Jumat, 24 Juni 2011
Open Pandora Box
(opened my eyes after long night sleep in this Saturday morning) my blusing cheek feels so warm.
"E..to... Pandora box" (i remembered open Pandora Box)"Ouh, that bastard box" (still in red cheeks, imagine what was happened last night)."I hate those stuff" (i sat in the edge of my bed, still confuse).
"What the hell?" ( I sat on the window. i love this breeze. so cold and soft, made my cheeks redden). i palmed it. still hot)"Aizen"
What? Again? What the hell you've done bastard?
Aduh.... Pndora Box ini memang berbahaya. Bodoh sekali aku membukaya semalam. aku jadi berpikir (membayangkan)yang tidak-tidak setelah melihat isinya.Dia itu memang "LEMON". Mnis, asam, sepet, tapi aku suka.............. (Aku sebal mengakuinya).
Apa? Apa-apaan ini. setelah kemarin mimpi soal Kennii (Ohkuchi Kengo) yang jad dosenku ( I hope will study abroad to Japan). Sekarang imajinasi aneh ini muncul. membuatku tidak karuan. AKu, my POV's.
Begini ceritanya:
Karena iseng, bukan, menyengaja iseng yang membuat ketagihan. aku membuka Pandora Box dan membaca isinya yang terlihat indah dan menarik mata. Salah satunya adalah "Holic". Holic adalah kebiasaan jelekku yang susah dihilangkan, soalnya enak, hehehe... (dasar sakit).Nah, si holic ini menyita perhatianku apalagi adena Juushiro sama yang semanis cokelat putih (sejujurnya aku ingin mutah, terlalu manis sih...). Yah, adegan romantisnya dengan Unohana taichou itu lho...., aku iri. (Sebentar, bukan dalam artian sebenarnya tapi begitulah...) (@_@)
yah, setelah menikmati adegan romantis mereka. Aku sakit kepala ditambah kedinginan di musim panas yang ekstrim ini. aku tidur tapi nggak bisa. Karena kesal aku pun membuka ponsel yang tterhubing dnegan Pandora Box yang lain (Pandora Box-nya wireless, milik orang lain). dan menemukan sesuatu. Ya, aku baru lihat yang model ini. Fanfic Reader POV. Hwua.... <3 <3 <3 Daisuki.....Dan, ehem....tentu saja ini tentang dia (nunjuk gambar Aizen di PC). dasar, gara-gara kau aku jadi begini........\(^o^)/. Eehem, kembali ke topik. ya begitula. meskipun rate-nta "M" aku cukup senang. Cerita ini rasanya mirip dengan Hazardous Love Affairku atau selingan yang masih aku kerjakan meski tiga tahun telah berlalu (gak kelar-kelar). Reader jadi anaknya Ukitake. Aku (Rekka) wakilnya Juushiro sama. Reade dipaksa menikah dengan Kira. Aku menolak ajakn kencanya dan menggandneg Hisagi. Reader anak pungut, Aku dipungut juga oleh Ukitake family tapi mask Onmitsu Kidou (Whahahaha....kabooom, ayo hancurkan semuanya.... Dan begitulah. Aizen di segel. Readr jadi pengawas. Ktemu, entahlah ini cinta atau kesailan. Jatuh cinta setelah ada pemaksaan (Dasar Aizen mesum)dan jadilah dan jadilah aku sakit begini.... Hwuaaahhhhh.......(TT_____________TT) Aku jadi mikir yang tidak-tidak, terlalu indah. Masak sampai punya nak tiga? (@_@) Ada namanya Ryuichi, cowok. tapi putraku mau aku beri nama Touya, putriku Sekar, Kalau nambah enatahlah, GUBRAK.... "I never wanna be your Queen, because you're not a King, but Lord. I wanna be your lady" Ya, begitulah yang membuat kepalaku pusing, pipiku panas, jantungku deg-degan, aku sudah gilaa......... Hentikan.
It's because of you, Ai san.... T_T
Selasa, 21 Juni 2011
Amewarashi
Rate : Indonesian.
Type : OOC/AU/Teenager
Genre : Romance/Ulquiorra Sciffer-Inoue Orihime
Amewarashi
“Ulquiorra, selidikilah jalanan Karakura, sepertinya geng sedang menjamur” ucap Inspektur polisi yang menopang dagunya dengan satu tangan. Tatapannya terkesan malas. Memang akhir-akhir ini hanya wajah itu yang diperlihatkannya.
“Baik, Inspektur Aizen” ucap polisi muda yang meninggalkan kantor.
Itu terjadi sekitar dua hari yang lalu. Setelah ditemukannya sesosok mayat tanpa identitas di sungai Karasu di kawasan distrik Minamikawase. Ada lima peluru yang bersarang di tubuhnya. Dua di dada, salah satunya menembus jantung. Satu di perut, satu di paha dan satu di leher. Sepertinya ditembak secara brutal oleh amatir.
****
Ulquiorra duduk ditaman, tepatnya di Tsuakidai koen di kawasan Sakurabashi, memperhatikan anak-anak muda yang sedang bermain, skateboard, street dance atau pun hanya duduk-duduk. Meski dengan koran di tangan jelas bukan tempat yang nyaman untuk membaca.
“Ulquiorra san”
“Onna?” ucap Ulquiorra terkejut melihat gadis dihadapannya. Dia ,memgenakan kaos tanpa lengan dan celana pendek serta sebuah topi yang menutupi sebagian rambut orange-nya yang dibiarkan tergerai.
“Sedang apa disini?” tanyanya. “Tidak ikut main skateboard?”
“Hah? Tidak”
“Aku pikir begitu. Tadi aku sempat ragu soalnya penampilan Ulquiorra san berbeda” ucap gadis itu sambil terus tersenyum. Tidak seperti biasanya yang mengenakan mantel panjang, Ulquiorra Sciffer memakai kemeja dan celana pendek khas musim panas, menegaskan tubuhnya yang kurus kurang gizi. Soalnya dia makan mi instan terus, terutama saat tanggal tua. Miskin ya....
Author: Taihen desune....
“Orihime” panggil beberapa orang yang ada di ujung taman, bersiap-siap pulang, dan dibalas dengan lambaian tangan.
“Teman-temanku menanggilku, aku pergi dulu ya” lalu meninggalkan polisi muda yang selalu berwajah tanpa ekspresi.
***
“Lupi san. Bagaimana, sekarang kan sudah jadi icon TV X. Beranjak dari idola internet dan sekarang jadi model iklan?” tanya seorang reporter yang meliput kegiatan seorang artis icon TV X.
“Senang sekali, pastinya. Tidak menyangka juga” jawabnya diantara tawa yang renyah. Tipe laki-laki yang cantik. Wajahnya terlihat bersinar dibawah sinar matahari.
“Jarang-jarang ya Inspektur Aizen melihat Tv ya” ucap Ichimaru Gin yang muncul di samping Aizen. “Infotaiment lagi”
“Memangnya kenapa, Gin?” tanyanya disertai death glare.
“Ah, tidak, hwuaa…. Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba? Mengagetkanku” Icimaru Gin mundur beberapa langkah karena kemunculan seorang polisi muda yang mendadak. Suara langkahnya tidak ada, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berbentuk, eh, lho.... pokoknya langsung muncul seperti hantu.
“Kau, Ulquiorra. Ada berita?”
“Tidak” jawabnya singkat.
“Souka”
“Demikianlah wawancara singkat dengan icon baru TV X, Lupi. Aihana Rekka, Ichinose Maki, Tokyo Bay”
***
Hari ini hujan kembali datang, benar-benar cuaca ekstrim. Padahal tadinya matahari bersinar cerah. Sepertinya pemanasan global semakin parah merana.
“Teh dan shortcake” seorang pelayan menhidangkannya di hadapan Ulquiorra yang terus memandang hujan. Seorang gadis sedang berjalan dengan payung dan kantong belanjaan ditangannya.
“Dia mau masak apa?”
“Sumimasen?”
“Bukan kau” ucapnya. Tatapannya kembali pada gadis yang masih berjalan dibawah hujan memandangi etalase toko. Rambut orange panjangnya terlihat kusut karena basah oleh air hujan. Dia begitu polos, begitu lugu dan begitu manis. Mungkin itu yang menarik dari dirinya.
Gadis itu telah melangkah ke seberang jalan berbaur dengan kerumunan manusia yang memadati jalan yang sama. Bayangnya pun lenyap dari sudut mata pemuda itu.
***
Akhirnya sang mentari tersenyum lagi.
“Nah, beginilah suasana taman kota Karakura kita tercinta. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh anak muda seperti bermain bola, hip hop dance, skateboard atau hanya sekerdar duduk” ucap seorang reporter pria setelah mewawancarai beberapa pemuda dan aktivitas yang mereka kerjakan.
Ulquiorra melihat sekeliling, tidak ada yang menarik perhatiannya. Hanya peliputan dari Tv X. Gadis itu tidak datang.
Pipipopoppipipopop…….
“Ya. Tidak bisa, aku sedang bertugas. Mungkin lain kali. Nanti malam?” Ulquiorra berpikir sejenak. “Akan ku usahakan. Ya”
Sebuah panggilan dari Inoue Orihime. Sebuah undangan untuk datang ke klub tempatnya bekerja.
***
“A...ah, yume ni miteta, kongare teitta, kimi ga iru. Ano sora ni ukabu ikutsumono hikari, atsume, koi wo kagayaku…”
Lagu berjudul Kimi ga iru yang dipopulerkan oleh Ikimonogakari melantun merdu. Seorang wanita cantik menyanyi di atas panggung sambil menari, didikuti oleh dua penari latar. Tubuhnya gemulai menggerakkan tangan ke kanan kiri, samping, atas bawah disertai ekspresi wajah ceria menyenangkan.
Di meja paling ujung, Ulquiorra memandangi sang diva, berusaha menikmati suaranya. Meskipun terkesan menderita karenanya. Bukan karena suara atau penampilan sang gadis. Buka pula karena suasana ramai berbau alkohol dan asap rokok. Tapi karena sesuatu terjadi pada jantungnya. Terbukti sedari tadi memegangi dada. Kembali, diteguknya air yang ada dihadapannya. Air? Ya, air mineral bukan sake atau minuman lainya meskipun di club.
“Ulquiorra san, doumo” ucapnya dengan senyuman cerah setelah turun dari panggung dan langsung duduk di samping polisi muda itu. “Lady Rose” pesannya pada pelayan.
“Lagumu bagus” katanya basa-basi.
“Arigatou” lagi-lagi gadis itu tersenyum manis padanya. Mungkin karena keramahan dan senyum manisnya dia jadi dimanfaatkan oleh pria jahat. Ummm, pria jahat yang dimaksud siapa ya?
“Kau sudah selesai?” tanyanya meneguk kembali air digelasnya yang tinggal separo.
“Hu-um” jawabnya masih dengan senyum. “Kenapa?”
“Tidak” dia menelan ludah. “Boleh aku mengantarmu pulang?”
“Iya, sebentar. Aku ambil tas dulu” ucapnya yang segera menghilang di ujung ruangan. Meninggalkan Lady Rose-nya yang kesepian. Beberapa saat kemudia dia kembali muncul dengan penampilan casual, celana denim dan kaos-tanpa riasan. Mereka pun meninggalkan klub saat Shihouin Yoroichi mulai menekan tuts-tuts piano.
“Kau sudah makan?” tanyanya membuka pembicaraan.
“Belum. Ulquiorra san, mau menemaniku makan?” tanyanya dengan tatapan penuh harap.
“Boleh saja”
“Bagaimana kalau di sana” tunjuknya pada sebuah restauran cina di sekitar Karakura Shopping Distric. Mereka pun melangkahkan kaki menyeberangi jalan. Mereka pun makan malam bersama sambil membicarakan beberapa hal. Menghangatkan suasana di musim panas yang indah.
“Arigatou Ulquiorra san” ucap Inoue Orihimedengan senyumannya. Mereka berjalan beriringan namun rintik hujan tiba-tiba jatuh dari langit yang tadinya terang benderang. “Waa, hujan” reflek gadis itu menutupi kepala dengan tangannya meskipun terlambat, karena terlanjur terguyur hujan. Seperi slow motion. Ulquiorra menatap gadis di hadapannya yang mencoba menghalau air langit dengan tangan mungilnya.
Tetesan yang jatuh perlahan menimpa rambut panjang itu dan segera terserap disertai tetesan-tetesan lain yang memebasahi wajah, pipi, dan leher gadis itu. Membentuk aliran yang menakjubkan. Dan yang paling mempesona saat gadis itu berpaling padanya dan tersenyum, menggumakan sesuatu namun serasa tuli.
“Amewarashi” gumamnya, membuat gadis itu membulatkan matanya tak mengerti sambil terus menghalau air yang masih jatuh, bahkan makin deras.
Author: Ame maksudnya hujan, warashi maksdunya dewi atau bidadari. Amewarashi adalah bidadari hujan. Karena munculnya saat hujan, he.... ngarang.
^*^
“Gomene, kau jadi basah” ucapnya setelah sampai di apartemen Inoue Orihime. Diserahkannya sebuah handuk pada pemuda kuyup dihadapannya. “Sebentar, aku buatkan coklat hangat ya” ucapnya menghilang ke dapur. Sebenarnya sih tidak menghilang, masih kelihatan dari tempat Ulquiorra duduk. Apartemen itu tidak jauh beda dengan apartemen sewaannya yang seluas enam tatami, hanya kamar apartemennya kosong selain sebuah futon dan meja.
“Douzo” segelas coklat hangat telah tersaji. Asapnya mengepul bersama aroma manis yang menenangkan, efek dari coklat.
“Kau, tinggal sendiri?”
“Iya, kakakku bekerja di luar kota” jawabnya sambil menghanduki rambut basahnya. “Kalau ayah dan ibuku ada di rumah, di desa” lanjutnya sebelum menyesap coklat panas, setelah meniupnya beberapa kali. “Ulquiorra san, kau tidak mau ganti baju?” tanyanya mengalihkan pembicaraan. Baju polisi muda itu memang basar kuyup dan sepertinya dingin karena kulitnya sepucat zombie, nyaris tanpa ekspresi. “Aku ambilkan baju kakakku ya” ucapnya membongkar sebuah lemari dan menemukan sebuah t-shirt berwarna hijau putih. “Semoga muat” diserhakannya baju itu.
Entahlah, tanpa meras amalu atau memang tidak punya rasa malu Ulquiorra langsung melepas kaos yang dipakainya. Memperlihatkan dada bidang atau cenderung tonjolan tulang rusuk dan perut kurusnya. Ulangi: kurus. Bukan six-pack. Tidak menarik untuk dilihat. Gadis itu pun segera memalingkan wajahnya yang bersemu merah.
Suasana hening, hanya rintik hujan di luar mengisi kekosongan. Orihime memainkan bibir cangkirnya dengan jari telunjuk. Sesekali searah jarum jam atau sebaliknya. Sedangkan Ulquiorra masih mengamati gadis itu dihadapannya, menilai atau meniliti.
Masih muda, usianya 17 tahun. Begitu polos. Bahkan terlalu polos untuk ukuran penyanyi club yang pernah menjalin hubungan singkat dengan seorang dokter. Pastinya dokter itu masih muda dan mungkin kaya, juga tampan. Dia mengenakan piyama motive stroberry, begitu innosence.
“Ah, hujannya sudah berhenti” seru gadis itu dan beranjak ke jendela. Benar saja, hujan telah reda dan meninggalkan rintik manis menghias malam, membuatnya terkesan romantis.
“Aku pulang dulu” ucapnya bangkit meraih jaket setengah basahnya yang tergantung di samping pintu.
“Ah, ya. Hati-hati” katanya saat melepas polisi muda itu. Namun dia tidak juga beranjak dari depan pintu. Rasanya ada yang janggal dengan semua itu. Ada yang...kurang.
Perlahan Ulquiorra mengulurkan tangan ke arah gadis yang diam terpaku didepannya. Jemari itu meluncur di rambut panjangnya dan sepanjang tulang rahangnya. Membelai pipinya dengan perlahan, merasakan kelembutannya, kehangatannya. Gadis itu memejamkan mata.
“Gomene” ucapnya memalingkan wajah. Tapi gadis itu tidak mengatakan apa pun. “Aku pulang” katanya meninggalkannya dalam bingung. Sosoknya segera menghilang dibalik tembok tinggi pembatas kompleks tersebut.
“Ulquiorra san” gumamnya menyentuh bibir, masih terasa hangat.
^*^
“Ada apa?” Aizen Sousuke masih duduk dikantornya. Belum ada niatan untuk pulang. Atau mungkin memang tidak akan pulang meskipun kantor itu telah sepi.
“Ini yang kau minta” disodorkannya sebuah flash disk pada inspektur itu. “Ada yang membagikan senjata api pada geng jalanan. Sebuah kelompok yang menamakan dirinya sebagai Shinigami”
Di layar muncul sebuah gambar seorang wanita yang sedang membeli sekaleng soda pada sebuah market. Semua terlihat normal hingga foto itu di zoom beberapa kali. Di pinggang kanannya seperti ada sebuah tato. Meskipun sebagian tertutup oleh kaosnya, tetap terlihat kalau itu tato seorang penjagal dengan pedang sabit ditangannya. Sosok Shinigami.
“Semua anggotanya memiliki tato yang sama”
“Omoshiroi” gumam Inspektur itu dan melanjutkan melihat gambar yang lainya. Seorang gadis yang sedang bermain base ball. Gadis yang sama yang sedang kehujanan. Lalu saat gadis itu menyanyi di panggung, lalu... “Ulquiorra” panggilnya dengan suara dalam mengerikan. Sementara jiwa yang dipanggil sedang berkelana di dunia antah berantah.
“Ulquiorra” ulangnya disertai death glare yang membuat bulu kuduk berdiri.
“Ano, sumisen. Jangan buka yang lainya, onegaishimasu” ucapnya dengan wajah merona sambil menutupi layar notebook Aizen dengan dua tangannya.
Yakusoku (Promise)

Desclaimer : Bleach by Kubo Tite
Rate : Indonesian.
Type : OOC/AU/Teenager
Genre : Romance/
Kuchiki Byakuya-Kuchiki Hisana and Kurosaki Ichigo-Kuchiki Rukia
Yakusoku (Promise)
“Niisama, aku berangkat” ucap seorang gadis berambut pendek yang menyambar roti dan segera berlari keluar rumah.
“Oi, Rukia, lambat sekali” omel seorang pemuda berambut orange yang telah menunggu di depan rumah besar itu.
“Enak saja, dasar jeruk jelek”
Meskipum sering bertengkar tidak jelas, tapi ada ikan tak terlihat diantara keduanya, Kuchiki Rukia dan Kurosaki Ichigo.
****
“Hisana, apa kau melihatnya?” Kuchiki Byakuya memandangi foto disamping ranjangnya. Foto seorang wanita yang mengenakan sebuah kimono bermotif bunga sakura. Wanita itu sangat mirip dengan Kuchiki Rukia. “Dia mirip sekali denganmu. Kenapa kau pergi begitu cepat” di hapusnya genangan air di sudut matanya. “Tidak terasa lima tahun telah berlalu”
****
“Ohayou” sapanya pada semua orang di ruangan itu.
“Hajimemashite. Watashiwa Hikaru Hisana. Yoroshiku onegaishimasu” ucapnya kemudian. Seorang gadis manis yang sederhana. Rambutnya hitam legam dipotong sebahu, mata violetnya bulat dan cantik. Meskipun tubuhnya tergolong mungil.
Itulah kesan pertama yang dtangkap oleh Kuchiki Byakuya, pengacara magang di kantor hukum Karakura’s Law. Ini adalah hari pertama gadis itu sebagai seorang karyawan front office. Dia sosok pekerja keras dan bertanggung jawab atas pekerjaannya.
****
“Ano, hari yang cerah ya” ucap Byakuya di suatu pagi di musim panas bulan Agustus yang menyiksa.
“Ah, ya” gadis di sampingnya mengiyakan begitu saja, padahal sejak tadi dia menghapus keringat dengan saputangannya.
“Hikaru san” panggilnya pada gadisw itu.
“Nani, Kuchiki san?” ditatapnya pria tegap yang berdiri dihadapannya. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan di bibirnya.
“Nandemonai” ucapnya kemudian mendahului gadis yang terpaksa menatapnya bingung.
****
“Sumimasen Kuchiki san” sapanya pada pria yang sedang membaca file pembelaan pelaku tindak kekerasan dengan alasan pelecehan seksual. “Ini, ada surat” diletakkannya beberapa surat di meja pria berusia dua puluh satu tahun itu. Tampaknya surat itu dari keluarga, karena tertera nama Kuchiki di alamat pengirimnya.
“Arigatou” ucapnya.
Hikaru Hisana telah bekerja dikator itu selama dua bulan dan Kuchiki Byakuya selalu memperhatikannya. Pernah suatu ketika saat pulang dari persidangan dia melihat gadis itu memasuki sebuah panti asuha. Dia tidak tahu apa yang dilakukannya tapi dia pikir gadis itu pastilah sosok yang dermawan.
“Hikaru san” panggilnya sebelum gadis itu keluar dari ruangan.
“Bisa makan siang bersama” tanyanya dengan tatapan lekat.
“Hai” dia membalsnya dengan anggukan dan sebuah senyuman manis. Akhirnya setelah mencoba bebarapa kali dia bisa keluar bersama gadis itu, meskipun hanya makan siang.
****
“Ai... Ai...Ng...” Kuchiki Byakuya hendak mengatakn sesuatu tapi tertahan. Sedangkan gadis dihadapannya masih menatapnya bingung. Mata violetnya yang besar seolah menelannya. Dia begitu polos, begitu lembut, begitu manis. “Aishiteru” akhirnya kata itu keluar juga.
“Ah?’ gadis didepannya masih menatapnya bingung.
“Hisana, menikahlah denganku” ucapnya yang diikuti oleh sorakan orang-orang disekitarnya, termasuk rekan kerja mereka.
“Byakuya san”
“Menikahlah denganku”
Gadis itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Hanya sebuah anggukan disertai sebuah senyum dan tetes airmata.
Hanya masalah tidak berhenti di situ. Keluarga Kuchiki adalah keluarga bangsawan, tidak bisa menerima gadis sembarangan sebgai menantunya. Apalagi Byakuya adalah anak laki-laki satu-satunya.
“Apa tidak ada gadis lain yang lebih pantas untukmu, Byakuya” tanya Kuchiki Sojun, sang ayah yang dudukdi dojo seusai mereka berlatih kendo.
“Aku tidak menemukan gadis lain yang aku sukai. Sumimasen, otousan”
“Dia bukan bangsawan. Siapa dia? Siapa orang tuanya? Darimana asalnya? Apa pnedidikannya?”
Saat itu Byakuya tidak bisa menjawab. Hiasana, orang biasa. Dia gadis yatim piatu yang sederhana dan tidak memiliki sanak saudara.
Akhirnya Byakuya dan Hisana kawin lari. Byakuya rela melepaskan segala kemewahan yang selama ini mengelilinginya, nama besar ayahnya yang memudahkannya menjadi pengacara. Setelah mereka hidup bersama dalam kesederhnaan barulah Byakuya tahu kalau Hisana memiliki seorang adik. Tapi dia tidak tahu karena terpisah saat di panti asuhan.
****
Musim semi lima tahun yang lalu, saat bunga ume pertama mekar di halaman rumah keluarga Kuchiki. Setelah Sojun meninggal Byakuya dipanggil untuk meneruskan trah keluarga dan segala pemberontakannya dimaafkan.
“Byakuya sama. Tolong temukan adikku” pintanya pada sang suami. Hisana terbaring lemah. Kondisinya kian memburuk karena mencari sang adik yang entah ada dimana.
“Aku akan mencarinya untukmu” digenggamnya tangan sang istri penuh kasih.
“Berjanjilah padaku untuk menyayanginya seperti menyayangi adik kandungmu”
“Hisana”
“Byakuya sama, berjanjilah padaku. Sebagai kakak aku tidak bertanggung jawab karena telah menelantarkannya.Tolong sayangi dia. Jagalah dia. Gantikan aku menlindunginya” ucapnya lemah. Tangan dalam genggaman itu mulai terasa dingin.
“Hisana”
“Byakuya sama. Terimakasih telah membatuku. Maafkan aku yang tidak bisa membahadgiankanmu selama satu tahun kebersamaan kita”
“Hisana”
“Arigatougozaimashita” ucapnya. Setelah kata itu Hisana mengehembuskan nafas terakhirnya. Dokter pribadi telah dikerahkan tapi semua sudah terlambat.
Satu tahun kemudian,Kuchiki Byakuya menemukan sosok yang begitu mirip dengan Hisana di jalanan sedang menari. Hip hop dance yang sedang trend dikalangan anak muda. Banyak orang yang mengerumuninya dan memberi applous. Dia, adalah Rukia, adik Hisana.
****
“Hei, Rukia, kau akan ikut wisata pantai?” tanya Kurosaki Ichigo yamg duduk di meja di hadapan gadis itu sambil meminun jus kotak.
“Kalau nii-sama mengijinkan”
“Kau tidak bisa ya, mengambil keputusan sendiri? Semuanya kau serahkan pada Byakuya” tanyanya tanpa pikir panjang. Rukia pun menundukkan wajahnya. Semua itu dia lakukan karena kebaikan hati Byakuya, yang memasukkannya dalam keluarga Kuchiki yang terhormat. Dia bukan lagi gadis jalanan seperti dulu. Kini dia adalah gadis bangsawan kaya meskipun tidak berdarah biru seperti kakaknya.
“Tidak bisa” jawabnya meninggalkan si rambut orange dengan wajah muram.
“Ru...ru..rukia” panggilnya, namun tidak di gubris oleh gadis itu.
^*^
Ichigo Kurosaki duduk gelisah karena Kuchiki Rukia belum juga kembali ke kelas meskipun pelajaran telah di mulai.
“Bu, aku mau ke toilet” ucapnya pada guru matematika yang sedang menjelaskan aljabar.
“Kau jangan bolos lagi ya”
“Tenang saja” jawabnya setengah berlari. Dia langsung menuju atap sekolah. Dia tahu benar Rukia pasti ada disana. Pertemuan mereka pun terjadi di atap sekolah itu. Dan memang benar, Rukia duduk bersandar pada pembatas.
“Oi, Rukia, kau kenapa?” pemuda itu pun duduk disampingnya. Namun tidak ada jawaban yang keluar dari bibirnya.”Aku minta maaf. Tidak seharusnya aku bicara seperti itu”
“Tidak apa-apa. Bukan salahmu” jawabnya menatap matahari yang meninggi.
“Aku tahu, kau berhutang budi pada keluarga bangsawan itu. Kau sudah menceritakannya padaku. Tidak apa-apa kalau kau tidak ikut”
“Ya”
“Sebenarnya aku hanya ingin liburan bersamamu”ucapnya. “Rasanya aneh kalau tidak ada kau didekatku” lanjutnya, membuat pipi gadis itu merona. “Yah, meskipun kau itu maniak chappy yang aneh” liriknya pada gadis itu.
“Apa maksudmu?” ucapnya setengah berteriak dan langsung berdiri bersiap menendang laki-laki dihadapannya, menandakan bahwa suasana hatinya telah pulih kembali.
“Dasar chibi kau mau apa?” di peganginya kepala gadis yang hanya sedadanya itu. Gadis itu berusaha memukulnya tapi tidak sampai. Akhirnya dia menginjak kakai Ichigo yang memaksanya memamerkan deretan gigi.
^*^
“Menoly” seru seorang wanita muda yang mengenakan sebuah terusan tanpa lengan dan topi lebar menutupi kepalanya dari sengatan matahari musim panas. “Kenapa ada disini?”
“Rekka” seru gadis berambut pirang yang menghampirinya dengan sekotak peralatan make-up. “Seakarang aku make-up artismu”
“Bagaimana bisa? Kenapa kau tidak bilang?”
“Kejutan” ucapnya dengan senyum mengembang. “Eh, kakimu kenapa?” tanyanya menyadari temannya berjalan sedikit terpincang.
“Terkilir beberapa hari yang lalu. Gara-gara sepatu konyol itu”jawabya manyun.
“Hahahaha.... lagi-lagi karena sebatu berhak” balasnya dengan tawa terpingkal. Temannya itu memang sering tertimpa sial kalau memakai highheels.
“Ara, cepat siap-siap” pinta Ichinose Maki yang menyiapkan kameranya bersama asisten kameraman.
“Lupi san dimana?”
“Dia ada di yatch. Kita akan naik yatch dan wawancara di laut”
“Wah, pasti mahal sekali sewanya” gumam sang make-up artis yang baru pertam kali menaiki yatch.
Mereka pun menaiki yatch yang telah siap digalangan. Disana seorang laki-laki berwajah manis telah menunggu. Rambutnya hitam dengan kemeja putih yang tidak dikancingkan (memperlihatkan dada bidang dan perut six pack yang seksi) dan celana pendek, matanya juga besar dan bulu matanya lentik. Tipe pria cantik.
“Lupi desu. Yoroshiku” ucapnya dengan suara lembut. Wajahnya terlihat bercahanya dibawah sinar cerah matahari. Sungguh menyilaukan.
Pantai
“Haaah, segarnya” seru seorang gadis berbaju biru. Dihirupny aroma laut dalam-dalam.
“Ya, menyenagkan sekali. Aku mau berenang ah....” ucap laki-laki berambut orange yang segera menghambur kelaut.
“Ichigo tunggu aku” teriaknya mengejar Ichigo yang berlari bersama Asano Keigo.
“Hei, itu Lupi kan?” tanya Chizuru, teman sekelas mereka, menunjuk seorang laki-laki cantik yang berjalan bersama seorang wanita dan kameramen. “Sepertinya sedang syuting”
“Ah, aku akan minta tanda tangan” seru Keigo riang.
Sementara itu....
“Hei, Rukia kau tidak berenang?”
“Tidak ah” jawabnya malas sambil minum air soda yang dibawanya.
“Lalu untuk apa kau ikut? Atau kau tidak bisa berenang ya?”
“Bukanya begitu” jawabnya galak. Ichigo tidak sadar kalau Rukia mengikuti piknik itu karena provokasinya dan dia bersusah payah merayu Byakuya agar diijinkan. Namun setelah mendapat ijin, begini jadinya. “Sana, kau pergi saja”
“Hei, ayo kita main voley pantai” teriak yang lain yang segera di sambut oleh Ichigo cs.
“Dasar jeruk, akan aiu kalahkan kau” tantang Rukia yang telah memegang bola.
“Dasar chibi banyak bicara, buktikan saja” balasnya.
Dan sebuah bola tinggi melayang ke arah Ichigo yang telah bersiap membuat bola itu kembali terlontar ke udara dan diterima oleh tangan lainnya hingga membumbung tinggi. Setelah mendapat, umpan Keigo men-smas bola itu hingga menghantam pasir.
“Yeah” teriaknya saat tim Ichigo mendapat point. Wajah Rukia kembali jutek dengan semangat pembalasan berkobar dimatanya. Meskipun badannya kecil tapi pukulannya luar biasa, dan sempat membuat tim Ichigo kelimpungan.
“Jangan meremehkan aku” ucapnya mengejar bola yang hampir keluar lapangan. Rukia tidak menyadari kalau bola itu mengarah pada tiang penyangga tempat duduk wasit. Tubuhnya menabrak dan terpental di pasir.
“Uuh...” erangnya yang serasa di tabrak truk sambil memegangi bahunya yang menghantam pasir. “Ichigo?” matanya terbelalak melihat Ichigo yang terkapar kesakitan memegangi lengan kanannya. Sepertinya yang menghantam tiang penyangga adalah dia.
“Hei, Ichigo kau tidak apa-apa?” Keigo segera menghampirinya. “Panggil bantuan, cepat” teriaknya pada yang lain.
“Rukia, daijobu?” ditatapnya gadis yang masih mematung menatapnya tanpa ekspresi.
“Baka” ucapnya kemudian. “BAKA! BAKA! BAKA MIKAN!” teriaknya diantara isakan. Air mata berguguran di wajah khawatirnya.
“Mana, paramedis” teriak Keigo yang mulai panik.
“Aku akan membawanya ke poliklinik” ucap laki-laki bertubuh besar berkulit gelap, Yasutora Sado, atau yang biasa di panggil Chad. Dia langsung mengangkat tubuh Ichigo ke poloklinik yang ada di pantai.
^*^
“Unohana san, aku sudah melengkapi dokumennya. Anda tinggal tanda tangan” ucap Byakuya yang menyerahkan sebuah map pada Unohana Retsu di kantor pengacara Kuchiki.
“Arigatou, Kuchiki san” ucapnya diantara senyum. Akhirnya surat hak pengasuhan Hitsugaya Toushiro telah ada di tangannya. Kini dia bisa merawat anak itu dengan tenang.
“Aku turut senang karena keponakanmu telah ditemukan. Aku harap dia baik-baik saja”
“Ya. Aku juga bersyukur Toshiro baik-baik saja. Meskipun meminta pulang aku belum mengijinkannya keluar dari rumah sakit” ucapnya sambil membaca dokumen hakasuh. “Untuk kasus ini, aku minta bantuanmu sekali lagi” ucapnya menutup map. Wajah wanita itu mulai serius menyangkut kasus penculikan keponakannya itu.
“Aku akan membantu sebisaku”
“Bagaimana kabar Rukia chan” tanyanya dengan senyuman lembut.
“Dia sedang piknik di pantai”
“Kalau kau duduk tenag disini, pasti ada orang kepercayaan yang mengawasinya”
“Ya, begitulah” jawabnya meraih foto yang ada di atas meja kerjanya. Foto Byakuya dan Rukia saat tahun baru. Saat itu Rukia masih kelas tiga SMP dan baru masuk ke keluarga Kuchiki.
^*^
“Hei, chibi. Kau kenapa berwajah begitu ha?” Ichigo menatap Rukia yang duduk disampingnya. Gadis itu masih saja diam dengan wajah yang sama sekali tidak menyenangakan. “Kau jelek sekali”
“Hei, Ichigo” ucapnya kemudian.”Kau itu bodoh atau apa?” teriaknya. “Kau ini senang sekali mengorbankan dirimu untuk orang lain”
“Kalau kau menabrak tiang, aku harus bilang apa pada Byakuya” jawabnya yang kini duduk menghadap gadis itu. “Mana bisa aku membiarkanmu terluka” ucapnya sambil menepuk-nepuk kepala Rukia, lembut. “Kau ikut wisata juga karena aku kan?”
“Siapa bilang” Rukia memalingkan wajahnya. “Aku yang mau kok”
“Memangnya Byakuya akan mengijinkanmu pergi sendirian?”
“Kau?” ditatapnya mata amber milik Ichigo. “Yang meminta ijin pada nii-sama?”. Tatapan Rukia dibalas oleh Ichigo, tatapan mereka bertemu untuk sesaat. Rukia menundukkan kepalanya.
“Tenang saja, bukan hanya aku. Renji juga ada disni” lanjut Ichigo. “Tapi sepertinya dia terlalu sibuk menggoda gadis-gadis” ucapnya diantara tawa.
“Arigatou, Ichigo” ucap Rukia lirih.
“Daijobu” ucapnya dengan sebuah senyum. “Aku akan selalu melindungimu, Rukia”
Kata-kata Ichigo membuat Rukia tersentak dan menatapnya penuh tanya. “Aku berjanji” ucapnya kemudian, sambil menggemgam tangan Rukia.
“Hei, Ichigo....” seorang pria bertato dan berambut merah yang didikat seperti rambut nanas menerobos masuk dan menemukan dua remaja dengan wajah semerah kepiting rebus saling membuang muka setelah adegan singkat yang disensor. “Ups, maaf”
“Renji, lain kali bisa tidak mengetuk pintu sebelum masuk?” tanya Ichigo sambil menggaruk kepalanya dengan tangan kiri, karena tangan kananya terpaksa diperban.