Selasa, 21 Juni 2011

Amewarashi

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Type              : OOC/AU/Teenager
Genre            : Romance/Ulquiorra Sciffer-Inoue Orihime




Amewarashi




“Ulquiorra, selidikilah jalanan Karakura, sepertinya geng sedang menjamur” ucap Inspektur polisi yang menopang dagunya dengan satu tangan. Tatapannya terkesan malas. Memang akhir-akhir ini hanya wajah itu yang diperlihatkannya.

“Baik, Inspektur Aizen” ucap polisi muda yang meninggalkan kantor.

Itu terjadi sekitar dua hari yang lalu. Setelah ditemukannya sesosok mayat tanpa identitas di sungai Karasu di kawasan distrik Minamikawase. Ada lima peluru yang bersarang di tubuhnya. Dua di dada, salah satunya menembus jantung. Satu di perut, satu di paha dan satu di leher. Sepertinya ditembak secara brutal oleh amatir.

****

Ulquiorra duduk ditaman, tepatnya di Tsuakidai koen di kawasan Sakurabashi, memperhatikan anak-anak muda yang sedang bermain, skateboard, street dance atau pun hanya duduk-duduk. Meski dengan koran di tangan jelas bukan tempat yang nyaman untuk membaca.

“Ulquiorra san”
“Onna?” ucap Ulquiorra terkejut melihat gadis dihadapannya. Dia ,memgenakan kaos tanpa lengan dan celana pendek serta sebuah topi yang menutupi sebagian rambut orange-nya yang dibiarkan tergerai.

“Sedang apa disini?” tanyanya. “Tidak ikut main skateboard?”
“Hah? Tidak”
“Aku pikir begitu. Tadi aku sempat ragu soalnya penampilan Ulquiorra san berbeda” ucap gadis itu sambil terus tersenyum. Tidak seperti biasanya yang mengenakan mantel panjang, Ulquiorra Sciffer memakai kemeja dan celana pendek khas musim panas, menegaskan tubuhnya yang kurus kurang gizi. Soalnya dia makan mi instan terus, terutama saat tanggal tua. Miskin ya....

Author: Taihen desune....

“Orihime” panggil beberapa orang yang ada di ujung taman, bersiap-siap pulang, dan dibalas dengan lambaian tangan.
“Teman-temanku menanggilku, aku pergi dulu ya” lalu meninggalkan polisi muda yang selalu berwajah tanpa ekspresi.

***

Lupi san. Bagaimana, sekarang kan sudah jadi icon TV X. Beranjak dari idola internet dan sekarang jadi model iklan?” tanya seorang reporter yang meliput kegiatan seorang artis icon TV X.

“Senang sekali, pastinya. Tidak menyangka juga” jawabnya diantara tawa yang renyah. Tipe laki-laki yang cantik. Wajahnya terlihat bersinar dibawah sinar matahari.
“Jarang-jarang ya Inspektur Aizen melihat Tv ya” ucap Ichimaru Gin yang muncul di samping Aizen. “Infotaiment lagi”
“Memangnya kenapa, Gin?” tanyanya disertai death glare.
“Ah, tidak, hwuaa…. Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba? Mengagetkanku” Icimaru Gin mundur beberapa langkah karena kemunculan seorang polisi muda yang mendadak. Suara langkahnya tidak ada, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berbentuk, eh, lho.... pokoknya langsung muncul seperti hantu.

“Kau, Ulquiorra. Ada berita?”
“Tidak” jawabnya singkat.
“Souka”

Demikianlah wawancara singkat dengan icon baru TV X, Lupi. Aihana Rekka, Ichinose Maki, Tokyo Bay”

***

Hari ini hujan kembali datang, benar-benar cuaca ekstrim. Padahal tadinya matahari bersinar cerah. Sepertinya pemanasan global semakin parah merana.

“Teh dan shortcake” seorang pelayan menhidangkannya di hadapan Ulquiorra yang terus memandang hujan. Seorang gadis sedang berjalan dengan payung dan kantong belanjaan ditangannya.
“Dia mau masak apa?”
“Sumimasen?”
“Bukan kau” ucapnya. Tatapannya kembali pada gadis yang masih berjalan dibawah hujan memandangi etalase toko. Rambut orange panjangnya terlihat kusut karena basah oleh air hujan. Dia begitu polos, begitu lugu dan begitu manis. Mungkin itu yang menarik dari dirinya.

Gadis itu telah melangkah ke seberang jalan berbaur dengan kerumunan manusia yang memadati jalan yang sama. Bayangnya pun lenyap dari sudut mata pemuda itu.

***

Akhirnya sang mentari tersenyum lagi.

“Nah, beginilah suasana taman kota Karakura kita tercinta. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh anak muda seperti bermain bola, hip hop dance, skateboard atau hanya sekerdar duduk” ucap seorang reporter pria setelah mewawancarai beberapa pemuda dan aktivitas yang mereka kerjakan.
Ulquiorra melihat sekeliling, tidak ada yang menarik perhatiannya. Hanya peliputan dari Tv X. Gadis itu tidak datang.

Pipipopoppipipopop…….

“Ya. Tidak bisa, aku sedang bertugas. Mungkin lain kali. Nanti malam?” Ulquiorra berpikir sejenak. “Akan ku usahakan. Ya”
Sebuah panggilan dari Inoue Orihime. Sebuah undangan untuk datang ke klub tempatnya bekerja.

***

“A...ah, yume ni miteta, kongare teitta, kimi ga iru. Ano sora ni ukabu ikutsumono hikari, atsume, koi wo kagayaku…”

Lagu berjudul Kimi ga iru yang dipopulerkan oleh Ikimonogakari melantun merdu. Seorang wanita cantik menyanyi di atas panggung sambil menari, didikuti oleh dua penari latar. Tubuhnya gemulai menggerakkan tangan ke kanan kiri, samping, atas bawah disertai ekspresi wajah ceria menyenangkan.

Di meja paling ujung, Ulquiorra memandangi sang diva, berusaha menikmati suaranya. Meskipun terkesan menderita karenanya. Bukan karena suara atau penampilan sang gadis. Buka pula karena suasana ramai berbau alkohol dan asap rokok. Tapi karena sesuatu terjadi pada jantungnya. Terbukti sedari tadi memegangi dada. Kembali, diteguknya air yang ada dihadapannya. Air? Ya, air mineral bukan sake atau minuman lainya meskipun di club.

“Ulquiorra san, doumo” ucapnya dengan senyuman cerah setelah turun dari panggung dan langsung duduk di samping polisi muda itu. “Lady Rose” pesannya pada pelayan.
“Lagumu bagus” katanya basa-basi.

“Arigatou” lagi-lagi gadis itu tersenyum manis padanya. Mungkin karena keramahan dan senyum manisnya dia jadi dimanfaatkan oleh pria jahat. Ummm, pria jahat yang dimaksud siapa ya?
“Kau sudah selesai?” tanyanya meneguk kembali air digelasnya yang tinggal separo.
“Hu-um” jawabnya masih dengan senyum. “Kenapa?”
“Tidak” dia menelan ludah. “Boleh aku mengantarmu pulang?”
“Iya, sebentar. Aku ambil tas dulu” ucapnya yang segera menghilang di ujung ruangan. Meninggalkan Lady Rose-nya yang kesepian. Beberapa saat kemudia dia kembali muncul dengan penampilan casual, celana denim dan kaos-tanpa riasan. Mereka pun meninggalkan klub saat Shihouin Yoroichi mulai menekan tuts-tuts piano.

“Kau sudah makan?” tanyanya membuka pembicaraan.
“Belum. Ulquiorra san, mau menemaniku makan?” tanyanya dengan tatapan penuh harap.
“Boleh saja”
“Bagaimana kalau di sana” tunjuknya pada sebuah restauran cina di sekitar Karakura Shopping Distric. Mereka pun melangkahkan kaki menyeberangi jalan. Mereka pun makan malam bersama sambil membicarakan beberapa hal. Menghangatkan suasana di musim panas yang indah.

“Arigatou Ulquiorra san” ucap Inoue Orihimedengan senyumannya. Mereka berjalan beriringan namun rintik hujan tiba-tiba jatuh dari langit yang tadinya terang benderang. “Waa, hujan” reflek gadis itu menutupi kepala dengan tangannya meskipun terlambat, karena terlanjur terguyur hujan. Seperi slow motion. Ulquiorra menatap gadis di hadapannya yang mencoba menghalau air langit dengan tangan mungilnya.

Tetesan yang jatuh perlahan menimpa rambut panjang itu dan segera terserap disertai tetesan-tetesan lain yang memebasahi wajah, pipi, dan leher gadis itu. Membentuk aliran yang menakjubkan. Dan yang paling mempesona saat gadis itu berpaling padanya dan tersenyum, menggumakan sesuatu namun serasa tuli.

“Amewarashi” gumamnya, membuat gadis itu membulatkan matanya tak mengerti sambil terus menghalau air yang masih jatuh, bahkan makin deras.


Author: Ame maksudnya hujan, warashi maksdunya dewi atau bidadari. Amewarashi adalah bidadari hujan. Karena munculnya saat hujan, he.... ngarang.

^*^

“Gomene, kau jadi basah” ucapnya setelah sampai di apartemen Inoue Orihime. Diserahkannya sebuah handuk pada pemuda kuyup dihadapannya. “Sebentar, aku buatkan coklat hangat ya” ucapnya menghilang ke dapur. Sebenarnya sih tidak menghilang, masih kelihatan dari tempat Ulquiorra duduk. Apartemen itu tidak jauh beda dengan apartemen sewaannya yang seluas enam tatami, hanya kamar apartemennya kosong selain sebuah futon dan meja.

