Selasa, 21 Juni 2011

Solitude


Desclaimer : Bleach by Kubo Tite
Rate : Indonesian.
Type : OOC/AU/M
Genre : Mistery/Detective/Litle bit Romance/Aizen Sousuke-Aihana Rekka

Solitude

Terdengar suara pintu yang terbuka. Seorang pria memasuki rumah itu. Sepi. Ya, selalu saja sepi dan gelap. Tidak ada siapa pun selain dirinya. Diletakkannya tas berisi notebook dan beberapa dokumen di meja dan langsung menuju satu-satunya kamar dengan sebuah tempat tidur diterangi temaram bulan. Jas yang dikenakannya dilemparkan asal-asalan. Lencana, borgol, dan pistol dimasukkan dalam laci. Dia membuka beberapa kancing kemejanya dan roboh begitu saja di tempat tidur. Beberapa detik kemudian terdengar dengkuran halus.

****
Sinar mentari pagi menerobos celah jendela, menyinari ruangan itu dan penghuninya yang terbaring diam. Sesaat kenudian matanya terbuka, mengerjap beberapa kali dan menggeliat sejenak. Dipandanginya jam tangan yang belum sempat dilepasnya. Jam 7.30. Pria itu pun bangkit melepas kemejanya dan menuju kamar mandi.
Kini pria itu telah duduk di beranda, menikmati sarapannya; roti selai dan secangkir teh. Ditatapnya langit biru yang terhampar, indah, lalu diliriknya meja itu. Hanya ada satu kursi dan satu meja. Semua serba satu di rumah luas itu. Pria itu pun tersenyum pahit. Tujuh tahun dia menjadi seorang polisi dan dua tahun menjadi seorang inspektur. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menangani kasus kriminal yang tiada habisnya. Asal tetap sibuk itu baik menurutnya.
RRRRRRRRRRRRR...........
“Ya” dijawabnya panggilan yang masuk ke ponselnya. “Aku akan segera kesana” ucapnya memutus panggilan.

****

“Shiro chan”panggil seorang gadis berseragam SMP yang rambutnya diikat di kedua sisi pada seorang anak SD.
“Sudah ku bilang jangan memanggilku seperti itu” jawabnya jutek.
“Ayo kita berangkat bersama” pintanya pada si anak yang sedang makan sarapannya.
“Momo, kau sudah sarapan?” tanyanya pada Hinamori Momo, teman Hitsugaya Toushiro sejak kecil.
“Sudah, Unohana Retsu san” jawabnya pada wanita yang menikmati sarapannya. Unohana Retsu, kepala Rumah Sakit Karakura serta wali dari Hitsugaya Toushiro; pewaris tunggal perusahaan es batu.
“Aku sudah selesai” ucapnya sambil mengambil tas yang tergeletak di lantai. “Momo, ayo berangkat”
“Kalian tidak mau di antar?”
“Tidak perlu, aku bisa berangkat sendiri” katanya meninggalkan ruangan itu.
Hitsugaya Toushiro kehilangan kedua orangtuanya karena kecelakaan pesawat satu bulan yang lalu. Pesawat yang mereka tumpangi jatuh di perairan Irian Jaya saat hendak landing.
“Unohana san, ada telepon dari pengacara” ucap Kotetsu Isane yang juga menjabat sebagai asisten di rumah sakit.
“Moshi moshi”

****

“Ohayou, Aizen san” sapa Ichimaru yang baru sampai di kantor. “Hari ini tidak ada pekerjaan ya?” tanyanya dengan senyum mencurigakan.
“Kau mau pergi kemana?”
“Wah wah, pengamatan Aizen san jeli sekali. Aku hanya ingin ijin sebentar, mengantarkan Rangiku chek up di rumah sakit”
“Terserah kau saja” ucapnya tanpa mengalihkan pandangan pada file kasus di komputernya.
“Aizen san, ada laporan kasus penculikan” ucap Kaname Tousen sambil membawa lembaran catatan. “Yang diculik adalah Hitsugaya Toushiro, pewaris tunggal perusahaan es batu. Dia di culik saat berangkat ke sekolah pagi ini”
“Apa ada saksi mata?”
“Ya, Hinamori Momo. Mereka berangkat ke sekolah bersama. Menurut keterangan saksi ada mobil mencurigakan yang mengikuti mereka dan beberapa orang bertopeng membawa pergi korban. Laoporan ini atas nama Unohana Retsu selaku wali korban” terangnya.
“Baiklah, kita pergi ke lokasi” kata pria itu meraih mantel dan topinya.

****

“Saat kami berangkat ke sekolah tiba-tiba ada mobil yang berhenti. Beberapa orang berbadan besar dan bertopeng turun lalu mereka mengambil Shiro chan. Saat itu dia meronta tapi... Tapi kepalanya di pukul oleh salah seorang dari mereka. Aku tidak bisa menolongnya, gomenasai....” jelasnya diantara tangis.
“Unohan san, apa sudah ada telepon dari pelaku?”
“Sampai saat ini belum ada. Aku sudah meminta pengacara untuk segera datang. Aku tidak menyangka akan ada kasus seperti ini” ucap wanita itu tenang.
“Pengacara?”
“Ya, hari ini aku berencana membuat surat pengasuhan Toushiro. Adikku dan suaminya meninggal dalam kecelakaan satu bulan yang lalu. Dan hak pengasuhan di serahkan padaku karena tidak ada keluarga yang lain”
“Bagaimana dengan perusahaan?”
“Sampai Toushiro berumur dua puluh satu tahun, aku, sebagai walinya yang mengelola”
“Naru hodo” gumam inspektur itu.
“Ohayou” sapa seorang pria berwajah kaku, Kuchiki Byakuya sang pengacara.
“Kuchiki san, akhirnya kau datang juga” ucap kepala rumah sakit itu lega.

****

“Lepaskan aku” teriak seorang bocah laki-laki yang meronta karena tubuhnya diikat pada sebuah kursi. “Oi, lepaskan aku” teriaknya sekali lagi, tapi tidak satu suara pun yang terdengar selain cicit tikus yang menggerogoti kain rombeng di pojok ruangan gelap nan lembab.
“Doko” dilihatnya sekeliling. Tidak ada seorang selain dirinya disana. Hingga terdengar langkah kaki mendekat. Derit pintu. Langkah yang berat di lantai yang melapuk. Dan terbukalah pintu di hadapannya. Seorang bertubuh tinggi kurus memasuki ruangan itu. Tawanya menggema mengerikan;
“Ne... Toushiro” panggilnya pada bocah itu. “Daijobu ka?”
“Omae?” matanya terbelalak menyadari dengan siapa dia berbicara.

****

“Unohana Retsu disini” jawabnya. “Apa? Seratus juta yen?”pekiknya. “Bagaiman keadaan Toushiro? Moshi moshi... moshi moshi” terlambat sambungan telah terputus.
“Doushitemo, Unohana san?” tanya Aizen yang saat itu ada di ruangan yang sama. “Apa penculiknya meminta tebusan?”
“Dia minta seratus juta yen” jawab wanita itu lemas. “Dari mana aku mendapatkannya?” pikirannya melayang pada keponakannya yang disekap.
“Apa? Seratus juta yen?”
“Ya, penculik itu meminta agar uangnya di buang dari jembatan Karakura pada tanggal dua puluh sembilan Mei sebelum matahari terbit”
“Tanggal dua puluh sembilan masih dua hari lagi. Kita masih ada waktu untuk menemukan Hitsugaya dan sang pelaku” Inspektur Aizen mengenakan kembali topinya, tanda dia akan pamit.

****

“Unohana san” seorang pria berban tegap mendatangi wanita yang sedang terpuruk memikirkan keponakannya yang sekarang entah ada dimana. “Daijobuka?”
“Ah, Amagai. Aku baik-baik saja” jawabnya sambil memegangi kepala, lemas.
“Sebaiknya kau istirahat saja. Aku sudah menyuruh orang untuk mencari Toushiro. Kau tidak perlu cemas” diletakkannya tangan pria itu pada pundak Unohana Retsu dan mendapat sambutan darinya.
“Shuusuke, terimakasih” ucapnya yang beranjak dari kursi tempatnya menunggu kabar. Seharian ini dia duduk disana, di ruang tamu. “Aku sangat khawatir pada Toushiro. Bagaimana kalau penculik itu tidak memberinya makan? Dia ada gangguan pencernaan. Bagaimana kalau dia kedinginan? Bagaimana kalau penculik itu melukainya?” tetes demi tetes air mata mengaliri pipi pucat wanita itu.
“Retsu, jangan khawatir” dihapusnya bulir-bulir bening itu dengan jemari hangatnya. “Aku akan mencarinya sekuat tenaga”
“Shuusuke,mereka meninta tebusan seratus juta yen, aku harus bagaimana?” tanyanya diantara isakan yang tertahan.
“Aku tidak punya uang sebanyak itu. Tapi aku akan mencoba mencari pinjaman. Kalau di jual apartemenku di Tokyo paling tidak laku lima belas juta yen”
“Aku ada tabungan sekitar sepuluh juta” ditatapnya mata pria yang pernah dikasihinya, atau, masih dikasihinya itu.
“Memang masih kurang, tapi aku akan mengusahakan sisanya. Tolong, jangan bersedih lagi. Kalau kau seperti ini terus, hatiku bisa hancur” ” bisiknya pada wanita dalam dekapannya itu, dieratkan dekapannya pada tubuh wanita itu. Sudah lama sekali sejak terakhir memeluknya seperti ini.

****

“Shiro chan, kau disni dulu ya” ucap seorang pria yang mengacak-acak rambut Hitsugaya Toshiro yang tubuhnya masih terikat.
“Nanda?” tanyanya pada pria itu. “Doushite ojisan?”
“Ayahmu terlalu keras kepala. Aku tidak punya jalan lain” ucapnya dengan sebuah senyum.
“APA YANG KAU LAKIKAN PADA ORANG TUAKU?” teriaknya. Meskipun terlihat tenang dan tidak peduli tapi kematian orang tuanya, sebagai seorang anak dia tetap terpukul. Dan sekarang dihadapkan pada seorang yang berbahagia atas musibah itu.
“Bukan salahku jika orang tuamu mati. Itu kecelakaan. Sepertinya tuhan memang mendukungku” lanjutnya. “Nah, jadilah anak yang manis beberapa hari saja. Setelah semuanya selesai kau akan aku lepas” ucapnya sebelum meninggalkan ruang gelap dan lembab itu. “Mungkin” gumamnya di antara senyum.

****

“Inspektur, bagaimana ini?” Ichimaru Gin menghampiri Aizen Sousuke yang duduk di kursinya, matnya tidak lepas dari data minim yang tertulis dalah sehelai kertas dihadapnnya. “clueless” pikirnya.
“Aku tidak tahu” jawabnya singkat. Di layar komputernya ada daftar nama kolega perusahaan es batu itu. Salah satu namanya adalah Amagai Shuusuke, manager perusahaan perkapalan. “Aku pergi” ucapnya meninggalkan ruangannya.
“Eh, lho” orang-orang disekitarnya pun bengong. Tidak biasanya sang inspektur bersikap seperti itu, apalagi saat menangani kasusus. Biasanya dia akan serius dan lembur berhari-hari.

****

Debur ombat pasang menghantam galangan dimana kapal-kapal berlabuh. Kegiatan bongkar muat barang masih berlangsung meski malam semakin larut. Aizen Sousuke melangkahkan kakinya, menelusuri galangan itu. Hawa dingin mulai menusuk di musim tsuyu yang tidak menyenangkan itu. Dia mencari sesuatu tapi tidak tahu apa. Ada yang janggal tapi tidak ada petunjuk. Mobil yang dipakai mungkin sejenis van. Seorang anak tidak akan terpikir untuk mengingat plat nomor kendaraan pelaku.
“Irrashai” sapa penjual oden pada inspektur itu. Dia langsung duduk dan memesan seporsi age. Malam yang dingin memang enak sambil menikmati age.
“Aku tambah lagi” pintanya pada sang penjual oden. Saat sedang menikmati oden yang memang terasa enak di lidahnya yang sejak sore tidak merasakan makanan. Seorang pekerja duduk di sampingnya dan memesan seporsi udon.
“Kau masih lembur, Lei Fang” tanya sang penjual oden yang namapknya telah akrab dengan sang pekerja.
“Ya, begitulah. Akhi-akhir ini banyak pekerjaan. Sepertinya bos akan menambah usahanya. Aku dengar dia akan membeli perusahaan es batu Hyourinmaru” jawabnya sambil menjejalkan potongan oden ke mulut.
“Bukankah pemiliknya meninggal karena kecelakaan, berita itu di siarkan hampir di semua stasiun Tv. Kasihan sekali, padahal anak mereka masih kecil” ucap sang penjual oden sambil mengelap mangkuk.
“Yah, bukankah lebih mudah mendapatkannya dari anak kecil begitu. Apalagi kalau sudah tidak berdaya” gumamnya. Tapi gumaman itu di dengar oleh sang inspektur.
“Aku sudah selesai” ucapnya meletakkan sumpit dan mangkok kosong. “Aku kerja dulu” pamitnya pada sang penjual oden.
“Apa perusahaan perkapalan selalu ramai seperti ini?” tanyanya pada penjual oden.
“Tidak juga, tapi beberapa minggu ini memang mulai ramai dan banyak pekerja seperti Lei Fang yang lembur”
“Memangnya siapa pemilik perusahaan perkapalan disnin?”
“Dulu ada banyak. Tapi yang sekarang tinggal Hinomaru”
“Oh, begitu
“Kau bukan karyawan disini ya?” tanya si penjual oden yang mengamati sang inspektur yang mengenakan t-shirt dan jaket.
“Bukan, aku hanya mencari udara segar”
“Naru hodo, apa kau ada masalah dengan wanita?”
“Bisa dibilang begitu” jawabnya dengan sebuah senyum.
“Wanita memang makluk yang sulit dimengerti. Dia tiba-tiba muncul dan tanpa disadari kita telah jatuh dalam jeratnya. Sebenarnya kitalah yang menjatuhkan diri pada jerat itu” ucapnya sambil tertawa.

****

Aizen Sousuke masih didalam mobilnya. Tetap mengawasi keadaan galangan setelah mendapat puzzle informasi yang mulai di susunnya. Masih banyak kepingan yang hilang tapi dia bisa menduga motif rangkaian kejadian itu.
Seorang pria keluar dari sebuah bangunan. Dia Amagai Shuuke. Pria itu segera memasuki mobilnya dan melaju meninggalkan galangan. Pria itu tidak sadar jika ada mobil lain yang mengikutinya. Setelah tiga puluh menit berjalan mobil itu berhenti disebauh rumah. Seorang wanita segera keluar dan memeluknya, wanita itu Unohana Retsu.
“Apa hubungan kedua orang itu?” pikirnya. Bukan urusannya hubungan pribadi diantaranya tapi lebih dari itu. Ini adalah bentuk puzzle yang lain.

****

“Ichimaru, awasilah orang ini” ucap Aizen yang melemparkan berkas-berkas tentang Amagai di meja Ichimaru Gin. Sedangkan yang di ajak bicara sedang menerima panggilan di ponselnya.
“Ya, boleh saja. Tapi aku sedang sibuk. Jadi, mungkin aku akan datang lain kali” ucapnya dengan full smile kepada penelpon di seberang sana, yang sepertinya seorang wanita.
“Ichimaru Gin, kau tidak mendengarku ya?” tanya Aizen Sousuke plus kilatan petir dari mata coklatnya.
“Gomene” segera diputusnya percakapan itu. Penyakitnya belum sembuh total. Dan memang tidak bisa instan. Wanita-wanita yang pernah dekat dengannya masih memburunya meski tahu dia akan segera menikah. “Ya, aku berangkat” ucapnya menyambar mantel yang tergantung dikursi.

