Jumat, 24 Juni 2011

Open Pandora Box

"What is this ?"
(opened my eyes after long night sleep in this Saturday morning) my blusing cheek feels so warm.
"E..to... Pandora box" (i remembered open Pandora Box)"Ouh, that bastard box" (still in red cheeks, imagine what was happened last night)."I hate those stuff" (i sat in the edge of my bed, still confuse).

"What the hell?" ( I sat on the window. i love this breeze. so cold and soft, made my cheeks redden). i palmed it. still hot)"Aizen"

What? Again? What the hell you've done bastard?


Aduh.... Pndora Box ini memang berbahaya. Bodoh sekali aku membukaya semalam. aku jadi berpikir (membayangkan)yang tidak-tidak setelah melihat isinya.Dia itu memang "LEMON". Mnis, asam, sepet, tapi aku suka.............. (Aku sebal mengakuinya).


Apa? Apa-apaan ini. setelah kemarin mimpi soal Kennii (Ohkuchi Kengo) yang jad dosenku ( I hope will study abroad to Japan). Sekarang imajinasi aneh ini muncul. membuatku tidak karuan. AKu, my POV's.


Begini ceritanya:


Karena iseng, bukan, menyengaja iseng yang membuat ketagihan. aku membuka Pandora Box dan membaca isinya yang terlihat indah dan menarik mata. Salah satunya adalah "Holic". Holic adalah kebiasaan jelekku yang susah dihilangkan, soalnya enak, hehehe... (dasar sakit).Nah, si holic ini menyita perhatianku apalagi adena Juushiro sama yang semanis cokelat putih (sejujurnya aku ingin mutah, terlalu manis sih...). Yah, adegan romantisnya dengan Unohana taichou itu lho...., aku iri. (Sebentar, bukan dalam artian sebenarnya tapi begitulah...) (@_@)


yah, setelah menikmati adegan romantis mereka. Aku sakit kepala ditambah kedinginan di musim panas yang ekstrim ini. aku tidur tapi nggak bisa. Karena kesal aku pun membuka ponsel yang tterhubing dnegan Pandora Box yang lain (Pandora Box-nya wireless, milik orang lain). dan menemukan sesuatu. Ya, aku baru lihat yang model ini. Fanfic Reader POV. Hwua.... <3 <3 <3 Daisuki.....Dan, ehem....tentu saja ini tentang dia (nunjuk gambar Aizen di PC). dasar, gara-gara kau aku jadi begini........\(^o^)/. Eehem, kembali ke topik. ya begitula. meskipun rate-nta "M" aku cukup senang. Cerita ini rasanya mirip dengan Hazardous Love Affairku atau selingan yang masih aku kerjakan meski tiga tahun telah berlalu (gak kelar-kelar). Reader jadi anaknya Ukitake. Aku (Rekka) wakilnya Juushiro sama. Reade dipaksa menikah dengan Kira. Aku menolak ajakn kencanya dan menggandneg Hisagi. Reader anak pungut, Aku dipungut juga oleh Ukitake family tapi mask Onmitsu Kidou (Whahahaha....kabooom, ayo hancurkan semuanya.... Dan begitulah. Aizen di segel. Readr jadi pengawas. Ktemu, entahlah ini cinta atau kesailan. Jatuh cinta setelah ada pemaksaan (Dasar Aizen mesum)dan jadilah dan jadilah aku sakit begini.... Hwuaaahhhhh.......(TT_____________TT) Aku jadi mikir yang tidak-tidak, terlalu indah. Masak sampai punya nak tiga? (@_@) Ada namanya Ryuichi, cowok. tapi putraku mau aku beri nama Touya, putriku Sekar, Kalau nambah enatahlah, GUBRAK.... "I never wanna be your Queen, because you're not a King, but Lord. I wanna be your lady" Ya, begitulah yang membuat kepalaku pusing, pipiku panas, jantungku deg-degan, aku sudah gilaa......... Hentikan.




It's because of you, Ai san.... T_T

Selasa, 21 Juni 2011

Amewarashi

Desclaimer    : Bleach by Kubo Tite
Rate              : Indonesian.
Type              : OOC/AU/Teenager
Genre            : Romance/Ulquiorra Sciffer-Inoue Orihime




Amewarashi




“Ulquiorra, selidikilah jalanan Karakura, sepertinya geng sedang menjamur” ucap Inspektur polisi yang menopang dagunya dengan satu tangan. Tatapannya terkesan malas. Memang akhir-akhir ini hanya wajah itu yang diperlihatkannya.

“Baik, Inspektur Aizen” ucap polisi muda yang meninggalkan kantor.

Itu terjadi sekitar dua hari yang lalu. Setelah ditemukannya sesosok mayat tanpa identitas di sungai Karasu di kawasan distrik Minamikawase. Ada lima peluru yang bersarang di tubuhnya. Dua di dada, salah satunya menembus jantung. Satu di perut, satu di paha dan satu di leher. Sepertinya ditembak secara brutal oleh amatir.

****

Ulquiorra duduk ditaman, tepatnya di Tsuakidai koen di kawasan Sakurabashi, memperhatikan anak-anak muda yang sedang bermain, skateboard, street dance atau pun hanya duduk-duduk. Meski dengan koran di tangan jelas bukan tempat yang nyaman untuk membaca.

“Ulquiorra san”
“Onna?” ucap Ulquiorra terkejut melihat gadis dihadapannya. Dia ,memgenakan kaos tanpa lengan dan celana pendek serta sebuah topi yang menutupi sebagian rambut orange-nya yang dibiarkan tergerai.

“Sedang apa disini?” tanyanya. “Tidak ikut main skateboard?”
“Hah? Tidak”
“Aku pikir begitu. Tadi aku sempat ragu soalnya penampilan Ulquiorra san berbeda” ucap gadis itu sambil terus tersenyum. Tidak seperti biasanya yang mengenakan mantel panjang, Ulquiorra Sciffer memakai kemeja dan celana pendek khas musim panas, menegaskan tubuhnya yang kurus kurang gizi. Soalnya dia makan mi instan terus, terutama saat tanggal tua. Miskin ya....

Author: Taihen desune....

“Orihime” panggil beberapa orang yang ada di ujung taman, bersiap-siap pulang, dan dibalas dengan lambaian tangan.
“Teman-temanku menanggilku, aku pergi dulu ya” lalu meninggalkan polisi muda yang selalu berwajah tanpa ekspresi.

***

Lupi san. Bagaimana, sekarang kan sudah jadi icon TV X. Beranjak dari idola internet dan sekarang jadi model iklan?” tanya seorang reporter yang meliput kegiatan seorang artis icon TV X.

“Senang sekali, pastinya. Tidak menyangka juga” jawabnya diantara tawa yang renyah. Tipe laki-laki yang cantik. Wajahnya terlihat bersinar dibawah sinar matahari.
“Jarang-jarang ya Inspektur Aizen melihat Tv ya” ucap Ichimaru Gin yang muncul di samping Aizen. “Infotaiment lagi”
“Memangnya kenapa, Gin?” tanyanya disertai death glare.
“Ah, tidak, hwuaa…. Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba? Mengagetkanku” Icimaru Gin mundur beberapa langkah karena kemunculan seorang polisi muda yang mendadak. Suara langkahnya tidak ada, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berbentuk, eh, lho.... pokoknya langsung muncul seperti hantu.

“Kau, Ulquiorra. Ada berita?”
“Tidak” jawabnya singkat.
“Souka”

Demikianlah wawancara singkat dengan icon baru TV X, Lupi. Aihana Rekka, Ichinose Maki, Tokyo Bay”

***

Hari ini hujan kembali datang, benar-benar cuaca ekstrim. Padahal tadinya matahari bersinar cerah. Sepertinya pemanasan global semakin parah merana.

“Teh dan shortcake” seorang pelayan menhidangkannya di hadapan Ulquiorra yang terus memandang hujan. Seorang gadis sedang berjalan dengan payung dan kantong belanjaan ditangannya.
“Dia mau masak apa?”
“Sumimasen?”
“Bukan kau” ucapnya. Tatapannya kembali pada gadis yang masih berjalan dibawah hujan memandangi etalase toko. Rambut orange panjangnya terlihat kusut karena basah oleh air hujan. Dia begitu polos, begitu lugu dan begitu manis. Mungkin itu yang menarik dari dirinya.

Gadis itu telah melangkah ke seberang jalan berbaur dengan kerumunan manusia yang memadati jalan yang sama. Bayangnya pun lenyap dari sudut mata pemuda itu.

***

Akhirnya sang mentari tersenyum lagi.

“Nah, beginilah suasana taman kota Karakura kita tercinta. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh anak muda seperti bermain bola, hip hop dance, skateboard atau hanya sekerdar duduk” ucap seorang reporter pria setelah mewawancarai beberapa pemuda dan aktivitas yang mereka kerjakan.
Ulquiorra melihat sekeliling, tidak ada yang menarik perhatiannya. Hanya peliputan dari Tv X. Gadis itu tidak datang.

Pipipopoppipipopop…….

“Ya. Tidak bisa, aku sedang bertugas. Mungkin lain kali. Nanti malam?” Ulquiorra berpikir sejenak. “Akan ku usahakan. Ya”
Sebuah panggilan dari Inoue Orihime. Sebuah undangan untuk datang ke klub tempatnya bekerja.

***

“A...ah, yume ni miteta, kongare teitta, kimi ga iru. Ano sora ni ukabu ikutsumono hikari, atsume, koi wo kagayaku…”

Lagu berjudul Kimi ga iru yang dipopulerkan oleh Ikimonogakari melantun merdu. Seorang wanita cantik menyanyi di atas panggung sambil menari, didikuti oleh dua penari latar. Tubuhnya gemulai menggerakkan tangan ke kanan kiri, samping, atas bawah disertai ekspresi wajah ceria menyenangkan.

Di meja paling ujung, Ulquiorra memandangi sang diva, berusaha menikmati suaranya. Meskipun terkesan menderita karenanya. Bukan karena suara atau penampilan sang gadis. Buka pula karena suasana ramai berbau alkohol dan asap rokok. Tapi karena sesuatu terjadi pada jantungnya. Terbukti sedari tadi memegangi dada. Kembali, diteguknya air yang ada dihadapannya. Air? Ya, air mineral bukan sake atau minuman lainya meskipun di club.

“Ulquiorra san, doumo” ucapnya dengan senyuman cerah setelah turun dari panggung dan langsung duduk di samping polisi muda itu. “Lady Rose” pesannya pada pelayan.
“Lagumu bagus” katanya basa-basi.

“Arigatou” lagi-lagi gadis itu tersenyum manis padanya. Mungkin karena keramahan dan senyum manisnya dia jadi dimanfaatkan oleh pria jahat. Ummm, pria jahat yang dimaksud siapa ya?
“Kau sudah selesai?” tanyanya meneguk kembali air digelasnya yang tinggal separo.
“Hu-um” jawabnya masih dengan senyum. “Kenapa?”
“Tidak” dia menelan ludah. “Boleh aku mengantarmu pulang?”
“Iya, sebentar. Aku ambil tas dulu” ucapnya yang segera menghilang di ujung ruangan. Meninggalkan Lady Rose-nya yang kesepian. Beberapa saat kemudia dia kembali muncul dengan penampilan casual, celana denim dan kaos-tanpa riasan. Mereka pun meninggalkan klub saat Shihouin Yoroichi mulai menekan tuts-tuts piano.

“Kau sudah makan?” tanyanya membuka pembicaraan.
“Belum. Ulquiorra san, mau menemaniku makan?” tanyanya dengan tatapan penuh harap.
“Boleh saja”
“Bagaimana kalau di sana” tunjuknya pada sebuah restauran cina di sekitar Karakura Shopping Distric. Mereka pun melangkahkan kaki menyeberangi jalan. Mereka pun makan malam bersama sambil membicarakan beberapa hal. Menghangatkan suasana di musim panas yang indah.

“Arigatou Ulquiorra san” ucap Inoue Orihimedengan senyumannya. Mereka berjalan beriringan namun rintik hujan tiba-tiba jatuh dari langit yang tadinya terang benderang. “Waa, hujan” reflek gadis itu menutupi kepala dengan tangannya meskipun terlambat, karena terlanjur terguyur hujan. Seperi slow motion. Ulquiorra menatap gadis di hadapannya yang mencoba menghalau air langit dengan tangan mungilnya.

Tetesan yang jatuh perlahan menimpa rambut panjang itu dan segera terserap disertai tetesan-tetesan lain yang memebasahi wajah, pipi, dan leher gadis itu. Membentuk aliran yang menakjubkan. Dan yang paling mempesona saat gadis itu berpaling padanya dan tersenyum, menggumakan sesuatu namun serasa tuli.

“Amewarashi” gumamnya, membuat gadis itu membulatkan matanya tak mengerti sambil terus menghalau air yang masih jatuh, bahkan makin deras.


Author: Ame maksudnya hujan, warashi maksdunya dewi atau bidadari. Amewarashi adalah bidadari hujan. Karena munculnya saat hujan, he.... ngarang.

^*^

“Gomene, kau jadi basah” ucapnya setelah sampai di apartemen Inoue Orihime. Diserahkannya sebuah handuk pada pemuda kuyup dihadapannya. “Sebentar, aku buatkan coklat hangat ya” ucapnya menghilang ke dapur. Sebenarnya sih tidak menghilang, masih kelihatan dari tempat Ulquiorra duduk. Apartemen itu tidak jauh beda dengan apartemen sewaannya yang seluas enam tatami, hanya kamar apartemennya kosong selain sebuah futon dan meja.

“Douzo” segelas coklat hangat telah tersaji. Asapnya mengepul bersama aroma manis yang menenangkan, efek dari coklat.
“Kau, tinggal sendiri?”
“Iya, kakakku bekerja di luar kota” jawabnya sambil menghanduki rambut basahnya. “Kalau ayah dan ibuku ada di rumah, di desa” lanjutnya sebelum menyesap coklat panas, setelah meniupnya beberapa kali. “Ulquiorra san, kau tidak mau ganti baju?” tanyanya mengalihkan pembicaraan. Baju polisi muda itu memang basar kuyup dan sepertinya dingin karena kulitnya sepucat zombie, nyaris tanpa ekspresi. “Aku ambilkan baju kakakku ya” ucapnya membongkar sebuah lemari dan menemukan sebuah t-shirt berwarna hijau putih. “Semoga muat” diserhakannya baju itu.
Entahlah, tanpa meras amalu atau memang tidak punya rasa malu Ulquiorra langsung melepas kaos yang dipakainya. Memperlihatkan dada bidang atau cenderung tonjolan tulang rusuk dan perut kurusnya. Ulangi: kurus. Bukan six-pack. Tidak menarik untuk dilihat. Gadis itu pun segera memalingkan wajahnya yang bersemu merah.

Suasana hening, hanya rintik hujan di luar mengisi kekosongan. Orihime memainkan bibir cangkirnya dengan jari telunjuk. Sesekali searah jarum jam atau sebaliknya. Sedangkan Ulquiorra masih mengamati gadis itu dihadapannya, menilai atau meniliti.

Masih muda, usianya 17 tahun. Begitu polos. Bahkan terlalu polos untuk ukuran penyanyi club yang pernah menjalin hubungan singkat dengan seorang dokter. Pastinya dokter itu masih muda dan mungkin kaya, juga tampan. Dia mengenakan piyama motive stroberry, begitu innosence.

“Ah, hujannya sudah berhenti” seru gadis itu dan beranjak ke jendela. Benar saja, hujan telah reda dan meninggalkan rintik manis menghias malam, membuatnya terkesan romantis.
“Aku pulang dulu” ucapnya bangkit meraih jaket setengah basahnya yang tergantung di samping pintu.
“Ah, ya. Hati-hati” katanya saat melepas polisi muda itu. Namun dia tidak juga beranjak dari depan pintu. Rasanya ada yang janggal dengan semua itu. Ada yang...kurang.

Perlahan Ulquiorra mengulurkan tangan ke arah gadis yang diam terpaku didepannya. Jemari itu meluncur di rambut panjangnya dan sepanjang tulang rahangnya. Membelai pipinya dengan perlahan, merasakan kelembutannya, kehangatannya. Gadis itu memejamkan mata.

“Gomene” ucapnya memalingkan wajah. Tapi gadis itu tidak mengatakan apa pun. “Aku pulang” katanya meninggalkannya dalam bingung. Sosoknya segera menghilang dibalik tembok tinggi pembatas kompleks tersebut.
“Ulquiorra san” gumamnya menyentuh bibir, masih terasa hangat.

^*^

“Ada apa?” Aizen Sousuke masih duduk dikantornya. Belum ada niatan untuk pulang. Atau mungkin memang tidak akan pulang meskipun kantor itu telah sepi.
“Ini yang kau minta” disodorkannya sebuah flash disk pada inspektur itu. “Ada yang membagikan senjata api pada geng jalanan. Sebuah kelompok yang menamakan dirinya sebagai Shinigami”

Di layar muncul sebuah gambar seorang wanita yang sedang membeli sekaleng soda pada sebuah market. Semua terlihat normal hingga foto itu di zoom beberapa kali. Di pinggang kanannya seperti ada sebuah tato. Meskipun sebagian tertutup oleh kaosnya, tetap terlihat kalau itu tato seorang penjagal dengan pedang sabit ditangannya. Sosok Shinigami.

“Semua anggotanya memiliki tato yang sama”

“Omoshiroi” gumam Inspektur itu dan melanjutkan melihat gambar yang lainya. Seorang gadis yang sedang bermain base ball. Gadis yang sama yang sedang kehujanan. Lalu saat gadis itu menyanyi di panggung, lalu... “Ulquiorra” panggilnya dengan suara dalam mengerikan. Sementara jiwa yang dipanggil sedang berkelana di dunia antah berantah.

“Ulquiorra” ulangnya disertai death glare yang membuat bulu kuduk berdiri.

“Ano, sumisen. Jangan buka yang lainya, onegaishimasu” ucapnya dengan wajah merona sambil menutupi layar notebook Aizen dengan dua tangannya.

Yakusoku (Promise)


Desclaimer : Bleach by Kubo Tite

Rate : Indonesian.

Type : OOC/AU/Teenager

Genre : Romance/

Kuchiki Byakuya-Kuchiki Hisana and Kurosaki Ichigo-Kuchiki Rukia


Yakusoku (Promise)


Niisama, aku berangkat” ucap seorang gadis berambut pendek yang menyambar roti dan segera berlari keluar rumah.

Oi, Rukia, lambat sekali” omel seorang pemuda berambut orange yang telah menunggu di depan rumah besar itu.

Enak saja, dasar jeruk jelek”

Meskipum sering bertengkar tidak jelas, tapi ada ikan tak terlihat diantara keduanya, Kuchiki Rukia dan Kurosaki Ichigo.


****

Hisana, apa kau melihatnya?” Kuchiki Byakuya memandangi foto disamping ranjangnya. Foto seorang wanita yang mengenakan sebuah kimono bermotif bunga sakura. Wanita itu sangat mirip dengan Kuchiki Rukia. “Dia mirip sekali denganmu. Kenapa kau pergi begitu cepat” di hapusnya genangan air di sudut matanya. “Tidak terasa lima tahun telah berlalu”


****

Ohayou” sapanya pada semua orang di ruangan itu.

Hajimemashite. Watashiwa Hikaru Hisana. Yoroshiku onegaishimasu” ucapnya kemudian. Seorang gadis manis yang sederhana. Rambutnya hitam legam dipotong sebahu, mata violetnya bulat dan cantik. Meskipun tubuhnya tergolong mungil.

Itulah kesan pertama yang dtangkap oleh Kuchiki Byakuya, pengacara magang di kantor hukum Karakura’s Law. Ini adalah hari pertama gadis itu sebagai seorang karyawan front office. Dia sosok pekerja keras dan bertanggung jawab atas pekerjaannya.

****

Ano, hari yang cerah ya” ucap Byakuya di suatu pagi di musim panas bulan Agustus yang menyiksa.

Ah, ya” gadis di sampingnya mengiyakan begitu saja, padahal sejak tadi dia menghapus keringat dengan saputangannya.

Hikaru san” panggilnya pada gadisw itu.

Nani, Kuchiki san?” ditatapnya pria tegap yang berdiri dihadapannya. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan di bibirnya.

Nandemonai” ucapnya kemudian mendahului gadis yang terpaksa menatapnya bingung.

****

Sumimasen Kuchiki san” sapanya pada pria yang sedang membaca file pembelaan pelaku tindak kekerasan dengan alasan pelecehan seksual. “Ini, ada surat” diletakkannya beberapa surat di meja pria berusia dua puluh satu tahun itu. Tampaknya surat itu dari keluarga, karena tertera nama Kuchiki di alamat pengirimnya.

Arigatou” ucapnya.

Hikaru Hisana telah bekerja dikator itu selama dua bulan dan Kuchiki Byakuya selalu memperhatikannya. Pernah suatu ketika saat pulang dari persidangan dia melihat gadis itu memasuki sebuah panti asuha. Dia tidak tahu apa yang dilakukannya tapi dia pikir gadis itu pastilah sosok yang dermawan.

Hikaru san” panggilnya sebelum gadis itu keluar dari ruangan.

Bisa makan siang bersama” tanyanya dengan tatapan lekat.

Hai” dia membalsnya dengan anggukan dan sebuah senyuman manis. Akhirnya setelah mencoba bebarapa kali dia bisa keluar bersama gadis itu, meskipun hanya makan siang.

****

Ai... Ai...Ng...” Kuchiki Byakuya hendak mengatakn sesuatu tapi tertahan. Sedangkan gadis dihadapannya masih menatapnya bingung. Mata violetnya yang besar seolah menelannya. Dia begitu polos, begitu lembut, begitu manis. “Aishiteru” akhirnya kata itu keluar juga.

Ah?’ gadis didepannya masih menatapnya bingung.

Hisana, menikahlah denganku” ucapnya yang diikuti oleh sorakan orang-orang disekitarnya, termasuk rekan kerja mereka.

Byakuya san”

Menikahlah denganku”

Gadis itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Hanya sebuah anggukan disertai sebuah senyum dan tetes airmata.

Hanya masalah tidak berhenti di situ. Keluarga Kuchiki adalah keluarga bangsawan, tidak bisa menerima gadis sembarangan sebgai menantunya. Apalagi Byakuya adalah anak laki-laki satu-satunya.

Apa tidak ada gadis lain yang lebih pantas untukmu, Byakuya” tanya Kuchiki Sojun, sang ayah yang dudukdi dojo seusai mereka berlatih kendo.

Aku tidak menemukan gadis lain yang aku sukai. Sumimasen, otousan”

Dia bukan bangsawan. Siapa dia? Siapa orang tuanya? Darimana asalnya? Apa pnedidikannya?”

Saat itu Byakuya tidak bisa menjawab. Hiasana, orang biasa. Dia gadis yatim piatu yang sederhana dan tidak memiliki sanak saudara.

Akhirnya Byakuya dan Hisana kawin lari. Byakuya rela melepaskan segala kemewahan yang selama ini mengelilinginya, nama besar ayahnya yang memudahkannya menjadi pengacara. Setelah mereka hidup bersama dalam kesederhnaan barulah Byakuya tahu kalau Hisana memiliki seorang adik. Tapi dia tidak tahu karena terpisah saat di panti asuhan.


****

Musim semi lima tahun yang lalu, saat bunga ume pertama mekar di halaman rumah keluarga Kuchiki. Setelah Sojun meninggal Byakuya dipanggil untuk meneruskan trah keluarga dan segala pemberontakannya dimaafkan.

Byakuya sama. Tolong temukan adikku” pintanya pada sang suami. Hisana terbaring lemah. Kondisinya kian memburuk karena mencari sang adik yang entah ada dimana.

Aku akan mencarinya untukmu” digenggamnya tangan sang istri penuh kasih.

Berjanjilah padaku untuk menyayanginya seperti menyayangi adik kandungmu”

Hisana”

Byakuya sama, berjanjilah padaku. Sebagai kakak aku tidak bertanggung jawab karena telah menelantarkannya.Tolong sayangi dia. Jagalah dia. Gantikan aku menlindunginya” ucapnya lemah. Tangan dalam genggaman itu mulai terasa dingin.

Hisana”

Byakuya sama. Terimakasih telah membatuku. Maafkan aku yang tidak bisa membahadgiankanmu selama satu tahun kebersamaan kita”

Hisana”

Arigatougozaimashita” ucapnya. Setelah kata itu Hisana mengehembuskan nafas terakhirnya. Dokter pribadi telah dikerahkan tapi semua sudah terlambat.

Satu tahun kemudian,Kuchiki Byakuya menemukan sosok yang begitu mirip dengan Hisana di jalanan sedang menari. Hip hop dance yang sedang trend dikalangan anak muda. Banyak orang yang mengerumuninya dan memberi applous. Dia, adalah Rukia, adik Hisana.


****

Hei, Rukia, kau akan ikut wisata pantai?” tanya Kurosaki Ichigo yamg duduk di meja di hadapan gadis itu sambil meminun jus kotak.

Kalau nii-sama mengijinkan”

Kau tidak bisa ya, mengambil keputusan sendiri? Semuanya kau serahkan pada Byakuya” tanyanya tanpa pikir panjang. Rukia pun menundukkan wajahnya. Semua itu dia lakukan karena kebaikan hati Byakuya, yang memasukkannya dalam keluarga Kuchiki yang terhormat. Dia bukan lagi gadis jalanan seperti dulu. Kini dia adalah gadis bangsawan kaya meskipun tidak berdarah biru seperti kakaknya.

Tidak bisa” jawabnya meninggalkan si rambut orange dengan wajah muram.

Ru...ru..rukia” panggilnya, namun tidak di gubris oleh gadis itu.

^*^

Ichigo Kurosaki duduk gelisah karena Kuchiki Rukia belum juga kembali ke kelas meskipun pelajaran telah di mulai.

Bu, aku mau ke toilet” ucapnya pada guru matematika yang sedang menjelaskan aljabar.

Kau jangan bolos lagi ya”

Tenang saja” jawabnya setengah berlari. Dia langsung menuju atap sekolah. Dia tahu benar Rukia pasti ada disana. Pertemuan mereka pun terjadi di atap sekolah itu. Dan memang benar, Rukia duduk bersandar pada pembatas.

Oi, Rukia, kau kenapa?” pemuda itu pun duduk disampingnya. Namun tidak ada jawaban yang keluar dari bibirnya.”Aku minta maaf. Tidak seharusnya aku bicara seperti itu”

Tidak apa-apa. Bukan salahmu” jawabnya menatap matahari yang meninggi.

Aku tahu, kau berhutang budi pada keluarga bangsawan itu. Kau sudah menceritakannya padaku. Tidak apa-apa kalau kau tidak ikut”

Ya”

Sebenarnya aku hanya ingin liburan bersamamu”ucapnya. “Rasanya aneh kalau tidak ada kau didekatku” lanjutnya, membuat pipi gadis itu merona. “Yah, meskipun kau itu maniak chappy yang aneh” liriknya pada gadis itu.

Apa maksudmu?” ucapnya setengah berteriak dan langsung berdiri bersiap menendang laki-laki dihadapannya, menandakan bahwa suasana hatinya telah pulih kembali.

Dasar chibi kau mau apa?” di peganginya kepala gadis yang hanya sedadanya itu. Gadis itu berusaha memukulnya tapi tidak sampai. Akhirnya dia menginjak kakai Ichigo yang memaksanya memamerkan deretan gigi.

^*^

Menoly” seru seorang wanita muda yang mengenakan sebuah terusan tanpa lengan dan topi lebar menutupi kepalanya dari sengatan matahari musim panas. “Kenapa ada disini?”

Rekka” seru gadis berambut pirang yang menghampirinya dengan sekotak peralatan make-up. “Seakarang aku make-up artismu”

Bagaimana bisa? Kenapa kau tidak bilang?”

Kejutan” ucapnya dengan senyum mengembang. “Eh, kakimu kenapa?” tanyanya menyadari temannya berjalan sedikit terpincang.

Terkilir beberapa hari yang lalu. Gara-gara sepatu konyol itu”jawabya manyun.

Hahahaha.... lagi-lagi karena sebatu berhak” balasnya dengan tawa terpingkal. Temannya itu memang sering tertimpa sial kalau memakai highheels.

Ara, cepat siap-siap” pinta Ichinose Maki yang menyiapkan kameranya bersama asisten kameraman.

Lupi san dimana?”

Dia ada di yatch. Kita akan naik yatch dan wawancara di laut”

Wah, pasti mahal sekali sewanya” gumam sang make-up artis yang baru pertam kali menaiki yatch.

Mereka pun menaiki yatch yang telah siap digalangan. Disana seorang laki-laki berwajah manis telah menunggu. Rambutnya hitam dengan kemeja putih yang tidak dikancingkan (memperlihatkan dada bidang dan perut six pack yang seksi) dan celana pendek, matanya juga besar dan bulu matanya lentik. Tipe pria cantik.

Lupi desu. Yoroshiku” ucapnya dengan suara lembut. Wajahnya terlihat bercahanya dibawah sinar cerah matahari. Sungguh menyilaukan.

^*^

Pantai

Haaah, segarnya” seru seorang gadis berbaju biru. Dihirupny aroma laut dalam-dalam.

Ya, menyenagkan sekali. Aku mau berenang ah....” ucap laki-laki berambut orange yang segera menghambur kelaut.

Ichigo tunggu aku” teriaknya mengejar Ichigo yang berlari bersama Asano Keigo.

Hei, itu Lupi kan?” tanya Chizuru, teman sekelas mereka, menunjuk seorang laki-laki cantik yang berjalan bersama seorang wanita dan kameramen. “Sepertinya sedang syuting”

Ah, aku akan minta tanda tangan” seru Keigo riang.

Sementara itu....

Hei, Rukia kau tidak berenang?”

Tidak ah” jawabnya malas sambil minum air soda yang dibawanya.

Lalu untuk apa kau ikut? Atau kau tidak bisa berenang ya?”

Bukanya begitu” jawabnya galak. Ichigo tidak sadar kalau Rukia mengikuti piknik itu karena provokasinya dan dia bersusah payah merayu Byakuya agar diijinkan. Namun setelah mendapat ijin, begini jadinya. “Sana, kau pergi saja”

Hei, ayo kita main voley pantai” teriak yang lain yang segera di sambut oleh Ichigo cs.

Dasar jeruk, akan aiu kalahkan kau” tantang Rukia yang telah memegang bola.

Dasar chibi banyak bicara, buktikan saja” balasnya.

Dan sebuah bola tinggi melayang ke arah Ichigo yang telah bersiap membuat bola itu kembali terlontar ke udara dan diterima oleh tangan lainnya hingga membumbung tinggi. Setelah mendapat, umpan Keigo men-smas bola itu hingga menghantam pasir.

Yeah” teriaknya saat tim Ichigo mendapat point. Wajah Rukia kembali jutek dengan semangat pembalasan berkobar dimatanya. Meskipun badannya kecil tapi pukulannya luar biasa, dan sempat membuat tim Ichigo kelimpungan.

Jangan meremehkan aku” ucapnya mengejar bola yang hampir keluar lapangan. Rukia tidak menyadari kalau bola itu mengarah pada tiang penyangga tempat duduk wasit. Tubuhnya menabrak dan terpental di pasir.

Uuh...” erangnya yang serasa di tabrak truk sambil memegangi bahunya yang menghantam pasir. “Ichigo?” matanya terbelalak melihat Ichigo yang terkapar kesakitan memegangi lengan kanannya. Sepertinya yang menghantam tiang penyangga adalah dia.

Hei, Ichigo kau tidak apa-apa?” Keigo segera menghampirinya. “Panggil bantuan, cepat” teriaknya pada yang lain.

Rukia, daijobu?” ditatapnya gadis yang masih mematung menatapnya tanpa ekspresi.

Baka” ucapnya kemudian. “BAKA! BAKA! BAKA MIKAN!” teriaknya diantara isakan. Air mata berguguran di wajah khawatirnya.

Mana, paramedis” teriak Keigo yang mulai panik.

Aku akan membawanya ke poliklinik” ucap laki-laki bertubuh besar berkulit gelap, Yasutora Sado, atau yang biasa di panggil Chad. Dia langsung mengangkat tubuh Ichigo ke poloklinik yang ada di pantai.


^*^


Unohana san, aku sudah melengkapi dokumennya. Anda tinggal tanda tangan” ucap Byakuya yang menyerahkan sebuah map pada Unohana Retsu di kantor pengacara Kuchiki.

Arigatou, Kuchiki san” ucapnya diantara senyum. Akhirnya surat hak pengasuhan Hitsugaya Toushiro telah ada di tangannya. Kini dia bisa merawat anak itu dengan tenang.

Aku turut senang karena keponakanmu telah ditemukan. Aku harap dia baik-baik saja”

Ya. Aku juga bersyukur Toshiro baik-baik saja. Meskipun meminta pulang aku belum mengijinkannya keluar dari rumah sakit” ucapnya sambil membaca dokumen hakasuh. “Untuk kasus ini, aku minta bantuanmu sekali lagi” ucapnya menutup map. Wajah wanita itu mulai serius menyangkut kasus penculikan keponakannya itu.

Aku akan membantu sebisaku”

Bagaimana kabar Rukia chan” tanyanya dengan senyuman lembut.

Dia sedang piknik di pantai”

Kalau kau duduk tenag disini, pasti ada orang kepercayaan yang mengawasinya”

Ya, begitulah” jawabnya meraih foto yang ada di atas meja kerjanya. Foto Byakuya dan Rukia saat tahun baru. Saat itu Rukia masih kelas tiga SMP dan baru masuk ke keluarga Kuchiki.

^*^


Hei, chibi. Kau kenapa berwajah begitu ha?” Ichigo menatap Rukia yang duduk disampingnya. Gadis itu masih saja diam dengan wajah yang sama sekali tidak menyenangakan. “Kau jelek sekali”

Hei, Ichigo” ucapnya kemudian.”Kau itu bodoh atau apa?” teriaknya. “Kau ini senang sekali mengorbankan dirimu untuk orang lain”

Kalau kau menabrak tiang, aku harus bilang apa pada Byakuya” jawabnya yang kini duduk menghadap gadis itu. “Mana bisa aku membiarkanmu terluka” ucapnya sambil menepuk-nepuk kepala Rukia, lembut. “Kau ikut wisata juga karena aku kan?”

Siapa bilang” Rukia memalingkan wajahnya. “Aku yang mau kok”

Memangnya Byakuya akan mengijinkanmu pergi sendirian?”

Kau?” ditatapnya mata amber milik Ichigo. “Yang meminta ijin pada nii-sama?”. Tatapan Rukia dibalas oleh Ichigo, tatapan mereka bertemu untuk sesaat. Rukia menundukkan kepalanya.

Tenang saja, bukan hanya aku. Renji juga ada disni” lanjut Ichigo. “Tapi sepertinya dia terlalu sibuk menggoda gadis-gadis” ucapnya diantara tawa.

Arigatou, Ichigo” ucap Rukia lirih.

Daijobu” ucapnya dengan sebuah senyum. “Aku akan selalu melindungimu, Rukia”

Kata-kata Ichigo membuat Rukia tersentak dan menatapnya penuh tanya. “Aku berjanji” ucapnya kemudian, sambil menggemgam tangan Rukia.

Hei, Ichigo....” seorang pria bertato dan berambut merah yang didikat seperti rambut nanas menerobos masuk dan menemukan dua remaja dengan wajah semerah kepiting rebus saling membuang muka setelah adegan singkat yang disensor. “Ups, maaf”

Renji, lain kali bisa tidak mengetuk pintu sebelum masuk?” tanya Ichigo sambil menggaruk kepalanya dengan tangan kiri, karena tangan kananya terpaksa diperban.

Solitude


Desclaimer : Bleach by Kubo Tite
Rate : Indonesian.
Type : OOC/AU/M
Genre : Mistery/Detective/Litle bit Romance/Aizen Sousuke-Aihana Rekka

Solitude

Terdengar suara pintu yang terbuka. Seorang pria memasuki rumah itu. Sepi. Ya, selalu saja sepi dan gelap. Tidak ada siapa pun selain dirinya. Diletakkannya tas berisi notebook dan beberapa dokumen di meja dan langsung menuju satu-satunya kamar dengan sebuah tempat tidur diterangi temaram bulan. Jas yang dikenakannya dilemparkan asal-asalan. Lencana, borgol, dan pistol dimasukkan dalam laci. Dia membuka beberapa kancing kemejanya dan roboh begitu saja di tempat tidur. Beberapa detik kemudian terdengar dengkuran halus.

****
Sinar mentari pagi menerobos celah jendela, menyinari ruangan itu dan penghuninya yang terbaring diam. Sesaat kenudian matanya terbuka, mengerjap beberapa kali dan menggeliat sejenak. Dipandanginya jam tangan yang belum sempat dilepasnya. Jam 7.30. Pria itu pun bangkit melepas kemejanya dan menuju kamar mandi.
Kini pria itu telah duduk di beranda, menikmati sarapannya; roti selai dan secangkir teh. Ditatapnya langit biru yang terhampar, indah, lalu diliriknya meja itu. Hanya ada satu kursi dan satu meja. Semua serba satu di rumah luas itu. Pria itu pun tersenyum pahit. Tujuh tahun dia menjadi seorang polisi dan dua tahun menjadi seorang inspektur. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menangani kasus kriminal yang tiada habisnya. Asal tetap sibuk itu baik menurutnya.
RRRRRRRRRRRRR...........
“Ya” dijawabnya panggilan yang masuk ke ponselnya. “Aku akan segera kesana” ucapnya memutus panggilan.

****

“Shiro chan”panggil seorang gadis berseragam SMP yang rambutnya diikat di kedua sisi pada seorang anak SD.
“Sudah ku bilang jangan memanggilku seperti itu” jawabnya jutek.
“Ayo kita berangkat bersama” pintanya pada si anak yang sedang makan sarapannya.
“Momo, kau sudah sarapan?” tanyanya pada Hinamori Momo, teman Hitsugaya Toushiro sejak kecil.
“Sudah, Unohana Retsu san” jawabnya pada wanita yang menikmati sarapannya. Unohana Retsu, kepala Rumah Sakit Karakura serta wali dari Hitsugaya Toushiro; pewaris tunggal perusahaan es batu.
“Aku sudah selesai” ucapnya sambil mengambil tas yang tergeletak di lantai. “Momo, ayo berangkat”
“Kalian tidak mau di antar?”
“Tidak perlu, aku bisa berangkat sendiri” katanya meninggalkan ruangan itu.
Hitsugaya Toushiro kehilangan kedua orangtuanya karena kecelakaan pesawat satu bulan yang lalu. Pesawat yang mereka tumpangi jatuh di perairan Irian Jaya saat hendak landing.
“Unohana san, ada telepon dari pengacara” ucap Kotetsu Isane yang juga menjabat sebagai asisten di rumah sakit.
“Moshi moshi”

****

“Ohayou, Aizen san” sapa Ichimaru yang baru sampai di kantor. “Hari ini tidak ada pekerjaan ya?” tanyanya dengan senyum mencurigakan.
“Kau mau pergi kemana?”
“Wah wah, pengamatan Aizen san jeli sekali. Aku hanya ingin ijin sebentar, mengantarkan Rangiku chek up di rumah sakit”
“Terserah kau saja” ucapnya tanpa mengalihkan pandangan pada file kasus di komputernya.
“Aizen san, ada laporan kasus penculikan” ucap Kaname Tousen sambil membawa lembaran catatan. “Yang diculik adalah Hitsugaya Toushiro, pewaris tunggal perusahaan es batu. Dia di culik saat berangkat ke sekolah pagi ini”
“Apa ada saksi mata?”
“Ya, Hinamori Momo. Mereka berangkat ke sekolah bersama. Menurut keterangan saksi ada mobil mencurigakan yang mengikuti mereka dan beberapa orang bertopeng membawa pergi korban. Laoporan ini atas nama Unohana Retsu selaku wali korban” terangnya.
“Baiklah, kita pergi ke lokasi” kata pria itu meraih mantel dan topinya.

****

“Saat kami berangkat ke sekolah tiba-tiba ada mobil yang berhenti. Beberapa orang berbadan besar dan bertopeng turun lalu mereka mengambil Shiro chan. Saat itu dia meronta tapi... Tapi kepalanya di pukul oleh salah seorang dari mereka. Aku tidak bisa menolongnya, gomenasai....” jelasnya diantara tangis.
“Unohan san, apa sudah ada telepon dari pelaku?”
“Sampai saat ini belum ada. Aku sudah meminta pengacara untuk segera datang. Aku tidak menyangka akan ada kasus seperti ini” ucap wanita itu tenang.
“Pengacara?”
“Ya, hari ini aku berencana membuat surat pengasuhan Toushiro. Adikku dan suaminya meninggal dalam kecelakaan satu bulan yang lalu. Dan hak pengasuhan di serahkan padaku karena tidak ada keluarga yang lain”
“Bagaimana dengan perusahaan?”
“Sampai Toushiro berumur dua puluh satu tahun, aku, sebagai walinya yang mengelola”
“Naru hodo” gumam inspektur itu.
“Ohayou” sapa seorang pria berwajah kaku, Kuchiki Byakuya sang pengacara.
“Kuchiki san, akhirnya kau datang juga” ucap kepala rumah sakit itu lega.

****

“Lepaskan aku” teriak seorang bocah laki-laki yang meronta karena tubuhnya diikat pada sebuah kursi. “Oi, lepaskan aku” teriaknya sekali lagi, tapi tidak satu suara pun yang terdengar selain cicit tikus yang menggerogoti kain rombeng di pojok ruangan gelap nan lembab.
“Doko” dilihatnya sekeliling. Tidak ada seorang selain dirinya disana. Hingga terdengar langkah kaki mendekat. Derit pintu. Langkah yang berat di lantai yang melapuk. Dan terbukalah pintu di hadapannya. Seorang bertubuh tinggi kurus memasuki ruangan itu. Tawanya menggema mengerikan;
“Ne... Toushiro” panggilnya pada bocah itu. “Daijobu ka?”
“Omae?” matanya terbelalak menyadari dengan siapa dia berbicara.

****

“Unohana Retsu disini” jawabnya. “Apa? Seratus juta yen?”pekiknya. “Bagaiman keadaan Toushiro? Moshi moshi... moshi moshi” terlambat sambungan telah terputus.
“Doushitemo, Unohana san?” tanya Aizen yang saat itu ada di ruangan yang sama. “Apa penculiknya meminta tebusan?”
“Dia minta seratus juta yen” jawab wanita itu lemas. “Dari mana aku mendapatkannya?” pikirannya melayang pada keponakannya yang disekap.
“Apa? Seratus juta yen?”
“Ya, penculik itu meminta agar uangnya di buang dari jembatan Karakura pada tanggal dua puluh sembilan Mei sebelum matahari terbit”
“Tanggal dua puluh sembilan masih dua hari lagi. Kita masih ada waktu untuk menemukan Hitsugaya dan sang pelaku” Inspektur Aizen mengenakan kembali topinya, tanda dia akan pamit.

****

“Unohana san” seorang pria berban tegap mendatangi wanita yang sedang terpuruk memikirkan keponakannya yang sekarang entah ada dimana. “Daijobuka?”
“Ah, Amagai. Aku baik-baik saja” jawabnya sambil memegangi kepala, lemas.
“Sebaiknya kau istirahat saja. Aku sudah menyuruh orang untuk mencari Toushiro. Kau tidak perlu cemas” diletakkannya tangan pria itu pada pundak Unohana Retsu dan mendapat sambutan darinya.
“Shuusuke, terimakasih” ucapnya yang beranjak dari kursi tempatnya menunggu kabar. Seharian ini dia duduk disana, di ruang tamu. “Aku sangat khawatir pada Toushiro. Bagaimana kalau penculik itu tidak memberinya makan? Dia ada gangguan pencernaan. Bagaimana kalau dia kedinginan? Bagaimana kalau penculik itu melukainya?” tetes demi tetes air mata mengaliri pipi pucat wanita itu.
“Retsu, jangan khawatir” dihapusnya bulir-bulir bening itu dengan jemari hangatnya. “Aku akan mencarinya sekuat tenaga”
“Shuusuke,mereka meninta tebusan seratus juta yen, aku harus bagaimana?” tanyanya diantara isakan yang tertahan.
“Aku tidak punya uang sebanyak itu. Tapi aku akan mencoba mencari pinjaman. Kalau di jual apartemenku di Tokyo paling tidak laku lima belas juta yen”
“Aku ada tabungan sekitar sepuluh juta” ditatapnya mata pria yang pernah dikasihinya, atau, masih dikasihinya itu.
“Memang masih kurang, tapi aku akan mengusahakan sisanya. Tolong, jangan bersedih lagi. Kalau kau seperti ini terus, hatiku bisa hancur” ” bisiknya pada wanita dalam dekapannya itu, dieratkan dekapannya pada tubuh wanita itu. Sudah lama sekali sejak terakhir memeluknya seperti ini.

****

“Shiro chan, kau disni dulu ya” ucap seorang pria yang mengacak-acak rambut Hitsugaya Toshiro yang tubuhnya masih terikat.
“Nanda?” tanyanya pada pria itu. “Doushite ojisan?”
“Ayahmu terlalu keras kepala. Aku tidak punya jalan lain” ucapnya dengan sebuah senyum.
“APA YANG KAU LAKIKAN PADA ORANG TUAKU?” teriaknya. Meskipun terlihat tenang dan tidak peduli tapi kematian orang tuanya, sebagai seorang anak dia tetap terpukul. Dan sekarang dihadapkan pada seorang yang berbahagia atas musibah itu.
“Bukan salahku jika orang tuamu mati. Itu kecelakaan. Sepertinya tuhan memang mendukungku” lanjutnya. “Nah, jadilah anak yang manis beberapa hari saja. Setelah semuanya selesai kau akan aku lepas” ucapnya sebelum meninggalkan ruang gelap dan lembab itu. “Mungkin” gumamnya di antara senyum.

****

“Inspektur, bagaimana ini?” Ichimaru Gin menghampiri Aizen Sousuke yang duduk di kursinya, matnya tidak lepas dari data minim yang tertulis dalah sehelai kertas dihadapnnya. “clueless” pikirnya.
“Aku tidak tahu” jawabnya singkat. Di layar komputernya ada daftar nama kolega perusahaan es batu itu. Salah satu namanya adalah Amagai Shuusuke, manager perusahaan perkapalan. “Aku pergi” ucapnya meninggalkan ruangannya.
“Eh, lho” orang-orang disekitarnya pun bengong. Tidak biasanya sang inspektur bersikap seperti itu, apalagi saat menangani kasusus. Biasanya dia akan serius dan lembur berhari-hari.

****

Debur ombat pasang menghantam galangan dimana kapal-kapal berlabuh. Kegiatan bongkar muat barang masih berlangsung meski malam semakin larut. Aizen Sousuke melangkahkan kakinya, menelusuri galangan itu. Hawa dingin mulai menusuk di musim tsuyu yang tidak menyenangkan itu. Dia mencari sesuatu tapi tidak tahu apa. Ada yang janggal tapi tidak ada petunjuk. Mobil yang dipakai mungkin sejenis van. Seorang anak tidak akan terpikir untuk mengingat plat nomor kendaraan pelaku.
“Irrashai” sapa penjual oden pada inspektur itu. Dia langsung duduk dan memesan seporsi age. Malam yang dingin memang enak sambil menikmati age.
“Aku tambah lagi” pintanya pada sang penjual oden. Saat sedang menikmati oden yang memang terasa enak di lidahnya yang sejak sore tidak merasakan makanan. Seorang pekerja duduk di sampingnya dan memesan seporsi udon.
“Kau masih lembur, Lei Fang” tanya sang penjual oden yang namapknya telah akrab dengan sang pekerja.
“Ya, begitulah. Akhi-akhir ini banyak pekerjaan. Sepertinya bos akan menambah usahanya. Aku dengar dia akan membeli perusahaan es batu Hyourinmaru” jawabnya sambil menjejalkan potongan oden ke mulut.
“Bukankah pemiliknya meninggal karena kecelakaan, berita itu di siarkan hampir di semua stasiun Tv. Kasihan sekali, padahal anak mereka masih kecil” ucap sang penjual oden sambil mengelap mangkuk.
“Yah, bukankah lebih mudah mendapatkannya dari anak kecil begitu. Apalagi kalau sudah tidak berdaya” gumamnya. Tapi gumaman itu di dengar oleh sang inspektur.
“Aku sudah selesai” ucapnya meletakkan sumpit dan mangkok kosong. “Aku kerja dulu” pamitnya pada sang penjual oden.
“Apa perusahaan perkapalan selalu ramai seperti ini?” tanyanya pada penjual oden.
“Tidak juga, tapi beberapa minggu ini memang mulai ramai dan banyak pekerja seperti Lei Fang yang lembur”
“Memangnya siapa pemilik perusahaan perkapalan disnin?”
“Dulu ada banyak. Tapi yang sekarang tinggal Hinomaru”
“Oh, begitu
“Kau bukan karyawan disini ya?” tanya si penjual oden yang mengamati sang inspektur yang mengenakan t-shirt dan jaket.
“Bukan, aku hanya mencari udara segar”
“Naru hodo, apa kau ada masalah dengan wanita?”
“Bisa dibilang begitu” jawabnya dengan sebuah senyum.
“Wanita memang makluk yang sulit dimengerti. Dia tiba-tiba muncul dan tanpa disadari kita telah jatuh dalam jeratnya. Sebenarnya kitalah yang menjatuhkan diri pada jerat itu” ucapnya sambil tertawa.

****

Aizen Sousuke masih didalam mobilnya. Tetap mengawasi keadaan galangan setelah mendapat puzzle informasi yang mulai di susunnya. Masih banyak kepingan yang hilang tapi dia bisa menduga motif rangkaian kejadian itu.
Seorang pria keluar dari sebuah bangunan. Dia Amagai Shuuke. Pria itu segera memasuki mobilnya dan melaju meninggalkan galangan. Pria itu tidak sadar jika ada mobil lain yang mengikutinya. Setelah tiga puluh menit berjalan mobil itu berhenti disebauh rumah. Seorang wanita segera keluar dan memeluknya, wanita itu Unohana Retsu.
“Apa hubungan kedua orang itu?” pikirnya. Bukan urusannya hubungan pribadi diantaranya tapi lebih dari itu. Ini adalah bentuk puzzle yang lain.

****

“Ichimaru, awasilah orang ini” ucap Aizen yang melemparkan berkas-berkas tentang Amagai di meja Ichimaru Gin. Sedangkan yang di ajak bicara sedang menerima panggilan di ponselnya.
“Ya, boleh saja. Tapi aku sedang sibuk. Jadi, mungkin aku akan datang lain kali” ucapnya dengan full smile kepada penelpon di seberang sana, yang sepertinya seorang wanita.
“Ichimaru Gin, kau tidak mendengarku ya?” tanya Aizen Sousuke plus kilatan petir dari mata coklatnya.
“Gomene” segera diputusnya percakapan itu. Penyakitnya belum sembuh total. Dan memang tidak bisa instan. Wanita-wanita yang pernah dekat dengannya masih memburunya meski tahu dia akan segera menikah. “Ya, aku berangkat” ucapnya menyambar mantel yang tergantung dikursi.

****

“Inspektur Aizen, bagaimana? Apa sudah ada kabar dari keponakanku?” tanya Unohana Retsu.
“Aku minta maaf, sejauh ini belum ada petunjuk yang membantu penyelidikan”
“Retsu, aku bisa mendapat pinjaman” ucap Amagai yang baru tiba. “Inspektur” pria itu agak terkejut karena inspektur itu muncul disana”
“Doumo” ucapnya yang dibalas dengan angguka pria itu.
“Aku bisa mendapat pinjaman tapi butuh jaminan” ucapnya pada wanita itu dan duduk disampingnya.
“Benarkah, bagaimana kalau rumah ini jaminannya”
Pria itu mengelengkan kepala. “Tidak akan cukup. Harga apartemenku di luar dugaan anjlok, bisnis properti sedang lesu, aku hanya mendapat sembilan juta yen” ucapnya penuh sesal.
“Kita harus bagaimana?Apa yang harus aku lakukan” Unohana Retsu memegangi kepalanya yang pening. Dia sama sekali tidak tidur, terlihat jelah dari wajah pucat dan kantung mata yang menghitam.
“Retsu, perusahaan itu, apa tidak di jual saja” sarannya.
“Shuusuke...” dipandangnya wajah pria itu. “Itu milik Toshiro, aku tidak punya hak”
“Aku tahu. Tapi tidak ada cara lain. Aku pasti akan merasa bersalah jika terjadi sesuatu padanya” ditatapnya mata wanita itu dalam. Pemandangan yang membuat perasaan orang ketiga tidak enak. Inspektur Aizen mengalihkan pandangannya dan menangkap sebuah foto. Foto keluarga tampakanya, ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang tertawa riang. Sudah lama sekali dia tidak melihat foto sejenis dirumahnya. Tidak ada foto, tidak ada hiasan, tidak ada apa pun. Dan tidak berati apa pun.

RRRRRRRRRRRRR..............
“Moshi-moshi”
“Inspektur, sepertinya ada hal menarik yang harus kau ketahui” ucap Ichimaru Gin dari ponselnya.

****

Hari teransaksi telah tiba. Gelap masih menyelimuti kota Karakura. Amagai Shuhuke, Unohana Retsu dan Aizen Sousuke pergi ke jembatan karakura yang menghubungkan sisi sungai Karasu. Uang sebesar seratus juta yen telah ditangan. Uang itu langsung dibuang ke aliran Onosegawa yang cukup deras.
“Shuusuke, Toshiro akan baik-baik saja kan?” tanyanya dalam dekapan pria itu.
“Aku yakin dia baik-baik saja”
Di tengah sungai ada kotak mengapung yang diikatkan pada sebuah tambang di tepi sungai. Ternyata itu sebuah kapal. Diatasnya ada sesosok yang terikat.
“Toushiro” Unohana Retsu histeris melihat pemandnagan itu. Mereka pun segera menuju tepi sungai dan menarik tambang itu. Saat berhasil meraihnya ternyata sosok itu bukan sosok anak kecil tapi sesosok pria dewasa yang diikat sedemikian rupa.
“Amagai Shuusuke san, maaf aku harus menangkapmu” Inspektur Aizen memasangkan borgol ditangan pria itu, membuat wanita disampingnya semakin shock.
“Apa yang kau lakukan?” teriaknya. “Apa salahku?”
“Kau terdakwa kasus penculikan, pemerasan dan penipuan”
“Inspektur, bagaimana bisa?” Unohana Retsu panik melihat adegan dihadapannya. Beberapa saat kemudian anggota polisi muncul dari balik semak-semak, jembatan, puncak gedung di sekitar sungai.
“Retsu obachan” panggil sesosok yang berjalan tertatih.
“Toushiro” wanita itu segera mengahmbur dan memeluk keponakannya. “kau baik-baik saja”
“Gezz, apa ini? Apa-apaan ini? Kalian menjebakku” teriak Amagai.
“Amagai ojisan, akui saja kejahatanmu” ucap anak itu.
“Anak kurang ajar, kenapa kau tidak ikut mati bersama orang tuamu” teriaknya yang menyerang Hitsugaya Toshiro namun segera roboh karena puulan dari Inspektur Aizen tepat di ulu hatinya. Dia pun teersungkur tak berdaya.
“Shuhuke, teganya kau... “kata-kata Unohana Retsu tertahan. Dia mnerasa telah dihianati, disakiti, di tipu oleh orang yang selama ini mengisi hatinya. Bulir-bulir bening kembali membasahi pipi pucatnya.

Hitsugaya Toushiro ditemukan oleh Ichimaru Gin disekap di sebuah gudang tak jauh dari galangan kapal. Dia juga melihat Amagai Shuusuke yang memasuki gudang itu dan membawa Hitsugaya Toushiro keluar sebelum dia pergi menemui Unohana Retsu di rumahnya. Dan polisi yang telah bersiap di lokasi langsung menyergap orang susruhan yang membawa Hitsugaya Toushiro. Tak lupa dari Tousen Kaname mengabadikan setiap adegan dengan kamera yang selalu dibawanya sebaqgai barang bukti.

Selama ini dialah dalang dari mundurnya bisnis es batu dan drama pnculikan. Perusahaan es batu itu sudah lama diincarnya dan karena itu dia mendeekati Unohana Retsu yang memang pernah singgah dihatinya. Hingga kecelakaan naas yang melancarkan segala rencananya. Namun semua itu harus kandas. Ditambah dengan terbongkarnya kasus penyelundupan barang ilegal perusahaan perkapalan tersebut.

****

“Shiro chan, daijobu?” tanya Hinamori Momo dalam isakannya. Airmata terus membasahi pipinya sementara Hitsugaya Toushiro terbaring dengan selang infus ditangannya.
“Momo, jangan menangis lagi. Aku baik-baik saja” jawabnya meski bekas guratan terlihat jelas dipergelangan tangannya, menunjukkan usaha keras untuk lepas dari ikatan.
“Gomenasai...huhuhuhuhu.... Gomenasai.....”
“Daijobu” dipeluknya tubuh gadis yang lebih tua darinya itu. Gadis yang ingin dilindunginya. Meskipun saat ini belum bisa, suatu hari nanti dia pasti.

****

“Senangnya, satu kasus terselesaikan” Ichimaru Gin meregnagkan badannya. Dia menguntit Amagai Shuusukesampai tidak pulang ke rumah dan hau mendengarkan omelan panjang Rangiku yang khawatir. “Bagaimana kalau kita minum-minum” usulnya yang lansung disetujui oleh mayoritas.
“Inspektur Aizen, bagaimana kalau ikut minum bersama kami” tawar Tousen Kaname.
“Tidak, terimakasih”
“Ayolah, inspektur. Sake paling nikmat dinikmati setelah bekerja keras” rayu Ichimaru Gin yang ternyata tidak mempan.
“Kalian saja” jawabnya meninggalkan ruangan.

****

Di suatu cafe

“Aihana Rekka, yoroshiku” ucap gadis itu memperkenalkan diri.
“Kira Izuru” jawab seorang pria dengan rambut yang di cat pirang dan nampaknya perlu potong rambut.
“Asano Miyano” seorang gadis berambut panjang yang diikat ekor kuda meperkenalkan diri.
“Abarai Renji” ucap pria bertato. Totonya lebih banyak dari pada Hisagi Shuuhei.
“Kurotsuchi Nemu” ucap gadis berkepang yang terlihat lemah lembut.
“Hisagi Shuuhei” ucapnya di akhir.
Dan blind date pun dimulai. Mereka makan bersama di sebuah restauran China dan melanjutkan Karaoke.
“Jadi kau reporter yang sering muncul di TV ya?” ucap Kira Izuru girang. “Wah, aku penggemar beratmu” lanjutnya.
“Aku tidak muncul sesering itu Kira san” jawab Rekka setengah malas.
“Panggil aku Izuru” pintanya sebelum meneguk cairan dari kaleng bir dihadapannya sambil menyaksikan Hisagi dan Abarai yang berkaraoke ria. Tubuh Asano sangat proposiaonal, dadanya juga besar, mungkin tipe ini yang dicari oleh Shuuhei, pikir Rekka.
“Kurotsuchi, utate yo...” pinta Abarai pada gadis yang sejak tadi hanya diam dan tepuk tangan. Gadis itu pun segrea unjuk kebolehan, ternyata suaranya bagus. Sementara sedang duet dengan Abarai Hisagi mengobrol santai dengan Asano bahkan sampai tertawa tawa. Semua terlihat antusias kecuali Aihana Rekka. Dia tidak pernah kencan buta sebelumnya dan tidak memiliki minat pada Izuru Kira yang seorang pelayan bar.
“Nomitte” ucapnya kembali meneguk bir dari kaleng ke limanya, dia kuat minum rupanya. Mencium aroma alkohol dari mulut pria itu membuatnya ingin mutah ditambah dengan Abari yang merokok. Benar-benar kencan yang tidak menyenangkan.

****
Kedai Ramen Hirako Shinji

“Dua puluh sembilan Mei” gumamnya dengan senyum pahit. Kembali diteguknya sake yang ada dihadapannya. Pria itu tidak pernah minum sake di hari-hari biasanya kecuali haru khusus, seperti hari ini. “Menyedihkan”
“Aizen san, kenapa tidak pergi bersenang-senang dan minum sendirian disini?” tanya si pemilik kedai yang nyentrik. Rambutnya di potong gombak model nightbarones.
“Untuk apa?” tanyanya pada pria itu.
“Merayakan keberhasilan kalian memecahkan kasus penculikan. Bukankah ada pesta, Kaname yang memberitahuku” ceritanya sambil mengelap mangkuk. Malam itu tidak banyak tamu yang datang.
“Shinji, kalau sudah selesai aku pulang ya” pinta seorang gadis pelayan yang mengelap meja pada Hirako Shinji, bosnya.
“Boleh saja” jawabnya. “Oh, ya. Hyori, jangan lupa kau bawa pulang sisa daging di belakang” pesannya. “Lho, sudah mau pulang?” menyadari satu-satunya tamu yang tertinggal bangkit dari tempat duduknya.
“Kalau terlalu lama disini aku bisa lupa jalan pulang” jawabnya. “Pulang? Huh” sebuah senyum getir terlukis samar dibibirnya. Pulang, kembali ke rumah besar yang sepi itu. Kembali pada dirinya yang sesungguhnya.
Jalanan karakura mulai sepi, meskipun beberapa cafe dan kedai masih dipadati pengunjung. Pria itu sama sekali tidak ada niatan untuk bersenang-senang, bahkan di hari istimewa ini di malam bulan bulat penuh bersinar cerah menggantung di langit Karakura.
Di jalan yang sama, seorang wanita muda duduk di sebuah bangku sambil memegangi kakinya. Tampaknya sepatu kananya bermasalah karena dijinjing. Dia berusaha memanggil taksi tapi tidak satu pun taksi yang berhenti. Dia berusaha berjalan tapi sepertinya sulit.
“Ittai” gumamnya sambil melepaskan sepatu yang satunya, kini dia bertelanjang kaki.
“Aihana” panggil seorang pria pada wanita itu. “Naze anata wa koko ni iru?” tanya pria itu pada reprter TV X yang kadang merepotkannya seperti saat ini.
“Inspektur Aizen?” ditatapnya pria berwajah lesu itu. Membuatnya terlihat lebih tua dari biasanya. Dan usianya memang dertambah satu tahun lebih tua malam itu.
“Nani o shitte iru? Kenapa malam-malam berjalan sendirian? Kau bisa kena masalah”
“Aku kabur” jawabnya memegangi pergelangan kakinya.
“Kabur? Apa kau terlibat masalah?”
“Ya. Masalah yang benar-benar serius. Kencan buta yang menyebalkan. Aku menyesal datang ke sana” ceritanya di sertai omelan dan keluhan.
“Baka”
“Nani?” di tatapnya inspektur itu dengan kesal.
“Kau bisa berjalan?”
“Ya” Aihan Rekka mencoba berjalan namun hampir kembali tersungkur bila tidak di pengangi oleh pria itu.
“Tampaknya kau memang terkena masalah”
“Ya, sepertinya begitu” ucapnya diantara senyuman canggung.

****
Klinik Kurosaki.
“Oyajii san, ada pasien” panggil seorang pemuda berambut orange pada ayahnya.
“Hoi, Ichigo... Tidak sopan, berteriak seperti itu pada orang tua” katanya dengan melayangkan attack pada pemuda itu namun dengan cepat dia menghindar sehingga pria itu menghantam tembok cukup keras.
“Baka Oyaji, ada pasien menunggu di klinik” jelasnya lagi sebelum berlalu.

****

“Hai, irrashai” seorang dokter muncul. Mukanya komikal dan terkesan konyol.
“Sepertinya kakinya terkilir” ucap Aizen yang berdiri di samping Aihan Rekka.
Pria bernama Kurosaki itu memeriksa pergelangan kaki Aihana, memencetnya dan membuat wanita muda itu merintih kesakitan. “Tidak parah” ucapnya mengoleskan krim dan melilitkan perban. “Kau harus istirahat selama tiga hari. Jangan mengangkat barang berat. Dan gerak-gerakkanlah sesering mungkin” lanjutnya sambil menggerak-gerakkan telapak kakinya.
Di sisi lain, Aizen Sousuke melihat bekas luka di betis kiri wanita itu. Meski hampir tidak terlihat tapi dia lah yang menorehkannya.
“Arigatou sensei” ucap Aihana Rekka setelah selesai diobati.
“Jangan lupa minum obatnya tiga puluh menit setelah makan” pesan dokter itu.
“Inspektur, terimakasih telah mengantarku” ucap gadis itu membungkukkan badan. Sepatu berhaknya masih di jinjing.
“Sebenarnya kau itu kenapa?” tanya pria itu.
“Hanya melakukan hal bodoh” diamatinya sepatu berhak dua belas senti ditangannya, sepatu yang sebelah kanan haknya patah.
“Kalau tidak biasa memakai sepatu berhak kenapa memaksakan diri?” tanyanya namun hanya ditanggapi dengan senyuman oleh wanita muda itu.
“Dimana rumahmu?”
“Ah, di blok G” jawab gadis itu. “Kenapa?”
“Wah, sayang sekali aku tidak bawa mobil”
“Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri” jawab wanita itu berjalan terpincang keluar klinik.
“Ayo”
“Eh, apa?”
“Apa kau mau berjalan dengan kaki seperti itu?”
Akhirnya Aizen menggendong wanita itu sampai ke jalan utama dan menghentikan sebuah taksi untuknya.
“Bagaimana kencanmu” tanya Aizen memecah keheningan.
“Buruk” jawabnya singkat. Wanita itu mencium aroma sake dari tubuh pria itu. Memang benar, dia tidak menyetir karena minum alkohol. Sosok pria yang disiplin. Padahal dia sama sekali tidak terlihat mabuk. Namun di sela-sela aroma sake ada harum lain yang muncul. Harum yan lembut tapi kuat. Harum yang memiliki karakter. Dan rasanya dia menyuaki harum itu.
“Naru hodo” gumamnya.
“Aku tidak akan lagi ikut kencan buta bodoh seperti ini” omelnya di atas punggung pria itu.
“Memangnya kau tidak punya punya kekasih?”
Untuk sesaat wanita itu terdiam, menandakan kisah asmaranya telah kandas. “Belum berniat” gumamnya dan tidak ada kata lagi yang keluar sampai mereka tiba di jalan utama.
“Inspektur Aizen, Arigatou gozaimashita”ucap Aihana Rekka sebelum pintu taksi tertutup. Pria itu hanya mengangguk dan memandang taksi yang meninggalkannya meniti malam.

****
Kembali, dipandanginya ruang gelap itu. Dia langsung menuju satu-satunya kamar dengan sebuah ranjang dan rebah begitu saja. Namun aneh sekali, tidak terdengar dengkuran halus seperti biasanya.
Pria itu tidak langsung tidur. Dia duduk memandang temaram sinar bulan yang menerobos dari jendela. Entah kenapa kata-kata tukang oden beberapa waktu lalu terulang dikepalanya.
“Wanita memang makluk yang sulit dimengerti. Dia tiba-tiba muncul dan tanpa disadari kita telah jatuh dalam jeratnya. Sebenarnya karena kitalah yang menjatuhkan diri pada jerat itu”.
Pria itu tersenyum tipis. “Baka” gumamnya. Baru sekitar tiga puluh menit kemudian dengkuran halus mulai terdengar dari pria bertelanjang dada yang terbaring disana.