“Douzo” segelas coklat hangat telah tersaji. Asapnya mengepul bersama aroma manis yang menenangkan, efek dari coklat.
“Kau, tinggal sendiri?”
“Iya, kakakku bekerja di luar kota” jawabnya sambil menghanduki rambut basahnya. “Kalau ayah dan ibuku ada di rumah, di desa” lanjutnya sebelum menyesap coklat panas, setelah meniupnya beberapa kali. “Ulquiorra san, kau tidak mau ganti baju?” tanyanya mengalihkan pembicaraan. Baju polisi muda itu memang basar kuyup dan sepertinya dingin karena kulitnya sepucat zombie, nyaris tanpa ekspresi. “Aku ambilkan baju kakakku ya” ucapnya membongkar sebuah lemari dan menemukan sebuah t-shirt berwarna hijau putih. “Semoga muat” diserhakannya baju itu.
Entahlah, tanpa meras amalu atau memang tidak punya rasa malu Ulquiorra langsung melepas kaos yang dipakainya. Memperlihatkan dada bidang atau cenderung tonjolan tulang rusuk dan perut kurusnya. Ulangi: kurus. Bukan six-pack. Tidak menarik untuk dilihat. Gadis itu pun segera memalingkan wajahnya yang bersemu merah.

Suasana hening, hanya rintik hujan di luar mengisi kekosongan. Orihime memainkan bibir cangkirnya dengan jari telunjuk. Sesekali searah jarum jam atau sebaliknya. Sedangkan Ulquiorra masih mengamati gadis itu dihadapannya, menilai atau meniliti.

Masih muda, usianya 17 tahun. Begitu polos. Bahkan terlalu polos untuk ukuran penyanyi club yang pernah menjalin hubungan singkat dengan seorang dokter. Pastinya dokter itu masih muda dan mungkin kaya, juga tampan. Dia mengenakan piyama motive stroberry, begitu innosence.

“Ah, hujannya sudah berhenti” seru gadis itu dan beranjak ke jendela. Benar saja, hujan telah reda dan meninggalkan rintik manis menghias malam, membuatnya terkesan romantis.
“Aku pulang dulu” ucapnya bangkit meraih jaket setengah basahnya yang tergantung di samping pintu.
“Ah, ya. Hati-hati” katanya saat melepas polisi muda itu. Namun dia tidak juga beranjak dari depan pintu. Rasanya ada yang janggal dengan semua itu. Ada yang...kurang.

Perlahan Ulquiorra mengulurkan tangan ke arah gadis yang diam terpaku didepannya. Jemari itu meluncur di rambut panjangnya dan sepanjang tulang rahangnya. Membelai pipinya dengan perlahan, merasakan kelembutannya, kehangatannya. Gadis itu memejamkan mata.

“Gomene” ucapnya memalingkan wajah. Tapi gadis itu tidak mengatakan apa pun. “Aku pulang” katanya meninggalkannya dalam bingung. Sosoknya segera menghilang dibalik tembok tinggi pembatas kompleks tersebut.
“Ulquiorra san” gumamnya menyentuh bibir, masih terasa hangat.

^*^

“Ada apa?” Aizen Sousuke masih duduk dikantornya. Belum ada niatan untuk pulang. Atau mungkin memang tidak akan pulang meskipun kantor itu telah sepi.
“Ini yang kau minta” disodorkannya sebuah flash disk pada inspektur itu. “Ada yang membagikan senjata api pada geng jalanan. Sebuah kelompok yang menamakan dirinya sebagai Shinigami”

Di layar muncul sebuah gambar seorang wanita yang sedang membeli sekaleng soda pada sebuah market. Semua terlihat normal hingga foto itu di zoom beberapa kali. Di pinggang kanannya seperti ada sebuah tato. Meskipun sebagian tertutup oleh kaosnya, tetap terlihat kalau itu tato seorang penjagal dengan pedang sabit ditangannya. Sosok Shinigami.

“Semua anggotanya memiliki tato yang sama”

“Omoshiroi” gumam Inspektur itu dan melanjutkan melihat gambar yang lainya. Seorang gadis yang sedang bermain base ball. Gadis yang sama yang sedang kehujanan. Lalu saat gadis itu menyanyi di panggung, lalu... “Ulquiorra” panggilnya dengan suara dalam mengerikan. Sementara jiwa yang dipanggil sedang berkelana di dunia antah berantah.

“Ulquiorra” ulangnya disertai death glare yang membuat bulu kuduk berdiri.

“Ano, sumisen. Jangan buka yang lainya, onegaishimasu” ucapnya dengan wajah merona sambil menutupi layar notebook Aizen dengan dua tangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar