah dan ibu Aizen dimakamkan.
Mereka meletakkan karangan bunga di pusara pemakaman keluarga tersebut. Karangan bunga Lily dari keluarga Ichimaru dan karangan bunga Hydrangea dari keluarga Aizen. Bunga hydrangea biru adalah bunga kesukaan ibu mertua yang belum pernah di temuinya itu. Ayah Aizen meninggal karena sebuah kecelakaan saat usianya tujuh tahun. Dan ibunya menyusul setelah lima tahun berjuang melawan penyakit jantung, saat itu usianya dua puluh satu tahun.
“Otou san, Okaa san, beristirahatlah dengan tenang di sana. Aku akan selalu menjaga dan mencintai putramu. Dia pria yang telah membuka mata dan hatiku. Dia pria yang berarti segalanya bagiku. Kami memang sering bertengkar. Tapi aku tetap mencintainya. Tolong, jangan khawatirkan dia” ucapnya dalam hati selama berdoa.
Setelah berdoa dan menyiramkan air mereka pergi ke kedai yang tidak jauh dari lokasi. Sebuah kedai sederhana yang menyajikan menu daerah.
“Ara, kita seperti piknik ya” ucap Ichimaru saat pelayan mneyajikan mochi dan dango yang mereka pesan. “Tanoshi ya”
“Benar sekali. Keluarga yang berbahagia. Semoga Otou san dan Oka san juga berbahagia” ucap Rangiku. Sednagkan sang putri, Momo, sibuk mengutak-utik ponselnya yang di jejali sms. Karena ziarah ini dia membatalkan kencan dengan denga teman-temannya dan Toushiro, kekasih barunya.

****

“Kalian tidak pulang?” tanya Gin yang berkemas.
“Ie, shanposhimasu” jawab Aizen.
“Ja nee…” ucap Rekka sambil melambaikan tangan saat SUV itu berlalu.

Ditapakinya jalanan di bukit yang ditumbuhi oliander di kedua sisinya. Warna merah muda yang mekar sempurna bergoyang malu-malu, menyebarkan aroma khasnya bersama angin.
“Daijoubu” digenggamnya erat jemari Aizen.
“Tidak terasa, sepuluh tahun berlalu” kenangnya. Mereka duduk di salah satu bangku yang menghadap padang hijau di bawahnya, dimana bunga violet menyembul diantaranya.
“Kaa san selalu bermimpi untuk bertemu menantunya dan memeluk cucunya di akhir hayat. Tapi setelah sepuluh tahun, semua itu baru terwujud”
“Ne..Gomene Ai san” ucapnya kembali membelai lengan suaminya. “Aku belum memberi Kaa san seorang cucu. Gomene Ai”
“Rekka” ditatapnya wanita itu.
“Melihat Momo yang tumbuh dewasa. Melihat Rangiku maupun Gin, aku benar-benar iri. Aku juga ingin mengandung dan melahirkan seorang anak. Anakmu. Anak kita” dibalasnya tatapan mata coklat terang itu. Membuat butir bening berguguran begitu saja.
“Ii dayou” didekapnya wanita itu.
“Aku menikahimu karena aku ingin hidup bersamamu. Berbagi segalanya denganmu. Bukan hanya kesedihanku tapi juga kebahagiaan yang kurasakan” di dekapnya wanita itu erat. “Memiliki anak sekarang atau nanti bukan masalah bagiku. Asalkan kau tetap disampingku”
“Ai” hanya namanya yang mampu di ucapkan. Seperti sebuah berkah bertemu dengannya. Sebuah berkah bisa berada di sampingnya.
Aizen Sousuke membelai rambut wanita itu. Seseorang yang merubah hidupnya. Seseorang yang hidupnya berubah karenanya. Seseorang yang diharapkan menjadi tua bersamanya.

Arigatou

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Type              : OOC/AU
Genre            : Romance/Gaje/Mystypo/Stress
Pairing        :Aizen Sousuke-Aihana Rekka

Arigatou

“Café wo ikimasenka?” tanyanya saat mendapati sang istri sedang membaca buku sambil tiduran di lantai, di ruangan favorit mereka. Dimana rak-rak buku berjajar dan akses cahaya matahari cukup.
“Ie, yasumimasu” jawabnya tanpa menggeser mata dari novelnya. Tangannya pun menarik coklat stik dan menggigitnya. “Anata, isogashi ka?” tanyanya saat Aizen bolak bali kesana ke mari di waktu seharusnya dia masih di kantor.
“Amari” ucapnya membongkar lemari.
“Kau sedang mencari apa?”
“Blue print denah final treasure” ucapnya sambil mengeluarkan kertas-kertas peliharaannya. “Apa kau lihat?”
“Um?” ditatapnya tumpukan kertas itu. “Yang seperti apa?”
“Yang ada di map biru. Sekitar delapan atau sepuluh lembar. Sepertinya aku meletakannya di sini?”
“Ada banyak map yang seperti itu” jawabnya memilah map yang ada. “Ada yang sudah aku pindah ke gudang” jawabnya enteng.
“Nan ni?” ditatapnya sang istri dengan wajah terkejut. Segera dia berlari di gudang di belakang bagunan. Diamana barang, karrdus, kursi yang belum terpakai dan yang tidak terpkai menjadi satu. Ditatapnya punggung sang suami yang sedang mencari map yang dimaksud di antara tumpukan kardus. Rasa bersalah menggelayuti hatinya.
 “Ne, Ka chan, lain kali bertanyalah saat kau membereskan rumah”
“Ah, hai. Gomene Ai san” ucapnya tertunduk.
“Daijoubu” dicubitnya pipi sang istri sebelum berlalu. Meninggalkannya dengan sebuah perasaan yang disebut pilu. Ada genangan hangat dimatanya namun segera di hapus dan mengejar sosok suaminya.
“Itterasai” ucapnya melambaikan tangan saat mobil itu bergerak perlahan.

****

Suaminya telah pergi. Di tatapnya foto pernikahan yang lewat satu tahun, lebih tepatnya limabelas bulan tiga hari. Foto itu sungguh indah. Dirinya tersenyum bahagia. Ya. Sebuah pernikahan bagi seorang wanita adalah salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidupnya setelah upacara kedewasaan dan sebelum menjadi seorang ibu. Gaun putih dengan aksen merah yang dirancang sendiri. Buket bunga mawar, lily dan zuzuran yang terpelihara baik di halaman rumahnya. Serta cincin berlian mungil yang tersemat di jari manisnya. Cincin yang diberikan Aizen Sousuke saat melamarnya di bulan Mei. Masih segar dalam memorinya.

****

“Omedeto” ucapnya meletakkan sebuah kue tar dengan lilin-lilin dan kepingan coklat. Dia tahu Aizen tidak terlalu suka manis, tapi sesekali memakannya tidak masalah bukan.
“Wah, kau yang membuatnya?” tanyanya tersenyum jahil.
“Tentu saja tidak. Mana bisa aku membuat yang beginian” jawabnya sambil memonyongkan bibir.
“Mana ada kue hancur yang di jual di toko?” tanyanya minta kepastian pada kue yang tidak bisa di bilang cantik itu. Cream yang belepotan. Keeping cokelat tidak beraturan dan bentuknya yang sulit diadefinisikan sebagai bulat, kotak atau lonjong.
“Urusai”
“Ah, karena sudah di buat jadi, itadakimasu” disendoknya kue dengan cream dan langsung dilahapnya.
“Eee…tiup lilin dulu?” ditariknya tangan yang memegang sendok.
“Aku bukan anak kecil lagi” pintanya dengan wajah memelas.
“Tidak. Berdoa lalu tiup lilinnya”
“Ssssssss…..” desahnya tapi memejamkan mata dan meniup lilin itu juga.
“Otanjoubi” sebuah ciuman pun mendarat di pipinya. Membuatnya bersemu merah untuk sesaat.
“Aku mau hadiah” pintanya sambil terus menyendok kue yang tidak terlalu manis meskipun ada krim diatasnya. Ternyata isi dalamnya adalah pure buah yang segar. Campuran dari buah berry dan orange dengan mint. Tipe kue kesukaannya.
“Ummm….aku sudah ada. Semoga kau suka” diambilnya kotak dari dalam tasnya. Sebuah kotak dengan bungkus coklat sederhana.
“Apa ini” dibukanya kotak yang berisi sebuah jama tangan. Jam yang sederhana. Tidak mewah tapi berkesan elegan. Desain jam tipe skeleton denga tali kulit merah maroon. Sangat cocok untuk dirinya yang mneginjak usia matang. (tidak mau di sebut tua). “Kono tokei wa ii desu” senyumnya mengembang menatap mata berbinar wanita itu. Dia, bagaimana pun dirinya, ketika tersenyum bagaikan bidadari.
“Yokatta. Aku khawatir kalau kau tidak menyukainya” diusapnya dada tanda lega. Dia telah mencari jam atau benda yang cocok sejak satu bulan yang lalau. Setiap toko dan setiap departementstore di kunjunginya. Akhirnya di tempat terakhir dia temukan jam yang memiliki karakter untuk kekasihnya. Sederhana, berkharisma, elegan, egois, berharaga diri tinggi tapi memiliki aksen lembut dan sedikit melankolis.
“Aku boleh meminta hadiah yang lain?” tanyanya tiba-tiba dengan sebuah senyum simpul.
“Eh, apa?”
“Aku ingin dirimu” dipeluknya tubuh wanita itu.
“Gyaa.. Ai, jangan. Jangan sekarang” teriaknya gugup.
“Kau masih menolakku? Mau sampai kapan hubungan kita seperti ini?” tanyanya dengan wajah serius senyum setengah menggoda setengah mengancam.
“Ah, a…aku belum siap” ucapnya menundukkan wajah.
“Aku akan menunggumu sampai kau siap” ditatapnya wanita yang masih menunduk. Tidak berani menatap wajah kekasihnya. “Tapi, paling tidak biarkan aku mengatakannya” ucapnya mengangkat dagu Rekka dan menatap dalam mata gelapnya. “Apa kau mau menikah denganku?” ucapnya dalam bergetar.
“Ai?” mata gelap itu membulat. Tidak percaya pada pendengarannya. Rasanya seperti disengat stunt gun ratusan volt. Jantungnya seakan melompat dari dada.

****

“Ohayou” bisiknya pada sang suami yang masih memejamkan mata. Alis mata yang sempurna. Bulu mata yang lentik panjang. Tulang rahang yang tegas. “Ai san” dikecupnya leher pria itu.
“Ngh…” mata itu terbuka perlahan. Seperti sebuah nyala yang muncul dalam kegelapan. Mata coklat terang yang selalu menyimpan misteri.
“Sudah jam enam. Aku siapkan sarapan” Rekka pun melangkah meninggalkan ruangan itu.
Nasi telah masak. Sup tofu telah siap. Karage ayam dan tempura sayur juga telah terhidang. Tidak lupa secangkir teh krisan yang beraroma manis.
“Hari ini, aku ada pertemuan dengan investor jadi pulang terlambat” ucapnya sebelum menyesap the krisan yang terhidang. “Kau tidak perlu menungguku”
“Hai, wakarimashita” jawabnya yang juga menuangkan teh tanpa gula untuk diri sendiri. Ditatapnya sang suami yang sedang makan. Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya.
Ai san, nande? Anata no kotoba. Anata no me wa?
“Nan ni?” dilihatnya Rekka yang memperhatikannya sedari tadi.
“Ie, nandemonai” jawabnya yang menyuapkan nasi ke mulut.

***

“Itterashai” ucapnya sebelum turun dari SUV hitam itu. Dan seperti biasa sebuah ciuman selalu menyertai. Hari ini ditambah dengan sebuah pelukan yang sedikit lama.
“Hari ini kau kenapa?” dicubitnya pipi Rekka lembut. Tangan yang besar dan hangat itu begitu merindukan tapi kenapa hatinya masih saja gundah.
“Ie” diberikannya sebuah senyum yang manis, meskipun agak memaksa.
Hari itu pun café tidak begitu ramai. Rekka pun memiliki waktu senggang lebih banyak. Tapi selama merapikan buku-buku dan membaca beberapa halaman novel karya Dan Brown tidak juga membuatnya lebih baik. Seolah semakin parah sakitnya.
Sepulangnya, Rekka berjalan pelan menuju stasiun. Berhenti sebentar di etalase took bunga dan took pakaian. Tidak ada yang membuatnya tertarik. Kakinya melangkah pada sebuah bistro terbuka.
“Vanilla latte” pesannya.
Dia pun duduk di bangku taman. Mengatur nafasnya yang sesak. Lalu menyesap hangat vanilla latte. Mungkin menjadi lebih baik. Kembali dai bertanya, mengapa hatinya begitu sensitive? Bukankah Aizen tidak melakukan apa pun. Dia yang memindahkan barang-barang itu tanpa bertanya lebih dulu. Dia yang berbuat salah. Tapi mengapa dia yang terluka.

****

Jarum jam bergeraka ke angka sepuluh. Meskipun jalanan masih saja ramai tapi kompleks itu sebaliknya. Jalannya telah sepi. Hanya seorang polisi yang berpatroli dengan sepeda anginnya. Sebuah SUV hitam melintas dan berbelok ke sebuah rumah. Tidak begitu besar. Halaman yang dipasang bata sebagai tempat parkir dan masih ada halaman hijau seluas 3x8 yang memanjang berbentuk L. Ditumbuhi oleh rumput dan tanaman rambat.
Dibukanya pintu samping yang ternyata tidak terkunci. Segera dilepasnya sepatu sebelum menginjak lantai kayu agar tidak mengeluarkan suara berderak. Dia terus berjalan menuju tangga langkahnya terhenti sesaat. Diamatinya ruang di sebelah yang terbuka. Hanya ada satu sofa dan satu meja serta beberapa rak penuh buku dengan karpet sebagai alasnya.
“Ka chan, kenapa masih menungguku” dibelainya pipi wanita yang tertidur di sofa. Novel yang semula dibacanya telah tergeletak di lantai. Di amatinya wajah sang istri. Dia cantik. Atau menurutnya begitu. Tapi banyak yang lebih cantik. Hanya saja, dia special. Mata bulat miliknya. Bulu mata pendeknya. Kata-kata halus menusuk dari bibirnya yang selembut kelopak. Dan tatapannya yang masih saja kosong. Selalu ada yang membuatnya tertarik pada sosok dihadapan itu. Seperti ada benang gaib yang menghubungkan mereka.
“Ka chan, Arigatou” dikecupnya pipi wanita itu.
“Ai san” kelopak itu mulai terbuka. “Ugh, sudah pulang? Okaeri” ucapnya sambil mengucek mata.
“Tadaima” ucapnya dengan sebuah senyum.
 “Kau sudah makan?”
“Ie” ucapnya menggelengkan kepala. Sebenarnya dia sudah makan tapi…
“Aku tadi membuat sup ikan dan tofu. Aku juga menambahkan rempah-rempah agar kau tidak sakit. Akhir-akhir ini kau bekerja sangat keras” ucapnya yang ngloyor ke dapur dan memanaskan sup tersebut. Sedangkan Aizen Sousuke duduk manis di kursinya sambil menatap sang istri.
“Douzo” diletakkannya semangkuk sup dihadapannya. “Mau pakai nasi?” tanyanya yang dijawab dengan anggukan.
“Kau tidak makan?”
“iya”
“Makanlah bersamaku”Aizen menyuapkan sepotong ikan di hadapannya. “Kau juga jangan sampai sakit”
Rekka pun melahap potongan ikan itu. “Ai san, gomene” ucapnya dengan teetsan air mata. Rasa sakit dihatinya seolah ikut keluar.
“Daijoubu” dipeluknya wanita itu.
Ya, dada bidangnya selalu menjadi tempatnya bersandar. Kala senang. Kala susah. Semua yang dia rasakan. Aizen telah menjadi langit dan kastil untuknya.
“Gomene” ucapnya sekali lagi.
“Jangan menangis lagi. Kau membuatku merasa berdosa karena tidak bisa menpati janji pada Kaa san dan Tou san” dihapusnya buli-bulir dipipi yang menghangat. Sebuah anggukan pun menyertai.

****

“Akhir-akhir ini aku sibuk sekali ya?” ditatapnya langit cerah berbintang. “Sampai-sampai tidak ada waktu bersamamu” diletakkanya cangkir teh di lantai kayu beranda.
“Ie, Ai san sudah bekerja keras. Itu juga untukku kan?” ditatapnya sosok itu. Sosok yang selalu mengisi kekosong ruang hatinya.
“Arigatou, Rekka” ucapnya yang menggenggam tangan kanan Rekka yang duduk di sampingnya sebelum kata itu sempat keluar dari bibir wanita itu. Rekka hanya mampu menatap sosok itu dengan binar bahagia yang menghangatkan hatinya. Begitu juga dengan Aizen. Menggenggam tangan itu untuk kesekian kalinya bagaikan yang pertama. Seseorang yang berharga dalam hidupnya, selain game.

Anata No Tanjoubi

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Type              : OOC/AU
Genre            : Romance/Gaje/Mystypo/Stress
Pairing        :Aizen Sousuke-Aihana Rekka

Anata no Tanjoubi

“Ohayou” sapa Rekka yang menyiapkan sarapan untuk suaminya. Hari ini Aizen harus pergi ke Tokyo untuk menghadiri seminar yang diadakan oleh Bandai Game Company. Yah, karena perusahaan Aizen adalah perusahaan game kecil-kecilan yang terdiri dari seorang directur sekaligus pemegang saham terbesar. Dua orang script writer, tiga orang desain grafis, yang merangkap sebagai marketing.
“Ohayou” dihirupnya aroma teh hijau dengan madu yang memenangkan. Salah satu favoritnya. “Kau tidak memasak?” tanyanya heran karena yang terhidang di meja hanya roti panggang dan selai buah.
“Hari ini kau tidak makan di rumah, jadi aku tidak masak. Lagi pula aku ada janji dengan teman siang nanti” jawabnya mengoleskan selai pada roti hangat yang terhidang.
“Begitu” ucapnya sedikit, banyak, kecewa.
“Kau, berangkat dengan Gin?”
“Ya, aku akan menjemputnya nanti” dilihatnya jam tangan yang menunjuk angka tujuh. Seminar akan diadakan jam sembilan. Perjalanan antara rumah mereka ke Tokyo memakan waktu satu jam. Sebelumnya dia berencana mampir ke kantor.
“Kiotsukete kudasai” ucapnya setelah mencium pipi sang suami tercinta. Atau menurutnya begitu.

*****

Dijalan pikirannya tidak tenang. Kenapa sang istri begitu santai hari ini. Bahkan sempat membuat janji dengan temannya. Apa karena dia harus mengikuti seminar? Apa dia balas dendam? Atau benar-benar lupa hari apa hari ini?
“Ne... Aizen san ya, kau kenapa melamun begitu. Aku belum mau pergi ke surga ya” ucap Ichimaru Gin memperhatikan pria disampingnya.
“Yakin sekali kau akan masuk surga”
“Makanya. Surgaku ya bersama Rangiku. Jadi jangan bawa aku ke tempat lain ya” candanya diantara senyum iblisnya.
“Tidak akan ke tempat lain. Jigoku e” ucapnya dengan aura mendung lalu menangkap sebuah pin yang tersemat di jas biru partnernya.
“Tumben kau memakai begituan”
“Apa?” dilihatnya tampang diri. “Oh ini?” di sentuhnya pin bulat yang bersinar. “Momo yang memberikannya saat ulang tahun pernikahan kami bulan lalu. Ah, putriku memang sudah dewasa” dikenangnya sang putri tercinta dalam bayang. Namun di kepala Aizen muncul awan hitam beserta petir di pagi akhir bulan Mei. Dia belum memiliki momongan. Menikah saja baru satu tahun. Itu pun sibuknya luar biasa.
Sangat kontras dengan Ichimaru Gin yang memutuskan menikah dengan Rangiku saat keduanya masih SMU. Tidak heran di usia yang ke tiga puluh, Momo, putri mereka telah berusia tiga belas tahun.

****
Semniar telah berjalan separuhnya dan saatnya makan siang. Para tamu pun segera mengambil makanan yang telah disediakan oleh pihak hotel dan duduk di meja yang mereka sukai. Kebetulan karena datang terlambat Aizen mendapat meja di ujung yang berbatasan dengan taman hotel yang membuatnya terkagum-kagum karena mengambil unsur Zen dan moderen.
Ichimaru Gin meninggalkannya karena suatu panggilan yang dia duga adalah Rangiku. Tapi panggilan yang dinantinya tak juga berdering bahkan setelah seminar selesai. Ponsel itu tetap diam, kecuali panggilan dari kantor dan beberapa sponsor dan relasi. Tapi yang diinginkannya hanya panggilan seseorang.
“Kau yang menyetir” ucapnya yang menghentikan mobil dan segera keluar dari mobil.membuat Ichimaru Gin terheran-heran.
“Ya nan ni o kangaete ya?”
“Nandemo nai” ucapnya singkat
“Kau tidak sedang bertengkar dengan Rekka nee chan kan?” diliriknya pria itu sejenak.
“Ie” jawabnya singkat. Sedangkan dalam hati Ichimaru Gin tertawa riang melihat Aizen Sousuke yang ngambek. Bukan tidak tahu alasannya tapi diminta oleh kakak iparnya, jadi tidak ada alasan untuk menolak sekenario ini.
“Nanti aku mau mampir ke toko kue dulu. Rangiku bilang ingin makan roti melon. Akhir-akhir ini dia banyak maunya” cerita Ichimaru. Sesaat kemudian hening. “Ne, apa Rangiku hamil ya?” gumamnya yang menyadari kemauan aneh-aneh sang istri. Dari menanam rumput sampai mendengarkan lagu enka. Bahkan mengajak Momo berkaraoke segala.

****

“Tadaima” ucapnya saat memasuki rumah. Namun tidak ada jawaban. Justru semuanya gelap gulita. “Rekka” panggilnya yang menyalakan lampu. “Apa dia belum pulang?” diambilnya air mineral dari dalam lemari es. Dan dilihatnya sebuah memo dengan gambar hati merah muda.
“Tanjoubi desho”
Segera dilangkahkan kakinya menuju balkon di atap rumah. Diamana pot-pot bunga berjajar tidak rapi. Namun tetap menarik di pandang. Seorang wanita duduk di satu-satunya bangku kayu yang sengaja di letakkan di sana. Rambutnya di ikat seperti biasanya.
“Ka chan” panggilnya.
“Kau terlambat” ucapnya saat berbalik. Wanita itu mengenakan sebuah terusan sebatas lutut berwarna orange lembut. Riasan tipis menghiasi wajahnya. “Aku menunggumu sampai kedinginan”
“Arigatou” di peluknya sang istri erat.
“Ne..tanjoubi desho” ucapnya diantara senyum. Namun wajah Aizen berubah kesal. “Kenapa wajahmu begitu? Tidak senang?” disentuhnya pipi lengket pria itu. Maklum dari pagi belum mandi.
“Kau tidak mengucapkan apa pun hari ini”
“Hihihi...jangan ngambek” godanya. “Kau pikir aku lupa ya?” dilingkarkannya lengan ke leher pria itu. “Mana mungkin” diciumnya sekilas bibir suaminya.
“Dasar, kau ini” dijitaknya lembut kepala wanita yang ada dalam dekapannya.

****

“Masih ingat dulu?” ucapnya saat sebuah musik waltz mengalun lembut memenuhi rumah itu.
“Iya” digenggamnya erat tangan Aizen yang membawa tubuhnya bergerak mengikuti irama.“Game aneh yang kau ciptakan ternyata populer ya” ditatapnya mata coklat terang itu.
“Ini salah satu musik pengiringnya”
“Salah satu favoritku”
“Waltz kiss” diciumnya bibir lembut wanita itu. Ciuman yang menggoda. Mengecupnya sekali, dua kali dan semakin dalam seiring dengana irama waltz yang mengalun merdu.



Crazy Love

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Type              : OOC/AU
Genre            : Romance/Gaje/Mystypo/Stress
Pairing        :Aizen Sousuke-Aihana Rekka

Crazy Love

“Apa ini?” tanyanya yang menyodorkan sebuah kemeja dengan bekas lipstik di dada.
“Apa?” jawabnya santai pada wanita yang sudah mencak-mencak tidak karuan itu. “Oh, itu .Di cuci juga hilang” kembali di hirupnya teh melati yang telah di sipakan sang istri.
“Milik siapa ini? Apa yang kau lakukan di luar sana?” dilemparkannya kemeja itu di lantai.
“Hei hei” dikejarnya istri yang masuk ke kamarnya.
“Dasar, Ai san bodoh bodoh bodoh...” runtuknya sambil mengemasi barang.
“Ka chan, mau kemana? Ini sudah malam”
“Aku mau pergi” ucapnya menghambur keluar bersama koper di tangan.
“Ka chan, kalau kau di culik orang bagaimana?” kata-kata tidak masuk akal mulai keluar dari bibirnya.
“Biar saja”
“Lalu, aku bagaimana? Siapa yang memasak untukku? Siapa yang mengurus pakaianku? Ka chan Ka chan” teriaknya saat wanita itu menstarter MPV nya.
“Sial” gerutunya saat mobil itu menjauh.

*******

“Tidak mau. Aku mau naik bis saja” ucap seorang gadis SMP yang rambutnya di cepol.
“Momo chan, kita kan searah. Kau bisa paman antar”
“Kau bukan pamanku” ucapnya yang segera berlari ke pintu depan. Meninggalkan om-om madesu di ruang makan.
“Kakak, maaf ya. Dia memang anak yang keras kepala” ucap wanita yang menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya.
“Dia itu terlalu mirip denganmu ya” ucap pria berambut perak yang sedang membaca koran pagi.
“Bukannya mirip denganmu?” dijulurkan lidahnya pada pria itu.
“Kau itu, membuatku gemas saja, Rangiku chan” reflek menarik pinggang sang istri tanpa mempedulikan tamu kesepian di mejanya.
“Ehem...” mereka pun segera memisahkan diri. “Aku pergi dulu” ucapnya menyambar jas di kursi. Risih dengan pemandangan yang membuatnya iri. Tidak ada yang bisa dia peluk-peluk. Bahkan, Momo, keponakannya tidak mau mengakui eksistensinya.

*****

Aizen tengah mengetik sesuatu di lap top nya. Saat itu malam telah larut. Istri dan anak di rumah itu telah lama tertidur. Namun sketsa game terbarunya belum sempurna. Seperti yang sudah-sudah di kunjunginya sebuah situs dewasa.
“Ara, Aizen sachou mengintip gadis-gadis ya” cibirnya saat mendapati sang kakak yang menatap gambar gadis-gadis seksi. “Wajar saja jika istrimu kabur dari rumah ya?”
“Gin, kau bisa diam tidak?” tanyanya kesal. “Aku sedang mencari inspirasi”
“Iya iya. Eh, yang pakai baju merah manis juga ya” komentarnya yang ikut nimbrung.
“Yang ini?”
Akhirnya mereka pun menghabiskan sisa malam dengan ‘mencari inspirasi’. Baka.

*****

“Apa? Aku tidak kabur. Aku hanya pulang kampung” jawab suara wanita di seberang panggilan.”Bukannya dia yang kabur, sampai menginap di rumahmu segala”
“Rekka nee chan kenapa kau tidak cepat pulang”
“Tidak mau. Aku mau liburan di sini”
“Kasihan kakak yang bermuka madesu tanpamu”
“Tidak perlu membelanya. Paling sekarang dia sedang membuka situs hentai di laptopnya”
“Apa kakak ipar seperti itu?” pikirnya setelah sambungan terputus. Karena penasaran Rangiku pun mengintip kamar tamu yang sedikit terbuka.pria itu sedang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Tampaknya serius. Dia mengawasi beberapa menit karena kelihatan sibuk dia pun beranjak meninggalkan kamar itu. Tapi. Tiba-tiba Aizen berdering. Saat meraih ponsel yang ada di ranjang di sampingnya terlihatlah apa yang sedang dia kerjakan. Beberapa, bukan, banyak gambar animasi gadis- gadis dengan pose mengundang.
“Ternyata” ucapnya lemas. Istri kakak iparnya itu memang wanita yang benar-benar hebat, bisa tahan dengan pria mesum seperti itu. Makanya sang suami juga tidak jauh beda. Semburat merah menghiasi pipi putihnya.

****

“Momo”sapanya pada sang keponakan yang keluar dari gerbang sekolah.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanyanya judes. Sejudes sang istri. Membuatnya rindu setengah mati.
“Karena searah, kita bisa pulang bareng”
“Tidak mau, aku mau pulang bareng Toushiro” di tariknya lengan seorang bocah berambut putih jabrik yang menggandeng sepeda lipat pujaan hatinya. Membuat laki-laki itu terkejut. “Iya kan, Shiro chan?” tanyanya dengah senyum manis mematikan.
“Aku ada latihan klub, maaf” ucapnya datar. Membuat gadis itu mati gaya dihadapan para murid. Dan segera masuk ke mobil SUV yang tidak cocok dengan pemiliknya itu.
“Jangan kira aku mau memanggilmu paman” ucapnya ketus.
“Terserah padamu saja”

****

Selama tinggal di rumah Ichimaru Gin, hanya tampang buthek Aizen yang terlihat. Tidak ada senyum. Tidak ada tawa, kecuali saat dia serius menekuni situs ‘iya iya’ di laptopnya. Mukanya terlihat tertekan setelah melakukan panggilan.
“Dia tidak mau pulang ya?” ucap Gin yang meneguk sake setelah mandi air hangat.
“Benar-benar keras kepala” gerutunya.
“Ne..Kenapa tidak menjemputnya?”
“Percuma saja” ucapnya berselonjor pada lantai kayu beranda rumah itu. “Aku bisa di bunuh di tempat”
“Hihihihi.....” tawanya cekikikan mendengar penuturan sang kakak. Walau di bilang kakak, sebenarnya tidak ada ikatan darah diantara mereka. Hanya saja, Aizen adalah orang yang memungutnya saat kabur dari rumah. Memberinya tempat tinggal dan pekerjaan.
“Kenapa kau tertawa? Memangnya ada yang lucu?”
“Ie, hanya kalau melihatmu begini jadi manis ya?”
“Kurang ajar kau” dijitaknya kepala Gin.
“Melihatmu menghawatirkan seseorang. Terlihat berbeda dengan Aizen Sousuke yang ku kenal dulu”
“Ah, aku juga tidak tahu”
“Jangan biarkan dia menunggumu terlalu lama ya. Nanti hatinya berpaling darimu”
“Cih, aku diceramahi”

********

Bunga-bunga mulai bermekaran di awal musim panas yang indah. Matahari bersinar hangat sepanjang siang. Hari yang menyenagkan. Disiraminya bunga natsume yang mekar di halaman belakang. Bunga-bunga yang cantik berjajar rapi. Natsume, Kikyou, Sumire, Yuri, Himawari, semuanya mempesona mata. Tapi tidak mengurangi kerisauannya.
Apa yang dia lakukan sekarang? Apa dia sudah makan? Atau tidak pulang. Dan berkencan dengan wanita yang lipstiknya menempel di kemeja
“Baka Aizen” teriaknya membuat burung-burung terbang berlarian meninggalkan taman, termasuk semut yang berbondong-bondong mengungsi.
“Benar. Tidak ada yang lebih bodoh daripada Aizen Sousuke ini” ucap sebuah suara dalam yang selalu membuat dadanya bergemuruh. Segera dia berbalik dan menemukan sosok pria yang membuatnya kesal setengah hidup.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Ayo pulang” ucapnya menggandeng tangan wanita itu.
“Pulang kemana? Ini kan rumahku”
“Sudah tidak lagi. Chichi Ue dan Haha Ue kan sudah mengusirmu sejak sepuluh tahun lalu. Jadi, rumahku adalah satu-satunya tempatmu pulang” di tatapnya wanita yang masih pasang tampang jutek itu.
“Lalu wanita itu akan kau belikan rumah yang lain?”
Mendengar pertanyaan itu tawa Aizen meledak sejadi-jadinya. “Hahahah...tentu saja. Dimana pun dia inginkan aku akan memberikannya rumah” ucapnya dengan sebuah tatapan jahil. Membuat wanita itu semakin dongkol dan bermaksud mengusirnya keluar.
“Kau lupa ya? Kemeja itu ternoda oleh lipstikmu sendiri” ucapnya yang membelai bibir wanita itu. Warna peach yang sama dengan bekas lipstik di kemeja. Untuk beberapa saat wanita itu tertegun. Menyusun kembali memori satu minggu yang lalu. Sesaat kemudian wajahnya memerah.
“Daijoubu” ucapnya menarik tubuh wanita itu dalam dekapannya. “Ii dayou”
“Gomen, Ai san” ucapnya lirih dan memeluk pria itu erat. Menghirup harum tubuhnya. Merasakan hangat dekapannya. Sentuhan kulitnya. Dalam suaranya. Semua yang membuatnya rindu pada pria itu.
“Aitai yo” dibelainya rambut gelap yang tumbuh melewati bahunya.

****

Di ruang yang menghadap ke taman dengan sebuah kursi panjang dan sebuah meja yang mereka sebut sebagai ruang keluarga. Aizen sibuk membuat rancangan game terbarunya. Sebuah game petualangan yang dia klaim lebih seru dari Ragnarok dan Lebih heboh dari Final Fantasi. Di liriknya sang istri yang sedang membaca novel misteri di sofa di sampingnya.
“Rekka, tidak perlu menungguku. Kalau kau ngantuk tidur saja dulu”
“Ie, novelnya seru. Aku masih penasaran” ucapnya tanpa berpaling dari novel. Berubah autis kalau bersama bersama benda itu. Seolah Aizen hanya pemanis ruangan.
“Baiklah” kembali dibuatnya desain area. Tanpa sadar jarum jam melewati angka satu. Wanita itu telah terlelap di tempatnya.
“Ne...kenapa kau tidak tidur dulu Ka chan” tanyanya yang membelai pipi wanita itu lembut. “Kau ini benar-benar” ucapnya yang mendaratkan ciuman di pipi.
“Hmmm... Ai san?” gumamnya.
“Membuatku menyerah padamu” di gendongnya wanita itu ke kamar.
“Sudah selesai?” gumanya dengan mata terpejam, menyandarkan kepalanya di dada bidang pria yang paling dicintainya. Atau merasa begitu.
“Sepertinya belum” ucapnya diantara senyum nakal.

Selasa, 24 Juli 2012

25 Juli 2012 (Date)

Apa benar akan ada date di tanggal $ Agustus 2012?
Ano...E...to.... >/////<
Berharap, tapi rasanya yang aku harapkan bakal luntur. Maunya dia bilang "udah, gak apap buat kamu ja"
Geez, ngarep banget aku ini. jelas barang berharga begitu gak mungkin di kasih. gak terlalu berharga sebenarnya.
Ano...Taichou sama, ano...e..to...


Dakara pokoknya begitu. Tanggal 4 Agustus entah jam berapa, aku harus bertemu dia........
Owari, matemasu....... ^_^