****

“Inspektur Aizen, bagaimana? Apa sudah ada kabar dari keponakanku?” tanya Unohana Retsu.
“Aku minta maaf, sejauh ini belum ada petunjuk yang membantu penyelidikan”
“Retsu, aku bisa mendapat pinjaman” ucap Amagai yang baru tiba. “Inspektur” pria itu agak terkejut karena inspektur itu muncul disana”
“Doumo” ucapnya yang dibalas dengan angguka pria itu.
“Aku bisa mendapat pinjaman tapi butuh jaminan” ucapnya pada wanita itu dan duduk disampingnya.
“Benarkah, bagaimana kalau rumah ini jaminannya”
Pria itu mengelengkan kepala. “Tidak akan cukup. Harga apartemenku di luar dugaan anjlok, bisnis properti sedang lesu, aku hanya mendapat sembilan juta yen” ucapnya penuh sesal.
“Kita harus bagaimana?Apa yang harus aku lakukan” Unohana Retsu memegangi kepalanya yang pening. Dia sama sekali tidak tidur, terlihat jelah dari wajah pucat dan kantung mata yang menghitam.
“Retsu, perusahaan itu, apa tidak di jual saja” sarannya.
“Shuusuke...” dipandangnya wajah pria itu. “Itu milik Toshiro, aku tidak punya hak”
“Aku tahu. Tapi tidak ada cara lain. Aku pasti akan merasa bersalah jika terjadi sesuatu padanya” ditatapnya mata wanita itu dalam. Pemandangan yang membuat perasaan orang ketiga tidak enak. Inspektur Aizen mengalihkan pandangannya dan menangkap sebuah foto. Foto keluarga tampakanya, ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang tertawa riang. Sudah lama sekali dia tidak melihat foto sejenis dirumahnya. Tidak ada foto, tidak ada hiasan, tidak ada apa pun. Dan tidak berati apa pun.

RRRRRRRRRRRRR..............
“Moshi-moshi”
“Inspektur, sepertinya ada hal menarik yang harus kau ketahui” ucap Ichimaru Gin dari ponselnya.

****

Hari teransaksi telah tiba. Gelap masih menyelimuti kota Karakura. Amagai Shuhuke, Unohana Retsu dan Aizen Sousuke pergi ke jembatan karakura yang menghubungkan sisi sungai Karasu. Uang sebesar seratus juta yen telah ditangan. Uang itu langsung dibuang ke aliran Onosegawa yang cukup deras.
“Shuusuke, Toshiro akan baik-baik saja kan?” tanyanya dalam dekapan pria itu.
“Aku yakin dia baik-baik saja”
Di tengah sungai ada kotak mengapung yang diikatkan pada sebuah tambang di tepi sungai. Ternyata itu sebuah kapal. Diatasnya ada sesosok yang terikat.
“Toushiro” Unohana Retsu histeris melihat pemandnagan itu. Mereka pun segera menuju tepi sungai dan menarik tambang itu. Saat berhasil meraihnya ternyata sosok itu bukan sosok anak kecil tapi sesosok pria dewasa yang diikat sedemikian rupa.
“Amagai Shuusuke san, maaf aku harus menangkapmu” Inspektur Aizen memasangkan borgol ditangan pria itu, membuat wanita disampingnya semakin shock.
“Apa yang kau lakukan?” teriaknya. “Apa salahku?”
“Kau terdakwa kasus penculikan, pemerasan dan penipuan”
“Inspektur, bagaimana bisa?” Unohana Retsu panik melihat adegan dihadapannya. Beberapa saat kemudian anggota polisi muncul dari balik semak-semak, jembatan, puncak gedung di sekitar sungai.
“Retsu obachan” panggil sesosok yang berjalan tertatih.
“Toushiro” wanita itu segera mengahmbur dan memeluk keponakannya. “kau baik-baik saja”
“Gezz, apa ini? Apa-apaan ini? Kalian menjebakku” teriak Amagai.
“Amagai ojisan, akui saja kejahatanmu” ucap anak itu.
“Anak kurang ajar, kenapa kau tidak ikut mati bersama orang tuamu” teriaknya yang menyerang Hitsugaya Toshiro namun segera roboh karena puulan dari Inspektur Aizen tepat di ulu hatinya. Dia pun teersungkur tak berdaya.
“Shuhuke, teganya kau... “kata-kata Unohana Retsu tertahan. Dia mnerasa telah dihianati, disakiti, di tipu oleh orang yang selama ini mengisi hatinya. Bulir-bulir bening kembali membasahi pipi pucatnya.

Hitsugaya Toushiro ditemukan oleh Ichimaru Gin disekap di sebuah gudang tak jauh dari galangan kapal. Dia juga melihat Amagai Shuusuke yang memasuki gudang itu dan membawa Hitsugaya Toushiro keluar sebelum dia pergi menemui Unohana Retsu di rumahnya. Dan polisi yang telah bersiap di lokasi langsung menyergap orang susruhan yang membawa Hitsugaya Toushiro. Tak lupa dari Tousen Kaname mengabadikan setiap adegan dengan kamera yang selalu dibawanya sebaqgai barang bukti.

Selama ini dialah dalang dari mundurnya bisnis es batu dan drama pnculikan. Perusahaan es batu itu sudah lama diincarnya dan karena itu dia mendeekati Unohana Retsu yang memang pernah singgah dihatinya. Hingga kecelakaan naas yang melancarkan segala rencananya. Namun semua itu harus kandas. Ditambah dengan terbongkarnya kasus penyelundupan barang ilegal perusahaan perkapalan tersebut.

****

“Shiro chan, daijobu?” tanya Hinamori Momo dalam isakannya. Airmata terus membasahi pipinya sementara Hitsugaya Toushiro terbaring dengan selang infus ditangannya.
“Momo, jangan menangis lagi. Aku baik-baik saja” jawabnya meski bekas guratan terlihat jelas dipergelangan tangannya, menunjukkan usaha keras untuk lepas dari ikatan.
“Gomenasai...huhuhuhuhu.... Gomenasai.....”
“Daijobu” dipeluknya tubuh gadis yang lebih tua darinya itu. Gadis yang ingin dilindunginya. Meskipun saat ini belum bisa, suatu hari nanti dia pasti.

****

“Senangnya, satu kasus terselesaikan” Ichimaru Gin meregnagkan badannya. Dia menguntit Amagai Shuusukesampai tidak pulang ke rumah dan hau mendengarkan omelan panjang Rangiku yang khawatir. “Bagaimana kalau kita minum-minum” usulnya yang lansung disetujui oleh mayoritas.
“Inspektur Aizen, bagaimana kalau ikut minum bersama kami” tawar Tousen Kaname.
“Tidak, terimakasih”
“Ayolah, inspektur. Sake paling nikmat dinikmati setelah bekerja keras” rayu Ichimaru Gin yang ternyata tidak mempan.
“Kalian saja” jawabnya meninggalkan ruangan.

****

Di suatu cafe

“Aihana Rekka, yoroshiku” ucap gadis itu memperkenalkan diri.
“Kira Izuru” jawab seorang pria dengan rambut yang di cat pirang dan nampaknya perlu potong rambut.
“Asano Miyano” seorang gadis berambut panjang yang diikat ekor kuda meperkenalkan diri.
“Abarai Renji” ucap pria bertato. Totonya lebih banyak dari pada Hisagi Shuuhei.
“Kurotsuchi Nemu” ucap gadis berkepang yang terlihat lemah lembut.
“Hisagi Shuuhei” ucapnya di akhir.
Dan blind date pun dimulai. Mereka makan bersama di sebuah restauran China dan melanjutkan Karaoke.
“Jadi kau reporter yang sering muncul di TV ya?” ucap Kira Izuru girang. “Wah, aku penggemar beratmu” lanjutnya.
“Aku tidak muncul sesering itu Kira san” jawab Rekka setengah malas.
“Panggil aku Izuru” pintanya sebelum meneguk cairan dari kaleng bir dihadapannya sambil menyaksikan Hisagi dan Abarai yang berkaraoke ria. Tubuh Asano sangat proposiaonal, dadanya juga besar, mungkin tipe ini yang dicari oleh Shuuhei, pikir Rekka.
“Kurotsuchi, utate yo...” pinta Abarai pada gadis yang sejak tadi hanya diam dan tepuk tangan. Gadis itu pun segrea unjuk kebolehan, ternyata suaranya bagus. Sementara sedang duet dengan Abarai Hisagi mengobrol santai dengan Asano bahkan sampai tertawa tawa. Semua terlihat antusias kecuali Aihana Rekka. Dia tidak pernah kencan buta sebelumnya dan tidak memiliki minat pada Izuru Kira yang seorang pelayan bar.
“Nomitte” ucapnya kembali meneguk bir dari kaleng ke limanya, dia kuat minum rupanya. Mencium aroma alkohol dari mulut pria itu membuatnya ingin mutah ditambah dengan Abari yang merokok. Benar-benar kencan yang tidak menyenangkan.

****
Kedai Ramen Hirako Shinji

“Dua puluh sembilan Mei” gumamnya dengan senyum pahit. Kembali diteguknya sake yang ada dihadapannya. Pria itu tidak pernah minum sake di hari-hari biasanya kecuali haru khusus, seperti hari ini. “Menyedihkan”
“Aizen san, kenapa tidak pergi bersenang-senang dan minum sendirian disini?” tanya si pemilik kedai yang nyentrik. Rambutnya di potong gombak model nightbarones.
“Untuk apa?” tanyanya pada pria itu.
“Merayakan keberhasilan kalian memecahkan kasus penculikan. Bukankah ada pesta, Kaname yang memberitahuku” ceritanya sambil mengelap mangkuk. Malam itu tidak banyak tamu yang datang.
“Shinji, kalau sudah selesai aku pulang ya” pinta seorang gadis pelayan yang mengelap meja pada Hirako Shinji, bosnya.
“Boleh saja” jawabnya. “Oh, ya. Hyori, jangan lupa kau bawa pulang sisa daging di belakang” pesannya. “Lho, sudah mau pulang?” menyadari satu-satunya tamu yang tertinggal bangkit dari tempat duduknya.
“Kalau terlalu lama disini aku bisa lupa jalan pulang” jawabnya. “Pulang? Huh” sebuah senyum getir terlukis samar dibibirnya. Pulang, kembali ke rumah besar yang sepi itu. Kembali pada dirinya yang sesungguhnya.
Jalanan karakura mulai sepi, meskipun beberapa cafe dan kedai masih dipadati pengunjung. Pria itu sama sekali tidak ada niatan untuk bersenang-senang, bahkan di hari istimewa ini di malam bulan bulat penuh bersinar cerah menggantung di langit Karakura.
Di jalan yang sama, seorang wanita muda duduk di sebuah bangku sambil memegangi kakinya. Tampaknya sepatu kananya bermasalah karena dijinjing. Dia berusaha memanggil taksi tapi tidak satu pun taksi yang berhenti. Dia berusaha berjalan tapi sepertinya sulit.
“Ittai” gumamnya sambil melepaskan sepatu yang satunya, kini dia bertelanjang kaki.
“Aihana” panggil seorang pria pada wanita itu. “Naze anata wa koko ni iru?” tanya pria itu pada reprter TV X yang kadang merepotkannya seperti saat ini.
“Inspektur Aizen?” ditatapnya pria berwajah lesu itu. Membuatnya terlihat lebih tua dari biasanya. Dan usianya memang dertambah satu tahun lebih tua malam itu.
“Nani o shitte iru? Kenapa malam-malam berjalan sendirian? Kau bisa kena masalah”
“Aku kabur” jawabnya memegangi pergelangan kakinya.
“Kabur? Apa kau terlibat masalah?”
“Ya. Masalah yang benar-benar serius. Kencan buta yang menyebalkan. Aku menyesal datang ke sana” ceritanya di sertai omelan dan keluhan.
“Baka”
“Nani?” di tatapnya inspektur itu dengan kesal.
“Kau bisa berjalan?”
“Ya” Aihan Rekka mencoba berjalan namun hampir kembali tersungkur bila tidak di pengangi oleh pria itu.
“Tampaknya kau memang terkena masalah”
“Ya, sepertinya begitu” ucapnya diantara senyuman canggung.

****
Klinik Kurosaki.
“Oyajii san, ada pasien” panggil seorang pemuda berambut orange pada ayahnya.
“Hoi, Ichigo... Tidak sopan, berteriak seperti itu pada orang tua” katanya dengan melayangkan attack pada pemuda itu namun dengan cepat dia menghindar sehingga pria itu menghantam tembok cukup keras.
“Baka Oyaji, ada pasien menunggu di klinik” jelasnya lagi sebelum berlalu.

****

“Hai, irrashai” seorang dokter muncul. Mukanya komikal dan terkesan konyol.
“Sepertinya kakinya terkilir” ucap Aizen yang berdiri di samping Aihan Rekka.
Pria bernama Kurosaki itu memeriksa pergelangan kaki Aihana, memencetnya dan membuat wanita muda itu merintih kesakitan. “Tidak parah” ucapnya mengoleskan krim dan melilitkan perban. “Kau harus istirahat selama tiga hari. Jangan mengangkat barang berat. Dan gerak-gerakkanlah sesering mungkin” lanjutnya sambil menggerak-gerakkan telapak kakinya.
Di sisi lain, Aizen Sousuke melihat bekas luka di betis kiri wanita itu. Meski hampir tidak terlihat tapi dia lah yang menorehkannya.
“Arigatou sensei” ucap Aihana Rekka setelah selesai diobati.
“Jangan lupa minum obatnya tiga puluh menit setelah makan” pesan dokter itu.
“Inspektur, terimakasih telah mengantarku” ucap gadis itu membungkukkan badan. Sepatu berhaknya masih di jinjing.
“Sebenarnya kau itu kenapa?” tanya pria itu.
“Hanya melakukan hal bodoh” diamatinya sepatu berhak dua belas senti ditangannya, sepatu yang sebelah kanan haknya patah.
“Kalau tidak biasa memakai sepatu berhak kenapa memaksakan diri?” tanyanya namun hanya ditanggapi dengan senyuman oleh wanita muda itu.
“Dimana rumahmu?”
“Ah, di blok G” jawab gadis itu. “Kenapa?”
“Wah, sayang sekali aku tidak bawa mobil”
“Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri” jawab wanita itu berjalan terpincang keluar klinik.
“Ayo”
“Eh, apa?”
“Apa kau mau berjalan dengan kaki seperti itu?”
Akhirnya Aizen menggendong wanita itu sampai ke jalan utama dan menghentikan sebuah taksi untuknya.
“Bagaimana kencanmu” tanya Aizen memecah keheningan.
“Buruk” jawabnya singkat. Wanita itu mencium aroma sake dari tubuh pria itu. Memang benar, dia tidak menyetir karena minum alkohol. Sosok pria yang disiplin. Padahal dia sama sekali tidak terlihat mabuk. Namun di sela-sela aroma sake ada harum lain yang muncul. Harum yan lembut tapi kuat. Harum yang memiliki karakter. Dan rasanya dia menyuaki harum itu.
“Naru hodo” gumamnya.
“Aku tidak akan lagi ikut kencan buta bodoh seperti ini” omelnya di atas punggung pria itu.
“Memangnya kau tidak punya punya kekasih?”
Untuk sesaat wanita itu terdiam, menandakan kisah asmaranya telah kandas. “Belum berniat” gumamnya dan tidak ada kata lagi yang keluar sampai mereka tiba di jalan utama.
“Inspektur Aizen, Arigatou gozaimashita”ucap Aihana Rekka sebelum pintu taksi tertutup. Pria itu hanya mengangguk dan memandang taksi yang meninggalkannya meniti malam.

****
Kembali, dipandanginya ruang gelap itu. Dia langsung menuju satu-satunya kamar dengan sebuah ranjang dan rebah begitu saja. Namun aneh sekali, tidak terdengar dengkuran halus seperti biasanya.
Pria itu tidak langsung tidur. Dia duduk memandang temaram sinar bulan yang menerobos dari jendela. Entah kenapa kata-kata tukang oden beberapa waktu lalu terulang dikepalanya.
“Wanita memang makluk yang sulit dimengerti. Dia tiba-tiba muncul dan tanpa disadari kita telah jatuh dalam jeratnya. Sebenarnya karena kitalah yang menjatuhkan diri pada jerat itu”.
Pria itu tersenyum tipis. “Baka” gumamnya. Baru sekitar tiga puluh menit kemudian dengkuran halus mulai terdengar dari pria bertelanjang dada yang terbaring disana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar